Niat hati hanya ingin membalas perbuatan sepupunya yang jahat, tetapi Arin justru menemukan kenyataan yang mengejutkan. Ternyata kemalangan yang menimpanya adalah sebuah kesengajaan yang sudah direncanakan oleh keluarga terdekatnya. Mereka tega menyingkirkan gadis itu demi merebut harta warisan orang tuanya.
Bagaimana Arin merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nita kinanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Buruh Pabrik
Rencana Arin yang datang ke kediaman Laksmana hanya untuk menjemput ibunya harus dia kesampingkan. Kesempatan tidak datang dua kali, dan untuk saat ini Gama yang utama.
Lagipula Arin yakin ibunya baik-baik saja di belakang sana karena Tania dan keluarganya, termasuk Gama sedang berada di ruang keluarga.
"Kapan kamu datang, Rin?" tanya Pandu yang duduk di satu sofa dengan Fatma, sementara Tania duduk di sofa yang lain dengan Gama. "Om pikir kamu akan kembali bertahun-tahun lagi seperti sebelumnya."
"Aku pulang karena ada urusan di sini, mungkin hanya satu atau dua hari lalu kembali lagi ke kota X," jawab Arin.
"Oh... begitu," jawab Pandu manggut-manggut. Sepertinya hanya Pandu yang antusias dengan berbicara dengan Arin, sementara yang lainnya hanya formalitas saja duduk di sana untuk menghormati Pandu.
Tania terlihat memutar bola matanya malas setiap kali Arin bicara. Sementara Fatma tidak bisa menyembunyikan ketidaksukaannya atas kehadiran Arin di rumahnya. Beberapa kali Fatma terlihat mengamati penampilan Arin yang dia anggap hina dan tidak ada sopan-sopannya. Sungguh tidak pantas berkunjung ke rumah orang dengan pakaian seadanya seperti itu.
Padahal Arin memang tidak niat untuk bertamu. Di hanya ingin menjemput ibunya, itupun lewat jalan khusus pembantu. Kehadiran Gama lah yang membuatnya berubah pikiran.
Gama sendiri terlihat dingin dan acuh meski sebenarnya dia menyimak pembicaraan Pandu dan Arin.
"Memangnya apa kegiatanmu sekarang? Kamu masih kuliah atau sudah bekerja?" lanjut Pandu yang memang tidak tahu apa-apa tentang Arin setelah gadis itu lulus SMA.
Arin bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan Pandu. Kalau dia jawab jika dirinya seorang direktur pasti Fatma dan Tania tidak akan percaya dan menganggapnya ngaku-ngaku seperti sebelumnya. Dan Arin tidak mau berdebat karena masalah itu.
"Sekarang aku bekerja di perusahaan Garmen, Om," jawab Arin. Jawaban itu tidak sepenuhnya salah, tetapi tidak juga benar.
"Perusahaan Garmen?" sahut Tania yang seketika terlihat antusias dengan pembicaraan papanya dan Arin. "Maksudmu pabrik Garmen? Kamu buruh pabrik?"
"Semacam itu," jawab Arin setelah berpikir beberapa saat.
Jawaban menggantung dari Arin ini langsung diartikan iya oleh Tania. Tak ayal hal itu membuat Tania tertawa. Sementara Fatma yang sedang menyeruput teh hampir tersedak karenanya.
"Apa yang lucu, Tania?" Pandu tidak mengerti kenapa Tania tertawa. "Memangnya apa yang salah dengan menjadi buruh pabrik?"
"Iya, apa salahnya bekerja sebagai buruh pabrik?" Arin ikut menimpali dengan memasang wajah polos. "Itu pekerjaan halal dan sangat membantu bagi orang-orang yang sangat membutuhkan pekerjaan."
"Tidak, tidak ada yang salah. Setidaknya kamu harus memberi tahu Darsih agar dia tidak hidup dalam halusinasi. Kasihan sekali, dia sudah ditipu habis-habisan oleh anak pungut yang sangat dia bangga-banggakan."
"Kamu mengaku pada Darsih kalau kamu seorang direktur?" Pandu balik bertanya kepada Arin.
"Benar, Pa. Arin ngaku ke Darsih kalau dia sudah menjadi direktur. Darsih sendiri yang bilang." Tania yang menjawab.
"Kenapa harus bohong seperti itu, Rin. Itu tidak baik. Kalau kamu ingin membuat Darsih bangga bukan begitu caranya," tutur Pandu halus.
Arin hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Pandu tidak tahu apa-apa dan nasehat ini hanyalah bentuk perhatian Pandu kepada dirinya. Jadi Arin tidak menanggapinya dengan serius.
