Panglima perang Lei Guiying menyusun rencana menyusup menjadi pengantin wanita agar dapat melumpuhkan musuhnya. Namun siapa sangka aliansi pernikahan yang seharusnya menuju negara Menghua. Justru tertukar dan harus menikah di negara Dingxi sebagai Nona Muda pertama dari kediaman Menteri yang ada di negara Menghua.
Lei Guiying menikah menjadi selir pangeran kesembilan. Begitu banyak intrik dan sekema besar terus terikat. Membuat gadis itu harus terus bertahan menjadi seorang pengantin aliansi dari negara lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan bandit gurung
Hujan perlahan mulai berhenti membuat kabut semakin menebal. Para wanita bangsawan dan Nona muda kediaman hanya bisa berdiam dengan ketakutan.
"Ketua, bukit kecil di jalur utama mengalami longsor. Orang-orang dari lembaga pemerintah untuk sementara akan tertahan. Bagaimana jika kita?" Menatap para gadis muda di hadapannya.
Ketua bandit duduk santai di pembatas tangga. "Jangan macam-macam. Tuan besar tidak ingin kita berbuat terlalu jauh." Mengambil roti pipih di lapisan bajunya. "Ambil saja semua barang berharga. Setelah waktunya tiba lepaskan mereka."
"Baik."
Meksi cukup jauh namun Lei Guiying masih bisa mendengar samar percakapan ketua bandit dengan bawahannya. 'Jika seperti yang mereka katakan. Semua orang akan tetap aman,' gumamnya di dalam hati. Tapi kewaspadaannya tidak pernah di longgarkan.
Di halaman kuil, puluhan wanita hanya bisa diam menunggu hingga mereka dapat di bebaskan. Semua barang berharga di tubuh mereka juga telah di berikan. Selang dua jam keadaan di atas bukit semakin tidak menentu. Kabut juga semakin menebal bahkan jarak pandang hanya berkisar dua sampai tiga meter.
"Ketua," teriakan terdengar. Pria kurus dengan tubuh tinggi berlari dari bawah naik ke atas. "Tuan besar telah berubah pikiran. Yang dia inginkan kematian dari semua tawanan."
Senyuman tipis di wajah ketua bandit terlihat penuh kepuasan. "Tuan besar selalu saja tidak dapat di tebak. Tapi aku menyukainya." Ikatan kain pada kapak di lepas perlahan. "Malam ini kita berpesta. Hahahh..."
Mendengar itu tatapan semua bandit menjadi berubah brigas. Mereka seperti serigala lapar yang sudah di siapkan mangsa.
Lei Guiying sedikit membalikkan tubuhnya di saat dia merasakan punggungnya di sentuh pelan seseorang. Ekor matanya melirik kearah wanita yang beberapa waktu lalu bersenggolan dengan dirinya di saat akan memasuki kuil.
Wanita itu semakin mendekatkan tubuhnya. "Nona pertama, saya siap mendengarkan perintah anda." Bisikan pelan itu hanya dapat di dengar mereka berdua.
Lei Guiying tentu mengerti maksud wanita yang tepat berada di belakangnya. Dengan tatapan tenang gadis itu menuliskan kata 'tunggu' di tanah lalu menghapusnya. Wanita di belakang mengangguk mengerti. Dari arah kabut tebal di rimbunnya pepohonan gadis itu melihat langkah cepat. Yang sesekali terlihat dan menghilangkan.
"Aku ingin dia," Ketua bandit menunjuk kearah gadis yang paling cantik di antara semua tawanan. Seret dia." Berjalan pergi menuju ke belakang kuil. Di sana ada beberapa bangunan korong yang telah lama tidak di tinggali.
Pelayan Zue er menahan tubuh Selir Li dengan kuat. "Kalian sangat berani."
Lei Guiying menahan tangan pelayannya. "Tidak masalah. Sebentar lagi pasti akan ada yang datang menolong kita."
"Selir Li, anda tidak bisa mengikuti mereka. Saya tidak akan membiarkan anda di bawa paksa." Pelayan Zue er masih bersikeras menahan.
"Cepat bawa dia. Ketua sangat menyukainya. Jangan sampai menunda waktu terlalu lama." Wakil bandit memberikan perintah dengan menatap setiap bagian tubuh gadis cantik di depannya. "Dia benar-benar cantik. Setelah bos selesai aku juga harus menikmatinya." Air liurnya seperti ingin menetes dari mulutnya. "Cepat bawa."
Kedua tangan Lei Guiying di tarik dua pria kekar. Dia hanya diam tanpa perlawanan. Sedangkan pelayannya di tahan bawahan bandit lainnya agar tidak menghalangi urusan ketua mereka. Sesekali Lei Guiying melirik kearah hutan.
"Masuk."
Gadis itu di dorong cukup kuat masuk ke dalam ruangan. Ketua bandit berdiri di ujung ruangan. "Para gadis bangsawan seperti kalian pasti sangat menyukai kebersihan. Tenang saja, aku sudah membersihkan tempat yang akan kita gunakan untuk bermanja bersama." Dia berjalan mendekat kearah gadis yang sudah menjadi pilihannya. "Kamu pasti akan menyukainya. Aku terkenal sangat mampu memuaskan wanita. Apa lagi gadis cantik seperti mu." Tangannya ingin meraih wajah lembut gadis muda di depannya.
