Pernikahan yang diawali dengan perjodohan dan tak saling cinta, biasanya berakhir dengan sebuah cinta diantara keduanya. Namun ternyata apa yang Salma alami berbeda dengan kisah romansa pada umumnya.
Dua puluh tahun menikah dengan Aidil dan dikaruniai dua orang putra ternyata tak membuat Aidil bisa membuka hatinya untuk Salma. Hingga di suatu malam, akhirnya Salma mengetahui jika suaminya memiliki wanita idaman lain dalam pernikahan mereka.
Manakah yang akan Salma pilih? Bertahan demi anak-anaknya atau memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Penyelidikan
Pagi itu, Salma tetap menjalani aktifitasnya seperti biasa. Salma memasak makanan untuk sarapan bertiga bersama sang ibu mertua dan suaminya.
Salma melirik Aidil yang sedang berjalan menuju meja makan.
"Aidil, akhir-akhir ini kau pulang larut malam terus, Nak?" Evita bertanya pada Aidil.
"Iya, Mih. Maafkan aku karena aku jarang menemui Mamih." Aidil memeluk sang ibunda.
"Kau pasti sangat sibuk bekerja. Salma, kau harus lebih memperhatikan suamimu. Dia bekerja keras seorang diri untuk keluarga ini." Evita mengusap lengan sang putra.
"Iya, Mih. Mamih tenang saja. Aku selalu menyiapkan vitamin untuk mas Aidil," jawab Salma sambil menata makanan.
"Baguslah. Lalu bagaimana kabar adikmu? Dia sudah bekerja di rumah sakit kan?" tanya Evita sambil menyendok makanannya.
"Sudah, Mih. Kurasa dia menyukai pekerjaannya."
"Aku yakin Salman jadi dokter yang hebat," sahut Aidil.
Salma mengulas senyumnya tipis. Ia mengambil makanan untuk Aidil dan menyerahkannya pada sang suami.
"Terima kasih, sayang."
"Sama-sama, Mas."
Usai sarapan, Salma menyiapkan keperluan kantor Aidil. Pria itu selalu membawa tas jinjing andalannya.
Salma mengantar Aidil hingga mobil yang dinaiki pria itu menghilang dari pandangannya. Salma kembali masuk ke dalam rumah.
Di dalam kamar, Salma mengetikkan sesuatu di ponselnya. Salma menghubungi seseorang kemudian bersiap untuk pergi.
Salma bertemu dengan Evita ketika akan keluar dari rumah.
"Mau kemana?"
"Ada urusan sebentar, Mih. Kalau begitu aku pergi dulu ya!" Salma langsung melenggang pergi tanpa mempedulikan Evita yang komat kamit membicarakan dirinya.
Salma menuju ke sebuah kafe untuk bertemu dengan seseorang. Salma sudah duduk sambil menunggu orang itu datang.
"Nyonya Salma?"
Suara seseorang membuat Salma menoleh.
"Iya, saya sendiri. Anda..."
"Saya detektif Andreas yang Nyonya hubungi." Pria itu memperkenalkan diri.
"Ah iya, silakan duduk, Detektif."
Salma menceritakan detil kenapa ia menghubungi kantor detektif. Salma tidak ingin terus berprasangka terhadap suaminya. Salma harus membuktikan jika apa yang ia rasakan selama ini adalah salah. Dan ia berharap jika Aidil memang tidak mengkhianatinya.
"Jadi, Nyonya meminta saya untuk menyelidiki suami Nyonya?" tanya si detektif memastikan.
"Iya, temukan siapa saja yang bertemu dengannya dalam satu hari. Dan apakah ada wanita yang ditemuinya. Cari semua informasi tentang wanita itu jika memang ada." Meski sempat ragu, tapi Salma tidak bisa mundur lagi. Ia harus melakukan ini untuk membuktikan kesetiaan Aidil padanya.
"Baiklah, Nyonya."
"Ini bayaran untukmu!" Salma menyodorkan sebuah amplop kearah si detektif.
"Terima kasih, Nyonya. Saya akan langsung mengabari Anda jika ada informasi yang saya dapat."
Salma mengangguk kemudian si detektif pergi meninggalkan Salma.
"Semoga aja firasatku salah, Mas. Maaf jika aku harus melakukan ini," gumam Salma.
#
#
#
Malam itu, Salma menunggu kabar dari sang detektif. Sudah seharian ini Salma memintanya untuk membuntuti kegiatan sang suami. Salma berharap tidak ada hal penting yang akan dilaporkannya.
Namun ketika ponselnya berdenting, rasa percaya diri Salma mulai menurun. Dirinya ragu membuka pesan yang dikirim oleh si detektif.
Salma sengaja memakai ponsel sekali pakai untuk ia gunakan dalam penyelidikan ini. Ia tak ingin dicurigai oleh Aidil ataupun Evita.
Salma yang saat ini di kamar gudang belakang, akhirnya memberanikan diri membuka pesan itu. Salma menguatkan hati untuk membuka satu persatu informasi yang didapatkan oleh si detektif.
Pesan pertama yang Salma dapat adalah sebuah foto. Terlihat Aidil sedang berjalan bersama seorang wanita yang pastinya jauh lebih muda daripada Salma.
Pesan kedua juga masih sama, sebuah foto. Disana terlihat Aidil sedang tertawa bersama wanita itu. Wanita berambut pendek yang memiliki lesung pipit ketika ia tersenyum.
