Resta adalah seorang pemimpin sekaligus pemilik salah satu perusahaan percetakan terbesar di kota Jakarta. Memiliki seorang kekasih yang sangat posesif, membuat Resta harus mengganti sekretarisnya sesuai kriteria yang diinginkan sang kekasih. Tidak terlihat menarik, dan tidak berpenampilan menggoda, serta berpakaian serba longgar, itu adalah kriteria sekretaris yang diinginkan kekasihnya dalam mendampingi pekerjaan Resta.
Seorang gadis berpenampilan culun bernama Widi Naraya hadir, Resta menganggapnya cocok dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan kekasihnya. Hari-hari yang mereka lalui berjalan dengan aman dan profesional, sebagai bos dan sekretaris. Sampai ada satu hal yang baru Resta ketahui tentang Aya, dan hal itu berhasil membuat Resta merasa terjebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sempurna
Bagaimana Resta tidak langsung mengenali bahwa perempuan itu adalah seorang Widi Naraya, melihat penampilannya yang beda dari karyawan lain. Resta yakin itu adalah calon sekretaris untuknya yang dikatakan Endri malam tadi.
“Iya, Pak.” Aya bernapas lega, dia tak perlu mencari tempat lain untuk menunggu. Perasaannya tak keruan. Namun, dia tetap harus yakin bahwa dia akan diterima, meski jantungnya berdebar cukup cepat karena khawatir.
Aya menoleh pada wanita yang bertugas di meja informasi, yang beberapa menit lalu tidak memberi izin masuk padanya bahkan duduk di lobi saja tidak diperbolehkan.
Wanita itu menatap Aya dengan tatapan tak suka juga sekaligus tatapan merendahkan. Mungkin karena penampilannya. Aya tak peduli itu, yang paling penting adalah dia mendapatkan pekerjaan, dan hidupnya akan terjamin.
“Maaf ya, kalau kantor ini peraturannya agak ketat,” ujar Resta saat mereka tiba di depan pintu lift.
“Nggak masalah, Pak,” sahut Aya.
“Hampir aja kamu pergi, beruntung saya cepat datang, kamu berencana ke mana tadi?”
“Em, saya mau cari tempat menunggu,” sahut Aya. “Nggak jauh-jauh dari gedung ini kok.”
“Oh, kamu kan bisa menunggu di lobi, tersedia ruang tamu di sana,” jelas Resta.
Aya mengangguk mengerti, tapi apa gunanya tempat menunggu itu jika dia tidak di perbolehkan duduk. “Tadi, kata Mbak yang bertugas di depan, saya harus buat janji dulu sama Pak Resta, kalau mau ketemu,” jelas Aya.
“Ya, itu benar. Tapi, kamu kan bisa menunggu saya di lobi tanpa harus keluar gedung.”
“Niatnya begitu, Pak. Tapi tadi, Mbak Aura menegaskan kalau saya bahkan nggak boleh menunggu kalau belum buat janji,” jelas Aya lagi, berkata jujur apa adanya.
“Oh maafkan karyawan saya yang satu itu, dia memang begitu sifatnya, silakan masuk!” Resta membuka pintu sebuah ruangan, ya ruangan miliknya yang berukuran besar, terdapat di lantai empat, lantai tertinggi di gedung ini.
“Duduk, Aya!” titahnya lagi. “Mau minum apa?”
“Apa aja boleh, Pak.” Aya tetap bersikap sopan. Sebenarnya Aya juga agak tidak menyangka kalau calon bosnya ini akan bersikap ramah. Berbanding terbalik dengan sifat bosnya di tempat kerja yang lama, lelaki hidung belang tidak tahu diri. Membayangkannya saja, membuat Aya merinding dan naik darah rasanya.
Stop memikirkan masa lalu, Aya. Sekarang, masa depan, ada di hadapanmu. Gumam Aya dalam hati, menyemangati diri sendiri.
