Renatta Putri Setiawan, seorang gadis berusia 22 tahun. Hidup dalam kemewahan dan kemanjaan dari keluarganya. Apapun yang menjadi keinginannya, selalu ia di penuhi oleh orang tua dan saudaranya.
Namun, suatu hari gadis manja itu harus menuruti keinginan orang tuanya. Ia harus mau dijodohkan dengan seorang pria berusia 40 tahun, agar keluarga Setiawan tidak mengalami kebangkrutan.
Renatta yang membayangkan dirinya akan hidup susah jika keluarganya bangkrut, terpaksa menerima perjodohan itu. Asalkan ia tetap hidup mewah dan berkecukupan.
Gadis itu sudah membayangkan, pria 40 tahun itu pasti berperut buncit dan berkepala plontos. Namun, siapa sangka jika pria yang akan dijodohkan dengan dirinya ternyata adalah Johanes Richard Wijaya. Tetangga depan rumahnya, dosen di kampusnya, serta cinta pertama yang membuatnya patah hati.
Apa yang akan Renatta lakukan untuk membalas sakit hatinya pada pria yang pernah menolaknya itu?
****
Hai-hai teman Readers. Kembali lagi bersama Author Amatir disini.
Semoga cerita kali ini berkenan, ya.
Ingat, novel ini hanya fiksi belaka. Tidak ada ikmah yang dapat di ambil setelah membacanya.
Terima Gaji.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. Pergi Ke Bandung
Renatta melangkah dengan santai menuju parkiran kampusnya. Hati gadis itu terasa damai, karena hari ini tidak bertemu dengan Richard.
Dalam seminggu, pria itu hanya mengajar selama tiga hari. Dan hari ini, ia terbebas dari jawdal menjadi asisten dosen menyebalkan itu.
Namun, kebebasan gadis itu hanya sebatas saat jam pelajaran saja. Belum sampai ia pada mobilnya, langkah Renatta terhenti karena sebuah mobil mewah berjenis sedan menghadang langkahnya.
Mata gadis berusia dua puluh dua tahun itu membulat sempurna. Ia tentu tahu siapa pemilik mobil mahal itu. Siapa lagi jika bukan Johanes Richard Wijaya.
Sebagai pengagum pria itu sejak berusia sepuluh tahun, Renatta tahu betul semua koleksi mobil pria itu.
Gadis itu bahkan tahu, jika mobil yang sekarang berhenti tepat di depannya, belum pernah Richard bawa ke kampus.
Sedetail itu Renatta memperhatikan Richard, meski dirinya kini mengatakan jika telah membenci pria itu.
Gadis itu masih mematung pada tempatnya. Tiba-tiba dari pintu depan mobil samping kanan terbuka. Seorang pria berbadan tegap, dengan setelan hitam keluar, lalu membuka pintu penumpang bagian kanan juga.
“Silahkan masuk, nona.” Ucap pria itu.
Namun Renatta tak bergeming.
“Mohon lebih cepat nona. Pak Rich telah menunggu anda di dalam.”
Seketika pandangan gadis itu mengintip ke dalam mobil.
Benar saja. Di dalam sana, Richard sedang duduk bersandar sembari sibuk dengan ponselnya.
“Tolong jangan menghambat kerja kami, nona.”
Pria itu mendekat, kemudian sedikit menarik tubuh dengan paksa Renatta.
“Eh.. ini namanya penculikan. Tol—
Brakk.
Gadis itu terjingkat saat pintu mobil di tutup dengan kasar.
“Wah. Anak buah kurang ajar. Di hadapan bosnya dia dengan berani membanting pintu.”
Gadis itu menggerutu.
“Makanya, kalau kamu di suruh masuk baik-baik, ya langsung masuk. Kamu membuat dia kesal.” Bisik Richard sembari memasangkan sabuk pengaman pada calon istrinya itu.
“Eh. Apa-apaan ini.” Gadis itu tersadar. Ia hendak melepas sabuk pengaman itu, namun mobil mewah itu tiba-tiba bergerak.
“Berhenti. Aku bawa mobil sendiri.” Teriak gadis itu.
“Duduk dengan tenang, Re. Mobilmu sudah ada yang mengurus.” Richard menahan lengan gadis itu.
“Lagipula, kita mau kemana, om? Kenapa tiba-tiba menculik ku?” Renatta akhirnya menurut dan duduk dengan tenang.
“Kita akan pergi ke Bandung.” Ucap Richard sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
Mata Renatta membulat sempurna.
“Apa?! Ke Bandung?!!” Jerit gadis itu.
“Pelankan suaramu, Re. Kita disini tak hanya berdua.” Richard memperingati.
“Untuk apa pergi ke Bandung? Aku tidak mau. Keluargaku pasti akan mencariku.” Gadis itu kembali memberontak.
“Jaga fokus kalian.” Perintah Richard.