Tangan Salma gemetar menerima foto-foto kebersamaan Aidil bersama wanita lain. Hatinya hancur, tapi sebisa mungkin Salma tidak menunjukkan ekspresi apapun. Salma hanya diam dan menatap ke depan.
"Sekarang semuanya jelas, Mas. Aku tahu siapa musuhku sekarang."
Salma meletakkan kembali ponsel itu dan memasukkannya ke dalam laci. Lalu Salma keluar dari kamar gudang itu.
Penyelidikannya baru berlangsung selama satu hari. Bagaimana jika di hari-hari berikutnya? Akankah Salma sanggup menerima informasi mengenai sang suami dan wanita idaman lainnya?
#
#
#
Aidil pulang ke rumah pukul tujuh malam. Kali ini ia tidak terlambat, karena ia sudah berjanji pada sang ibunda untuk makan malam di rumah.
"Kau sudah pulang, Nak? Sebaiknya kau bersihkan dirimu dulu lalu makan malam bersama. Hari ini Salma masak yang istimewa untukmu."
"Iya, Mih."
Aidil segera menuju ke kamarnya. Salma yang baru saja selesai menata makanan segera mengejar Aidil.
"Mas!"
"Iya, sayang."
"Aku akan siapkan air hangat untukmu." Salma segera menuju ke kamar mandi dan menyalakan air keran di bathup.
Selesai menyiapkan semuanya, Salma kembali menemui Aidil.
"Mas pasti lelah. Aku tambahkan wangi aroma terapi agar Mas rileks."
Aidil menatap Salma. "Terima kasih, sayang. Kau temani Mamih saja dulu, nanti aku menyusul."
"Iya, Mas."
Salma menatap punggung Aidil yang memasuki kamar mandi. Salma menatap nanar pakaian kotor milik Aidil yang ada di keranjang.
"Aku ingin menguji diriku sendiri, Mas. Berapa lama aku bertahan, dan berapa lama kau bisa menyembunyikan hubungan gelapmu ini, Mas."
Salma keluar dari dalam kamar dan menemui Evita sesuai dengan perintah Aidil.
Tak lama kemudian, Aidil ikut bergabung bersama mereka berdua di meja makan. Aidil merasa heran karena semua menu makanan adalah makanan favoritnya.
"Apa ada hal yang harus kita rayakan?" tanya Aidil.
"Tidak ada, Mas. Aku hanya ingin memasak makanan kesukaan Mas saja. Apa harus menunggu hari besar untuk memasak yang istimewa?" sahut Salma.
"Terima kasih, sayang. Aku sangat menyukainya."
Evita hanya memutar bola matanya malas. "Aku pikir kau ingin minta sesuatu pada suamimu. Katakan saja jika kau memang menginginkan sesuatu!"
"Tidak, Mih. Aku hanya ingin melakukannya saja!" Dengan santainya Salma tidak lagi menggubris kata-kata Evita. Ia memilih menikmati makan malamnya dengan lahap.
#
#
#
Pukul empat pagi, Salma terbangun. Hatinya tergerak untuk segera pergi ke kamar gudang. Salma kembali membuka ponsel sekali pakai miliknya.
Ternyata ada beberapa pesan masuk disana. Tentu saja dari si detektif yang di sewanya.
Pesan itu berisi profil dari wanita yang sedang dekat dengan Aidil.
"Jihan Almaira?" gumam Salma.
Kemudian ia segera menyimpan kembali ponsel itu ke dalam laci. Salma harus bergegas membersihkan diri lalu menyiapkan segala kebutuhan suami dan ibu mertuanya. Setiap pagi Salma sangatlah sibuk.
Pukul tujuh pagi semua makanan telah terhidang di atas meja makan. Salma menyambut kedatangan sang suami.
"Pagi, Mih," sapa Aidil.
"Selamat pagi, Nak. Ayo duduk!"
"Kamu mau makan apa, Mas?" tanya Salma.
"Ambilkan nasi goreng dengan telor ceplok saja."
"Baiklah." Dengan sigap Salma mengambilkan makanan untuk Aidil.
"Bagaimana dengan perusahaan? Aku dengar kau banyak dapat penghargaan kali ini." Evita membuka perbincangan.
"Iya, Mih. Aku bersyukur karena sudah berhasil membuat perusahaan papih berkembang pesat."
"Baguslah! Aku sangat bangga padamu, Nak."
Sementara Salma hanya diam dan tidak menanggapi obrolan ibu dan anak itu.
"Mas, apa aku boleh mengikuti kursus memasak?" tanya Salma tiba-tiba.
"Kursus memasak?" Aidil mengerutkan keningnya.
"Akhir-akhir ini sedang tren di kalangan para ibu muda melakukan kursus memasak. Menurut Mamih bagaimana?" Salma sengaja menanyakan kepada sang mertua.
"Yah, kalau untuk membuat pengetahuan memasakmu bertambah, aku rasa itu cukup bagus. Kau jadi bisa membuatkan makanan enak untukku." Evita terlihat setuju.
"Jika menurutmu itu bagus, kau bisa melakukannya, sayang." Aidil ikut setuju.
"Terima kasih ya, Mas."
#bersambung
^^^"Dalam kerapuhannya, wanita memiliki hati sekuat baja untuk menahan rasa sakitnya."^^^
^^^-Author-^^^
dewasa banyak ilmu yg d dapat dr cerita ini tentang kesabaran kedewasaan dalam ambil sikap meski cerita nya sederhana
Tapi ya sudahlah jk mmg sdh hrs ending.Terima kasih utk ceritanya kak
Di tunggu next ceritanya..semangat