Ponsel Aya berdering nyaring, memecahkan hening di antara mereka. Saat itu dia sudah duduk di sebuah sofa yang ada di ruangan Resta. “Maaf Pak, lupa di silent,” ucap Aya sopan. Mengambil ponselnya dari saku, terlihat nama Mas Endri di sana. Dengan sangat terpaksa, Aya menolak panggilan itu. Namun, Endri mencoba menghubunginya lagi.
“Angkat aja nggak apa-apa.” Resta dapat melihat kegelisahan Aya saat itu.
“Oh iya Pak. Saya permisi sebentar.” Aya pamit dan keluar dari ruangan itu.
“Hallo Mas.”
“Gimana? udah ketemu sama Resta?”
“Udah kok, ini lagi di ruangannya. Makasih ya Mas.”
“Ya, kerja yang benar. Nurut aja ya sama Resta. Dia suka karyawan yang penurut.”
“Iya sih Mas, selama itu masih terkait pekerjaan aku pasti nurut lah, kecuali-“
“Hahaha.” Endri tertawa mendengar nada khawatir pada gadis itu. “Tenang, kamu bukan tipe Resta. Jangan kepedean.” Endri paham apa yang di maksud Aya. Sudah menjadi sahabat Resta selama belasan tahun, dia tahu tipe wanita yang disukai Resta. High class, seksi, dan pastinya yang selalu bisa membuatnya bergairah. Seperti Nadine.
“Hm, baguslah. Aku tenang, aman. Karena niatku emang beneran mau kerja. Sekali lagi makasih Mas. Nanti gaji pertama aku traktir deh.”
“Sama-sama, simpan aja uangnya untuk keperluan kamu. See you Aya.”
Panggilan berakhir, Aya langsung masuk ke ruangan tak ingin membuat calon bosnya menunggu terlalu lama. Aya tersenyum menatap layar ponselnya, tanpa dia sadari ada seseroang yang tengah memperhatikan.
dengan penampilannya begitu, apa dia punya pacar? apa mungkin ada yang mau dengannya? dia habis telponan sama siapa?
Resta menerka-nerka dalam hatinya. Tak seharusnya dia ingin tahu urusan orang yangbabru dikenalnya.
Aya kembali duduk dengan perasaan gelisah, dia menanti apa yang terjadi selanjutnya. Akan diinterview terlebih dahulu, atau langsung diterima?
Sementara Resta sedang duduk di kursi kebesarannya. Sambil menunduk menatap layar ponsel, lelaki itu baru saja mengirimkan sebuah pesan singkat pada Endri.
Resta : Perfect. Sempurna. Kalau begini modelnya, Nadine nggak akan curiga terus sama gue.
Endri : Hahaha. Lo harus ngucapin apa ke gue?
Resta : thanks. Ntar malam kita minum, gue traktir.
Berulang kali Aya mengubah posisinya setelah mendaratkan tubuhnya di atas sofa empuk yang ada di ruangan Resta. Matanya menatap sekeliling ruangan, dan terhenti pada sebuah mahakarya ciptaan Tuhan berwujud laki-laki tampan yang sedang memegang gagang telepon, entah sedang menghubungi siapa. Di meja kerja Resta, ada sebuah papan nama yang bertuliskan Faresta Aditya M.Ds.
Semoga imanku kuat deh, sumpah nggak nyangka kalau temannya Mas Endri wujudnya seperti ini. Aku kira-
“Jadi, sebelumnya kamu udah pernah bekerja? di mana?”
Lalu Aya kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain, lamunannya terhenti, seakan tertangkap basah karena sedang memandangi Resta. Dia menepis segala pikiran tak masuk akal yang ada dalam otaknya. Saat itu Resta sedang bertanya sambil berjalan ke arahnya, membuatnya sedikit gelagapan.
sehat selalu yaa thor, selalu ciptain karya² yg luar biasa ❤️