NovelToon NovelToon
Istri Yang Ternistakan

Istri Yang Ternistakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mafia / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Penyesalan Suami
Popularitas:974
Nilai: 5
Nama Author: F A N A

Menjadi istri tapi sama sekali tak di anggap? Bahkan dijual untuk mempermudah karir suaminya? Awalnya Aiza berusaha patuh, namun ketidakadilan yang ia dapatkan dari suaminya—Bachtiar membuat Aiza memutuskan kabur dari pernikahannya. Tapi sepertinya hal itu tidak mudah, Bachtiar tak semudah itu melepaskannya. Bachtiar seperti sosok yang berbeda. Perawakan lembut, santun, manis, serta penuh kasih sayang yang dulu terpancar dari wajahnya, mendadak berubah penuh kebencian. Aiza tak mengerti, namun yang pasti sikap Bachtiar membuat Aiza menyerah.

Akankah Aiza bisa lepas dari pernikahannya. Atau malah sebaliknya? Ada rahasia apa sebenarnya sehingga membuat sikap Bachtiar mendadak berubah? Penasaran? Yuk ikuti kisah selengkapnya hanya di NovelToon!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter —8

Hari ini Aiza merasa benar-benar bahagia. Akhirnya setelah sekian lama ia dan Bachtiar menikah, pemuda tampan yang telah berhasil membuat Aiza menyerahkan seluruh hatinya itu mengajaknya pergi bersama.

Semua kepahitan, bekas luka yang lelaki itu torehkan seakan tak berjejak dalam hati serta diri Aiza. Terlalu bersemangat, membuatnya lupa akan kepiluan yang baru kemarin lelaki itu berikan.

“Pakai baju apa, ya?” Aiza terlihat bingung memilih pakaian mana yang pantas ia kenakan. Mengetuk-ngetukkan ujur jari pada bibir, menunjukkan keprihatinan terhadap seluruh pakaian yang ia bawa dari desa.

Rasanya tidak ada yang pantas. Semua pakaian-pakaian Aiza tampak begitu sederhana. Membuat wanita muda itu semakin bingung dalam menentukan pilihannya.

“Pakai ini saja.” Sebuah suara bariton terdengar dari arah belakang. Cukup akrab di telinga Aiza, yang seketika membuat wanita itu memutar badannya.

“B- Banchtiar.” Aiza menunduk. Ia tersipu. Juga merasa takut saat melihat sosok suaminya.

Bagaimana pun kesenangannya hanya ampuh mengusir trauma itu saat sedang berjauhan dengan Bachtiar. Sementara ketika berada dalam jarak yang begitu dekat seperti ini, Aiza tidak bisa menyangkal jika ia masih begitu ketakutan atas perbuatan Bachtiar.

Aiza bahkan merasakan tubuhnya gemetar saat benaknya kembali mengulang bagaimana bengisnya Bachtiar tempo hari padanya.

“Kenapa menunduk, apa kau takut denganku?” tanya Bachtiar seraya memegang pundak Aiza.

Reflek wanita muda itu menepis tangan Bachtiar.

“M- maaf, Mas, aku … sama sekali tidak bermaksud,” ucap Aiza yang seketika sadar jika perbuatannya barusan tidak seharusnya.

“Tidak apa. Aku yang harusnya minta maaf karena kemarin sudah hampir membuatmu celaka,” imbuh Bachtiar ringan.

Pemuda itu bahkan mengulurkan tangannya menangkup kedua tangan Aiza, menggenggam dengan begitu lembut. “Maafkan aku, Aiza. Kemarin aku sama sekali tidak bermaksud, beberapa hari ini kepala ‘ku rasanya mau pecah karena berbagai hal masalah pekerjaan. Hal itu pula yang membuatku tanpa sadar jadi melampiaskannya padamu.”

Bachtiar lalu menaikkan gerakan tangannya. Mendaratkan kecupan singkat pada punggung tangan Aiza. Kelembutan yang langsung membuat wanita muda mengesampingkan mentah-mentah rasa traumanya. Berbalik memegang telapak tangan Bachtiar, ikut meminta maaf.

“Aizajuga minta maaf, karena sudah tidak bisa melayani, Abang, dengan baik,” timpal Aiza.

Jubah handuk yang melekat di tubuh Aiza perlahan merosot. Menampilkan bahu cemerlangnya dihadapan Bachtiar. Sontak, Aiza menarik tangannya dari genggaman Bachtiar guna merapikan jubah handuk tersebut. Namun, Bachtiar menghentikannya.

“Kenapa? Apa aku tidak boleh melihatnya?” lontar pemuda itu segera dijawab gelengan oleh Aiza. “Kalau begitu biarkan saja.” Bachtiar lalu menarik tangan Aiza yang ingin memperbaiki letak jubah handuknya. Lalu satu tangan lainnya ia pakai menarik tali jubah handuk yang disimpul Aiza.

“B- Bang Bachtiar!” Aiza membelalak. Ia terkejut. Namun, belum lagi habis keterkejutannya tiba-tiba saja Bachtiar menyumpal mulut Aiza dengan tekanan bibir Bachtiar.

Bibir keduanya kini menyatu. Bachtiar mengecup tidak lembut. Terlalu kasar untuk seorang Aiza yang baru pemula, membuat wanita muda itu kesulitan bernafas!