Tiba-tiba saja ada sekat yang menutupi kursi depan. Sehingga, aktivitas penumpang di belakangnya tak terlihat.
“Om. Aku mau pulang.” Renatta menguncang lengan Richard.
“Menurutlah, Re. Aku sudah sangat lelah hari ini.” Pria itu tidak menghiraukan Renatta.
“Tapi, aku harus memberitahu keluargaku. Mama, aku akan menghubungi mama.” Gadis itu merogoh ponsel yang ia simpan di dalam tasnya.
“Keluargamu sudah tahu. Aku sudah meminta ijin pada mereka.”
Renatta membuang nafasnya kasar.
“Ah, aku tidak membawa pakaian ganti, om. Baju ini, aku sudah pakai sejak pagi. Sekarang sudah bau keringat.” Gadis itu mencari alasan lain.
“Semuanya sudah siap. Kamu cukup duduk dengan tenang. Perjalanan kita sedikit jauh.” Richard mencari posisi nyaman untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
“Tunggu dulu, om.” Renatta kembali mengguncang lengan pria dewasa itu.
“Apa kamu mau duduk di atas pangkuanku?”
Seketika gadis itu melepaskan tangannya.
“Bukan begitu. Aku mau bertanya, untuk apa kita ke Bandung? Ini hari kerja, aku besok juga harus kuliah.”
“Kita akan menghadiri pernikahan sahabatku.”
*****
Mereka tiba di Bandung saat matahari sudah merangkak di ufuk barat. Perjalanan menjadi lebih lama, karena terjebak macet di beberapa titik.
“Re, bangun. Kita sudah sampai.” Bisik Richard membangunkan sang calon istri kecil yang sedang terlelap dalam tidurnya.
Renatta mengerejapkan mata, ketika merasakan sebuah usapan lembut pada pipinya.
“Kita dimana?” Tanya gadis itu sembari mengusap wajahnya.
“Villa pribadiku.”
Seketika mata gadis itu membulat sempurna.
Villa pribadi milik Richard? Apa ia tak salah mendengarnya?
“Ayo.”
Mereka pun keluar dari dalam mobil.
Renatta tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Villa pribadi itu terlihat sangat mewah.
“Selamat datang, pak.” Ucap seorang pria dewasa. Renatta dapat menebak jika pria itu adalah orang yang bekerja di villa itu.
“Semua yang ku minta sudah siap?” Tanya Richard sembari berjalan memasuki villa.
Tentu Renatta hanya mampu mengekor. Ia tidak mau tersesat di tempat itu.
“Sudah, pak. Kamar anda, dan nona Renatta telah siap. Semua barang yang bapak minta juga telah tersedia.”
“Eh. Apa tadi? Kamar? Kamar om dan aku?” Renatta menyela saat mendengar sesuatu yang ambigu.
“Ya, nona.” Sahut pria itu.
Renatta menggelengkan kepalanya. Gadis itu dengan cepat menarik lengan Richard untuk menjauh dari pekerja villa.
“Om, apa maksudnya dengan kamar om dan aku? Aku tidak mau satu kamar dengan om. Kita belum sah.” Bisiknya agar tak ada yang mendengar.
Mata Richard memicing. Setelah itu, ia menyentil kening Renatta.
“Aduh.” Gadis itu seketika mengusap keningnya.
“Kenapa melakukan kekerasan padaku, om?”
“Jangan berpikir yang aneh-aneh.” Kini giliran Richard yang menarik tangan calon istrinya itu menuju kamar yang di maksud oleh pekerja villa.
“Ini kamarmu.” Pria itu membuka pintu kamar dengan lebar.
“Dan yang di depan itu kamar ku.” Richard memberi tanda pada pekerja villa untuk membuka pintu.
“Jadi.” Renatta tak melanjutkan ucapannya. Bibir gadis itu terkatup, kemudian ia memukul kepalanya sendiri.
Ia merutuki kebodohannya sendiri karena telah berpikir jika dirinya dan Richard akan tinggal dalam satu kamar.
“Otakmu itu seharusnya di bersihkan. Baru mendengar kamar saja, pikiranmu sudah menjalar kemana-mana.”
“Ya, bapak itu bicaranya ambigu. ‘Kan aku jadi berpikir yang bukan-bukan, om,”
Gadis itu menunduk malu.
“Sudah. Sana bersihkan dirimu. Semua perlengkapan mandi, pakaian ganti sudah disiapkan. Jika kamu perlu apa-apa, panggil saja Agus. Dia siap dua puluh empat jam.”
Renatta mengangguk pelan. Ia pun masuk kedalam kamar dengan wajah memerah.
“Dasar bodoh kamu, Re.” Umpatnya pada diri sendiri.
****
Bersambung
dimana mana bikin gerah 😜🤪
aku baru nemu cerita ini setelah kesel nunggu cerita sisa mantan 😁