Saat membuka mata, Anala tiba-tiba menjadi seorang ibu dan istri dari Elliot—rivalnya semasa sekolah. Yang lebih mengejutkan, ia dikenal sebagai istri yang bengis, dingin, dan penuh amarah.
"Apa yang terjadi? bukannya aku baru saja lulus sekolah? kenapa tiba-tiba sudah menjadi seorang ibu?"
Ingatannya berhenti disaat ia masih berusia 18 tahun. Namun kenyataannya, saat ini ia sudah berusia 28 tahun. Artinya 10 tahun berlalu tanpa ia ingat satupun momennya.
Haruskah Anala hidup dengan melanjutkan peran lamanya sebagai istri yang dingin dan ibu yang tidak peduli pada anaknya?
atau justru memilih hidup baru dengan menjadi istri yang penyayang dan ibu yang hangat untuk Nathael?
ikuti kisah Anala, Elliot dan anak mereka Nathael dalam kisah selengkapnya!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zwilight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 7 | Suami vs Selingkuhan
Anala mengelendot dibawah ketiak Elliot, tangannya memegang pinggang itu dengan erat. Rasa takut membuat tangannya gemetar, begitupun dengan jejak merah yang masih membayang dipergelangan tangannya yang putih.
"Aku takut." lirihnya pelan disisi suaminya.
Elliot menunduk memperhatikan tubuh Anala yang terasa bergetar memeluk pinggangnya. Matanya melirik pada bekas cengkraman Yohane yang membuatnya memerah. Rahangnya mengeras, sementara amarahnya ditahan agar tak meledak.
Sialan!
Sementara itu, Yohane menatap Elliot tak kalah horornya. Bibirnya terluka ringan, namun aura permusuhannya tetap kentara. "Lepasin Anala, ini urusan saya sama calon istri saya!"
Elliot tertawa geli, ucapan percaya diri yang keluar dari mulut Yohane terdengar menyebalkan. "Calon istri?" ulangnya dengan nada mengejek.
Anala merasakan jantungnya berhenti berdetak. Perlahan ia mendongak, memastikan ekspresi yang ditunjukkan oleh wajah Elliot.
Tiba-tiba tangan Elliot merangkul pinggang Anala. Gadis itu sedikit terlonjak, namun gerakan posesif Elliot membuatnya mematung. "Dia perempuan yang melahirkan anak saya. Dia istri saya, perempuan yang tiap malam tidur diranjang saya."
Yohane tertawa sarkas, perlahan tangannya terangkat lalu memukul wajah Elliot dengan keras. Satu jawaban dari Elliot berhasil membuat amarahnya memuncak. "Nggak usah dibahas panjang lebar, saya tau dia istri kamu. Tapi kenyataannya dia lebih milih cerai dan hidup bareng saya."
Tubuh Elliot sedikit terhuyung, tapi dia tak melepaskan tangannya dari pinggang ramping Anala. Tangan kirinya menyeka noda merah diujung bibirnya lalu menarik paksa kerah kemeja Yohane dengan tatapan bengis.
"Kau mau mati ya?" suaranya dingin dengan mata yang menatap tajam.
Yohane hanya tertawa remeh saat adiknya itu mengangkat kerah bajunya dengan santai. Mata bengis mereka bertemu, menyalurkan amarah yang sama kuatnya.
Tangan sebelahnya melepas Anala lalu mengepal dengan kuat disisi tubuhnya. Yohane bisa lihat sisi keraguan dalam diri adiknya itu. Seolah ia ingin memukul tapi mencoba ditahan.
Yohane lagi-lagi tertawa geli. Ia dengan santai memasukkan tangannya ke saku celana dan memperhatikan Elliot dari jarak sedekat mungkin. "Kamu pasti sangat frustasi, wanita yang paling kamu cintai justru menjalin hubungan dengan orang yang paling kamu benci."
Bugh...
Satu pukulan lain kembali melayang di wajah Yohane. tubuhnya terhuyung dengan darah yang mulai mengucur dari hidungnya. Ia membalas pukulan Elliot hingga mereka sama-sama terjebak dalam perkelahian sedarah.
Anala membelalak saat keduanya sama-sama mengayunkan pukulan dengan kuat, imbang dan tak terkalahkan satu sama lain. Wanita itu panik, tubuhnya mulai gemetar diikuti dengan teriakan keras yang mengalun disepanjang perkarangan itu.
"Elliot. Yohane. Stop!"
Tidak ada yang berubah, mereka tak mendengar apapun. Tanpa pikir panjang Anala langsung berdiri ditengah-tengah mereka agar setidaknya mereka mau berhenti atau sekedar menyadari betapa gilanya semua ini.
"Aku mohon berhenti!" teriaknya lagi ketika sudah berdiri ditengah-tengah keduanya.
Elliot nyaris melayangkan pukulan lain, namun Anala sudah berdiri ditengah-tengah mereka. Ia menahan tinjunya dan menatap Anala dengan mata membulat, jantungnya masih berdetak kuat dipacu amarah.
"Aku mohon," lirihnya lagi, tatapannya mengarah pada Elliot dengan mata yang berkaca-kaca. Siapa yang akan kuat ditatap sebegitu lirihnya oleh orang yang dia cintai?
Elliot tercengang lalu langsung menjauhkan tangannya dari Yohane, nafasnya masih memburu, sedangkan beberapa titik diwajahnya mulai memerah bekas terkena pukulan.
