* Alexandro Hutomo dan Alexandra Narnia *
Kehilangan dokumen membuat Xandra terjebak harus menjadi pembantu di rumah pemilik perusahaan dimana seharusnya ia bekerja.
Susah membuat orang percaya saat kita tak memiliki bukti ~ Xandra.
Penawaran tidak pernah datang dua kali, jika tidak silahkan tinggalkan tempat ini, jika ia mari kita pulang~ Alex.
Kita tidak tahu kemalangan apa yang akan menimpa kita, jika keberuntungan selalu ada dipihak kita~Xandra.
Mari kita lihat siapa pemenangnya~ Alex.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tumis Genjer
Xandra meletakkan hasil masakannya di meja makan. Dia masuk ke kamar untuk mandi dan mencoba mengenakan pakaiannya sendiri, yang baru dia beli di pasar murah.
" Begini lebih baik, dari pada kayak orang sawah ". Ya dia malah seperti anak kecil memakai celana pendek selutut dengan balutan kaos yang pas berwarna biru dengan gambar kartun di depan.
Terdengar mesin mobil menderu, sebelum akhirnya berhenti. Alex mengetuk pintu, dan sejurus kemudian Xandra terlihat di pintu yang terbuka.
Alex melihat penampilan baru Xandra dari atas sampai bawah.
" Ada yang aneh pak ?"
" Baju siapa itu? " Alex malah balik bertanya.
" Baju sayalah, memang ada baju yang pas untuk saya pakai di rumah ini. Oh ya ini uang kembalian belanja pak. Maaf yang 100 saya pakai untuk beli baju saya." Xandra menyodorkan beberapa uang ribuan disertai cengiran yang menampilkan gigi gingsulnya. Alex terkesiap melihat Xandra saat ini. Namun ia masih cukup sadar untuk tidak baper.
" Kalau kamu beli baju, lalu kamu makan apa?" Alex berjalan menghampiri rak sepatu dan menyimpan sepatunya di sana. Tanpa mengambil uang receh di tangan Xandra.
" Saya masak, apa bapak sudah makan? "
Xandra kini sampai di meja makan dan bersiap untuk makan, karena hari ini ia baru makan satu kali waktu di pasar itupun hanya mie tek-tek.
" Sebentar saya mandi dulu ". Alex masuk ke kamarnya. Beberapa menit kemudian dia keluar dengan wajah lebih segar dengan celana santai dan kaos oblong.
" Ini apa?" Alex menunjuk sayur tumis yang di masak Xandra.
" Tumis genjer pak, bapak belum pernah makan? enak lho pak, di rumah saya ini jadi menu favorit, apalagi sama ikan goreng, makin bikin nambah terus " Xandra menaruh sedikit sayur di piring Alex sambil berbicara.
" Kok cuma sedikit sayur saya, itu masih banyak. Apa kamu berniat menghabiskan sendiri segitu? ". Alex menujuk tempat sayur yang masih di pegang Xandra.
" Bapak coba dulu, nanti kalau doyan baru tambah, saya yakin bapak belum pernah makan sayur beginian "Xandra mengisi piringnya sendiri dengan menu yang ia masak.
Tidak ada suara. Mereka asyik menikmati makanan masing-masing. Bahkan tidak ada komentar dari Alex mengenai tumis genjer Xandra.
" Bisa tolong sayurnya " pinta Alexa.
" Bagi dua ya pak, saya juga lapar"
" Kalau masih kurang besok beli lagi genjernya " Alex melahap kembali tumis genjer di piringnya.
" Kalau besok sudah beda lagi pak " tukas Xandra.
" Masakan kamu enak. Kamu biasa masak? " tanya Alex tanpa beralih dari piringnya.
" Saya hanya berdua dengan bapak saya, jadi saya biasa masak untuk kami "
" Memang kemana ibumu?"
" Ibu meninggal 3 tahun yang lalu" Xandra terdiam setelah menjawab pertanyaan Alex, pandangannya menerawang mengingat kembali saat ia harus kehilangan ibu.
" Maaf " Alex menyadari keterdiaman Xandra setelah menjawab pertanyaannya.
" Tidak apa-apa pak, saya saja yang langsung kebawa perasaan "
" Ya sudah dilanjut lagi makannya. Saya masih ada kerjaan. Terima kasih makan malamnya " Alex beranjak dari duduknya sambil mengangkat piring bekas makannya.
" Biar saya saja pak " Xandra meminta piring Alex. Alex tak langsung memberikannya, ia terdiam sebelum akhirnya menyerahkan piring pada Xandra.
" Terima kasih "
" Saya yang terima kasih pada bapak. Setidaknya bapak masih beri saya tempat dan kerjaan saat saya kehilangan identitas saya."
" No problem " Alex tersenyum tulus.
" Tapi pak, jika nanti tas dan dokumen saya tidak ketemu, saya pulang dulu boleh?"
Alex pura-pura tak mendengar, karena detik berikutnya dering telpon dari sakunya berbunyi, dan ia berjalan ke luar rumah sambil
menerima panggilan.