Lei Guiying melangkah mundur. "Tuan, suami ku bahkan belum pernah menyentuhku. Bagaimana kamu bisa seceroboh ini. Membiarkan aku melewati malam pertama di tempat kumuh ini." Raut wajahnya berubah sedih.
Mendengar itu ketua bandit semakin sumringah. "Kamu masih perawan?"
Gadis itu mengangguk pelan.
"Hahahhh... Setelah kita melewati malam ini. Aku akan menjadikan mu istri ku. Apa kamu bersedia?" Ketua bandit terlihat semakin tidak sabar.
"Aku sudah menjadi istri orang lain. Tidak mungkin menikah dengan mu." Tangan kanan Lei Guiying berusaha menyentuh bilah pisau yang ada di lipatan sabuk di bagian punggungnya. Setelah dia mendapatkannya. Senyumannya semakin memperlihatkan kecantikan alami.
Ketua bandit melepaskan ikatan sabuknya. "Suami mu tidak perlu di takuti. Aku bisa membunuhnya agar kita bisa hidup bersama." Membalikkan tubuhnya memunggungi gadis itu. "Kamu bisa menyiapkan diri mu agar tidak terlalu gugup. Wajar jika pengalaman pertama akan membuat mu takut." Dia mulai melepas satu demi satu lapisan pakaian yang ada di tubuhnya.
Saat lapisan terakhir akan meluncur bebas dari tubuh ketua bandit. Sebuah tangan menutupi kedua mata Lei Guiying. Tubuhnya di balik perlahan, "Seorang gadis, tidak baik melihat hal yang tidak pantas." Suara yang ia kenal terdengar di telinganya. Tangan lainnya mengambil bilah pisau dari genggaman gadis itu. Saat tangan yang menutup kedua matanya di singkirkan. Dia melihat suaminya sudah ada tepat di depannya.
"Jangan menolah." Shui Long Yin memberikan peringatan.
"Baik."
"Apa kamu sudah siap?" Ketua bandit membalik tubuhnya tanpa busana. "Kamu?"
Sseeettt...
Bilah pisau di lempar tepat menembus leher ketua bandit.
Bruukkk...
Tubuh tidak bernyawa itu ambruk di lantai dengan darah telah mengucur deras dari lubang di tenggorokan.
Kedua mata itu terus menatap gadis yang cukup berani. Shui Long Yin mendekatkan tubuhnya dan sedikit menyetarakan tingginya. Seringai tipis menyungging di bibir sampingnya. "Benar. Suami mu bahkan belum pernah menyentuh mu. Bagaimana bisa orang lain mendapatkannya lebih dulu."
Jantung Lei Guiying berdekat kencang mendengar perkataan suaminya. Wajahnya memerah dengan pandangan mata yang sulit di jelaskan. Tanpa sadar gadis itu ingin memalingkan wajahnya. Namun di tahan kembali kedua tangan suaminya.
Shui Long Yin sedikit menjauhkan tubuhnya. "Gadis yang tidak patuh," ujarnya dengan sindiran. "Yu Ji."
Pengawal pribadi Yu Ji masuk setelah mendapatkan panggilan dari dalam ruangan. "Pangeran kesembilan."
"Bungkus jasad itu. Aku tidak ingin kedua mata istri ku melihat hal kotor." Pria muda itu berdiri tegap namun kedua tangannya masih melekat di wajah istrinya.
"Baik."
Pengawal pribadi Yu Ji berjalan mendekati jasad. Dia mengambil baju yang berceceran di lantai mengikatkannya pada jasad yang sudah tidak berbusana. Baru setelahnya dia menatap kearah tuannya. "Pangeran kesembilan, jasad sudah saya tutupi." Pandangan matanya menatap lantai.
"Baik. Bagaimana dengan keadaan di luar?" Shui Long Yin melepaskan tangannya dari wajah istrinya.
"Semua bandit telah di bunuh," jelas pengawal pribadi Yu Ji.
"Temukan sarang mereka. Bunuh semua yang masih tersisa." Shui Long Yin mengangkat tubuh istrinya ke dalam pelukannya.
"Pangeran." Lei Guiying terkejut. Dia berusaha memberontak.
"Jangan bergerak. Aku bisa saja tidak sengaja menjatuhkan mu." Pria muda itu melangkah pergi keluar dari ruangan menuju ke bagian luar dari kuil. Semua orang terkejut melihat kedatangan Pangeran kesembilan Shui Long Yin dengan menggendong seorang gadis muda.
Semua wanita langsung bangkit memberikan hormat. Begitu juga orang-orang dari lembaga pemerintahan. "Pangeran kesembilan."
Shui Long Yin berjalan tenang menuruni tangga tanpa memperdulikan keadaan di sekitar. Dia sesekali melirik kearah wajah istrinya yang hanya berjarak dua jengkal saja dari wajahnya.
Pelayan Zue er berjalan mengikuti di belakang dalam jarak aman.