Aiza meronta. Ia tidak bisa bernafas. Berusaha melepas pagutan liar Bachtiar yang menghentikan jalan nafasnya, dengan mendorongnya.

Tidak dipungkiri jika pagutan tersebut merupakan salah satu keinginan terbesar Aiza semenjak sah menjadi istri Bachtiar. Namun, pagutan Bachtiar yang kasar membuat Aiza harus menghentikannya.

Akhirnya wanita muda itu mampu melepaskan diri dari kungkungan suaminya. Mulai menarik napas dalam-dalam guna mengisi oksigen ke dalam dada.

Aiza tampak melega. Tapi siapa sangka jika perbuatannya barusan justru telah memantik bara api yang menyala dalam diri Bachtiar. Menatap pada Aiza tajam, menunjukkan sisi ke-arogannya, kebengisan, yang seakan siap menelan Aiza hidup-hidup!

Sraaaakk!!

Dengan cengkeramannya Bachtiar menarik rambut Aiza, sampai gadis itu menjerit kesakitan.

“Akhhhh! S- sakit, Bang!”

“Dasar ja lang! Berani sekali kau menolakku, hah!” sorot mata Bachtiar semakin membeliak. Bukannya iba mendengar kesakitan Aiza, malah semakin menarik rambut istrinya itu lebih keras!

Aiza menggeleng. ‘Bukan … bukan seperti itu.’ Beberapa kalimat yang hanya mampu ia ucapkan di dalam hati, tak bisa langsung ia utarakan.

Entah mengapa Aiza merasa bibir serta lidahnya tiba-tiba saja kelu ketika hendak berucap. Mungkin, efek trauma yang kembali mendekap menyelimuti Aiza dalam ketakutan!

‘Eng- enggak! Bachtiar pasti nggak akan menyakitiku lagi. Ia nggak akan nyakitin aku lagi!’ Sebuah argumen menentang isi pikiran Aiza terucap di dalam hati. Menyangkal ragam pemikiran akan tindakan jahat yang mungkin sebentar lagi Bachtiar lakukan.

Aiza masih meringis, ia benar-benar kesakitan. Merasa kulit kepala rasanya hampir lepas, di iringi kilau bulir cairan kristal merembes membasahi pelipis. Mendongak sambil terus diseret, Aiza merasa tubuhnya mulai terangkat. Selang beberapa detik lantas dilempar dengan gerakan cukup kuat ke atas pembaringan.

Buuukk!

“Aku hanya menginginkan ‘hak’ ku atas dirimu. Tapi kenapa kau seperti susah sekali memberikannya? Kau sudah aku ikat, aku berhak atas segalanya. Dan sekarang aku menginginkanmu utuh sebagai istriku, tapi kau dengan berani malah menolakku?!” tekan Bachtiar dengan sorot mata dingin.

‘Bukan … bukan seperti itu. Barusan, Aiza, hanya terlalu gugup karena, Abang, yang tiba-tiba.’

Aiza menggeleng. Lagi-lagi kalimat itu hanya mampu tercetus dalam hatinya. Sementara mulut hanya bisa bungkam menerima segala runut sangkaan suaminya, yang terlihat begitu marah atas penolakannya.

Bachtiar menindihnya. Air mata Aiza semakin tergerus tatkala sang suami mulai menggigit puncak nipplenya. Diperlakukan tak berperasaan, sampai membuat Aiza lemas merasakan perih yang mendalam.

“Kau yang memintaku berbuat seperti ini. Padahal sebelumnya aku ingin bermain lembut denganmu,” geram Bachtiar yang saat ini mulai meremas salah satu puncak gunung Aiza dengan telapak tangan.

Lagi,  kabut kebencian telah menutup seluruh nurani Bachtiar. Tidak peduli akan tangisan serta kesakitan yang Aiza rasakan. Hanya peduli pada tujuannya, bagaimana ia bisa segera menuntaskan keinginan berselimut dendam yang saat ini menguasai pikirannya.

Bachtiar merasa jijik, benci, sekaligus kecewa. Namun, disisi lain pesona Aiza berulang kali mengusik pikirannya, kelelakiannya untuk tetap memasuki gadis yang ia vonis telah kotor itu.

Dreet … drreeettt.

Deringan terdengar. Benda pipih nan canggih itu bergetar di dalam saku celana Bachtiar. Otomatis mencuri atensi pria tersebut, menghentikan aksinya. Beralih meraih gawai mahal itu, menatap pada layar.

Kening Bachtiar mengerut. Sesaat menatap pada Aiza dengan tatapan memicing. Sebelum akhirnya meninggalkan sang istri dengan sorot mata dingin, beranjak pergi menerima panggilan masuk dari ponselnya.

Seketika napas Aiza terhela lega. Namun, sorot matanya tiba-tiba saja berubah saat menangkap sesuatu yang membekas pada leher Bachtiar. Mengerutkan dahi, mencoba mencerna, tanda yang berhasil mengguncang jiwanya!

‘Bukankah itu tanda yang sama seperti tempo hari? Tapi … kenapa sekarang letaknya berbeda?’

Dan,sraaaakkk!

Sebuah gaun tiba-tiba saja terlempar ke wajah Aiza. Di iringi dengan kalimat,- “Pakai itu sekarang juga, karena mereka sudah menunggu!”

BERSAMBUNG.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!