Gama hanya diam menyimak sambil diam-diam memperhatikan Arin yang malam ini tampil polos berbeda dengan pertemuannya ketika pesta pertunangan kemarin.
Arin hanya mengenakan celana kolor panjang dan kaos lengan pendek oversize, rambutnya pun hanya dikucir asal yang entah kenapa justru terlihat menarik di mata Gama.
"Semuanya menjadi sulit setelah kasus itu. Om juga tidak bisa membantumu mencarikan pekerjaan karena itu bisa merusak reputasi perusahaan."
Arin pura-pura melihat jam tangannya. Dia malas jika sudah mulai membicarakan kasus itu. "Sepertinya sudah malam. Aku harus undur diri," pamit Arin menghindari topik yang sangat sensitif baginya. Rencananya untuk menggoda Gama tidak berjalan lancar kali ini.
"Permisi, aku izin ke belakang. Aku mau menjemput ibu," lanjut Arin tanpa menunggu jawaban dari yang punya rumah.
Pandu dan Fatma mengernyit. "Menjemput ibumu? Maksudmu Darsih?" Pandu memastikan. "Memangnya dia di sini?"
"Iya," jawab Arin singkat lalu berjalan menuju arah dapur karena berpikir mungkin ibunya sedang mencuci piring saat ini.
Sambil berjalan Arin merasa ada yang janggal. Kenapa Fatma dan Pandu sepertinya tidak tahu kalau Darsih berada di rumah mereka. Bukankah Darsih bekerja di sana atas permintaan Fatma?
Sampai di dapur, Arin menemukan Darsih sudah selesai dengan tugasnya. Gadis itu segera mengajak ibunya pulang.
"Ibu tidak terkejut melihatku?" tanya Arin sambil menyusuri jalan setapak khusus untuk para pekerja.
"Tidak. Tini sudah memberitahuku tadi," jawab Darsih tenang. "Kamu sudah bertemu Pandu?" Darsih balik bertanya.
"Iya, tadi aku ngobrol sebentar dengan Om Pandu dan keluarganya."
"Bagaimana respon mereka?"
"Om Pandu baik seperti biasa, kalau yang lainnya pasti ibu sudah tahu bagaimana." Darsih pasti tahu maksud Arin tanpa perlu Arin jelaskan.
Sampai di halaman, Arin melihat Gama sedang bersandar di mobil mewahnya sambil memainkan handphone. Sepertinya dia sedang menunggu Tania karena gadis itu tidak terlihat di sampingnya.
"Tunggu di sini sebentar, Bu!" kata Arin kepada Darsih, lalu dia meninggalkan Darsih untuk menghampiri Gama.
"Hai, Gama," sapa Arin ramah.
Ekspresi laki-laki itu datar dan dingin seperti biasa.. Dia tidak membalas sapaan Arin, bahkan hanya melirik sekilas lalu lanjut fokus ke handphonenya.
Diabaikan oleh Gama tidak membuat Arin menyerah. "Kamu sedang menunggu Tania?" tanya Arin lagi, basa basi dan benar-benar basi.
Gama menyimpan handphonenya ke dalam saku, menatap Arin dengan tatapan malas lalu bertanya, "Mau apa lagi sekarang?!"
Bisa-bisanya gadis yang dia ketahui hanya seorang buruh pabrik garmen ini ingin mendekatinya dan bersaing dengan Tania. Benar-benar sudah gila.
"Tidak ada. Aku hanya ingin menyapa," jawab Arin masih tersenyum seperti orang tolol.
Dari percakapan di ruang keluarga tadi Gama bisa menyimpulkan jika gadis di depannya ini memang tidak tahu diri. Berusaha merebut tunangan sepupunya sendiri dan mengaku-ngaku sebagai direktur, itu sudah cukup sebagai alasan untuk membenci gadis itu. Entah kebusukan apalagi yang gadis di hadapannya ini sembunyikan.
Gama tadi sempat berpikir jika ternyata Arin cukup manis, tetapi sikapnya benar-benar membuat Gama ilfeel.
"Aku tidak tahu sebutan apa yang tepat untukmu tapi jika kamu ingin melakukan sesuatu, berkacalah dulu siapa dirimu! Menjauhlah dariku dan berhentilah bersikap sok akrab denganku!" ucap Gama muak.
###
Perusahaan garmen adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi pakaian jadi atau tekstil siap pakai. Mereka mengubah bahan baku seperti kain menjadi berbagai jenis pakaian, mulai dari kaos, celana, kemeja, hingga jaket, dan lain-lain. Industri garmen melibatkan proses desain, pemilihan bahan, pemotongan, penjahitan, penyelesaian, dan pengendalian kualitas untuk memastikan produk memenuhi standar yang ditetapkan. source: google