Halsey Diana, itu namaku sebenarnya aku cukup dini untuk menikah karena aku baru saja beranjak usia 17 tahun dan aku juga masih duduk dibangku SMA kelas 3 semester akhir. Bukan, bukan aku bukan hamil duluan seperti kebanyakan dari pernikahan dini.
Aku menikah dengan seorang pria 15 tahun lebih tua dariku, aku ingatkan kembali aku menikah bukan karena hamil atau jadi simpanan om-om namun ini karena perjodohan orang tuaku.
Tapi, mampuhkan aku bertahan didalam pernikahan dengan pria 32 tahun itu. Aku atau dia yang akan gagal mempertahankan pernikahan ini atau pernikahan ini akan berhasil sampai aku menua dengannya.
Ayo lanjutkan membaca ceritaku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safira a, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
Akhirnya bel pulang sekolah berdering, dan kelas tambahan di liburkan karena akan ada pertandingan basket beberapa waktu kedepan jadi sekolah sedang persiapan untuk itu.
"Lu seperti biasakan di jemput sama husband lu ?" Yah vernatta mulai menunjukan gaya bicaranya, katanya geli juga dia selalu menggunakan kata 'aku-kamu' padahal di luar ia selalu menggunakan 'gw-lu' yah dia itu semerdeka dia juga sih.
"Nggak ver, aku di jemput sama ojek online hehe" dia mengangguk-ngangguk sebagai jawaban. "Lu nggak mau nonton yang latihan basket ada aban loh" ada rasa sakit saat vernatta mengungkit nama itu.
Nanti kalian akan mengetahuinya saat waktunya tepat, aku menggeleng pelan dan menunduk. "Nggak bisa ver nanti aku goyah" ucapku sambil menatap vernatta dan gadis itu menampakan wajah yang bersalah.
"Kamu nggak lagi ngerampok aku kok jadi jangan sok bersalah" aku mencoba mencairkan suasana dengan vernatta dan menepuk bahu gadis itu. Sepanjang menelusuri kolingdor menuju gerbang kami menukar canda tawa.
Sakin serunya kami bercanda sampai nggak kerasa ada yang menabrak bahu kiri ku. "Ee--eh sorry yah" suaranya..... kayanya aku kenal deh, duh balik liat jangan yah.
Vernatta udah nepuk-nepuk bahu kanan mengode aku untuk berbalik, "iya, aku juga salah soalnya nggak liat jalan" tampa ingin melihat wajah orang itu aku kembali berjalan sampai ada sebuah panggilan.
"Halsey" panggilan itu sangat lirih dan menyedihkan, aku dengan perasaan gunda kembali jalan meninggalkan orang itu. Vernatta menyusul.
Beruntung di gerbang ojek online yang aku pesan sudah stay menunggu. Aku langsung naik dan berpamitan pada vernatta.
******
Sampainya di rumah aku ingin sekali menangis sejadi-jadinya, kenapa sih luka itu harus terbuka kembali ?. Aku mengusap air mataku yang terjatuh, dan kembali menaiki tangga menuju lantai atas di mana kamarku berada.
Di banding aku overthinking aku lebih memilih merapihkan keperluan aku dan mas irwan yang akan menginap di rumah mertua ku yah di rumah orang tua mas irwan.
Selesai, aku segera masuk ke kamar mandi shower membasahi diriku dengan air dingin yang begitu menyejukan. Tak perlu waktu lama 20 menit aku mandi dengan segera aku keluar.
Ponselku nyala menandakan sebuah panggilan masuk. Aku melangkah cepat dan memencet ikon hijau menerima panggilan itu.
"Iya mas" yang menelpon ku itu mas irwan jadi tak butuh waktu lama aku mengangkat telepon itu.
"Kamu sudah di rumah ?" Sambung di sebrang sana aku tersenyum hangat sebelum menimpali pertanyaannya. "Sudah mas" mas irwan hanya berdehem tidak jelas, "Sudah menyiapkan persiapan yang saya minta ?" Masih banyak pertanyaan yang pria itu lemparkan padaku hanya saja pria itu mengakhirnya dengan kalimat "Bersiaplah saya sebentar lagi sampai" aku sirik dengan pasangan yang romantis.
****
Tak bersilang lama, mas irwan sudah sampai, dia tidak mengganti pakaiannya dan langsung membawaku pergi.
"Sudah makan belum ?" Pria itu membuka percakapan saat mobil sudah menjauh dari rumah. "Belum" jawabku tidak terlalu bersemangat jujur saja kejadian tadi itu masih membekas karena luka lama yang terkupas.
"Kita mampir dulu yah" aku menggagguk sebagai jawaban. Mas irwan memberhentikan mobilnya di sebuah restoran cepat saji.
Acara makan itu tidak ada percakapan bahkan hening, mas irwanpun hanya bertanya soal menu dan setelahnya sibuk dengan ponselnya.
****
"Saya mau tanya" aku menoleh menatao kearah mas irwan, itu bukan pertanyaan tapi penegasan jika ia ingin aku menjawab pertanyaan yang akan ka lontarkan.
"Silahkan" aku kembali membuang mukaku dan menatap kearah luar jendela mobil yang mulai basah karena rintikan air hujan.
"Saya ganti bukan sebuah pertanyaan tapi permintaan saja" aku terdiam beberapa saat dan memainkan tangan ku, aku tidak tau apa yang menjadi kecemasanku saat ini.
"Saya minta kamu untuk percaya pada saya apapun yang terjadi bisa ?" Dengan segera aku menatap pria yang sedang menyetir itu dengan tatapan tidak mengerti.
"Memang kenapa mas ?" Aku penasaran. "Saya menginginkan jawaban dan itu yah atau tidak" nada bicaranya dingin ini sepertinya bukan hak sepele tapi, ibu bilang kita harus percaya dengan pasangan kita agar hubungan itu awet jadi aku mengguk sebelum menjawab.
"Aku percaya" aku menatap lurus kearah depan tak tau harus berpikir apa karena sejak tadi pikiranku sudah berkeliaran kemana saja.
"Good girl" mas irwan mengusap pucuk kepalaku sebentar sebelum ia kembali fokus dengan setirnya.
Hari itu kami sampai aga malaman, karena jarak dari jakarta menuju bandung lumayan belum lagi macet dimana-mana.
Aku di sambut dengan baik oleh keluarga mas irwan bahkan nenek mas irwan seneng bukan kepalang katanya.
Kami di persilahkan untuk beristirahat di kamar mas irwan dulu katanya, saat aku masuk kekamar itu konsep kamarnya jauh berbeda dengan di jakarta. Ini lebih bisa di bilang ceria konsepnya dan ada alat musik segala.
_____________________________________________
[Sabtu, 06 November 2021]
Author : Safira Aulia Hamidah
Wtpd : Safira Auliya Hamidah
Instagram : Safira19989