"Kenapa kamu disini?" ucapannya keheranan, ia mengabaikan Yohane yang masih menggila dihadapannya.
bugh...
Pukulan Yohane melayang, tapi bukan pada Elliot melainkan pada wajah Anala. Wanita itu terhuyung lumbung hingga nyaris jatuh, namun Elliot menahan tubuhnya dengan kokoh.
"Anala!" pekiknya penuh ke khawatiran. "Kamu baik-baik aja kan? apa yang sakit?" tangannya mencengkram tubuh Anala dengan erat, gadis itu tak bergerak, dia hanya menunduk. Elliot semakin panik dengan ekspresi yang kikuk. "Hei, Anala. Jawab aku!"
Anala mengangkat pandangan lalu tersenyum hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit. "Sakit dikit, tapi nggak apa-apa." Jawaban itu sukses membuat Elliot menghela napas dengan lega.
Yohane yang tak sengaja memukuli pun ikut merasa kaget, matanya membelalak saat menyadari bahwa tinjunya melayang dipipi Anala.
"Sayang! kenapa kamu malah berdiri disana? astaga... kamu baik-baik aja kan?" suara Yohane juga panik, tangannya langsung meraih pipi Anala yang memerah, namun ditepis kasar oleh wanita itu.
"Lepas!" serunya dingin. Matanya menatap tajam pada Yohane.
"Aku minta maaf, aku sama sekali nggak punya niat buat nyakitin kamu, sayang. Aku salah!" Yohane gelagapan dengan rasa bersalah, setiap kali tangannya mendekat dan ingin meraih Anala, wanita itu langsung menepisnya tanpa jeda.
Elliot yang menyadari itu pun terlihat tak percaya. Anala biasanya tak mau ia sentuh, Anala biasanya lebih suka berdiri disisi Yohane dan membela pria itu dengan tegas. Tapi kali ini berbeda, dia tak pernah menepis tangan Elliot yang menyentuh tubuhnya, bahkan masih berdiri disisinya tanpa sedikitpun ragu.
Apa ini? kenapa Anala benar-benar berubah?
Sementara itu tatapan Anala pada Yohane masih terlihat penuh amarah. Ia berdiri disebelah Elliot dan menatap Yohane layaknya musuh. "Aku udah bilang, tolong jangan ganggu aku lagi! apapun hubungan kita di masa lalu, semuanya berakhir hari ini! aku nggak mau ketemu sama kamu lagi, Yohane!"
"Kamu pikir aku percaya? kita udah rencanakan pernikahan, Nal. Nggak mungkin tiba-tiba kamu berubah gitu aja!"
Anala tak goyah, ia menjawab penuh percaya diri. "Aku nggak ingat pernah punya rencana gila kayak gitu sama kamu!"
Wajah Yohane terlihat memerah, urat lehernya menonjol menahan amarah. "Kamu yang bilang sendiri, kamu nggak bahagia sama dia!"
plak!
Satu tamparan keras melayang dipipi kanan Yohane. Pria itu melotot, begitupun dengan Elliot yang pertama kali melihat Anala berani melayangkan tamparan dipipi Yohane. Ia seperti melihat Anala yang dulu—Anala yang membenci Yohane karena selalu jahat pada Elliot.
"Aku udah bilang sama kamu, lupain hal gila itu. Aku nggak ngerti kenapa tiba-tiba aku selingkuh sama kamu, tapi yang pasti... aku nggak mau lanjutin ini lagi, Yohane! kamu kakak iparku." matanya seperti memohon pengertian, nyaris seperti tatapan putus asa.
Namun Yohane terlihat tak peduli, ekspresi wajahnya menegang, tatapan bengisnya tak kunjung hilang. Ia mengangkat tangan lalu mencengkram rahang Anala dengan erat. "Persetan dengan itu semua Anala! aku sama bajingan ini nggak punya hubungan apa-apa."
Elliot langsung maju dan memelintir tangan Yohane, lalu mendorong tubuhnya dengan kasar. Ia membawa Anala berdiri dibelakangnya. "Lepaskan, bajingan sialan!"
Anala makin gemetaran, sungguh takut saat mata Yohane memandangnya dengan kejam. Bahkan dengan berani mengarahkan tangannya ke wajah Anala. Bekas tonjokan tadi belum pudar, sekarang dia malah nyaris mematahkan rahangnya.
Ia berdiri dibelakang Elliot, wajahnya muncul sedikit sambil menunjuk Yohane dengan satu jari. "Dasar gila! gimana pun juga kamu tetap kakaknya Elliot."
Yohane menggeleng merasa tak percaya, tak ada gunanya berdebat jika Anala terus bersembunyi dibelakang Elliot. "Terserah kamu mau ngomong apa, aku tau kamu cuma ngambek karena masalah kita kemaren. Aku anggap pembicaraan hari ini nggak pernah terjadi."
Ia mengalihkan pandangan dengan horor ke arah Elliot, ekspresinya tak bersahabat. "Dan buat kamu Elliot, stop bertingkah seolah Anala mencintai kamu. Hubungan kalian hanya sebatas pernikahan diatas kertas!"
Tubuh Elliot menegang, ia bisa merasakan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Rahangnya mengeras, sedangkan pandangannya mulai kabur terbawa rasa kecewa. Ucapan Yohane menusuk jauh ke dalam relung hatinya, semua itu kenyataan yang selama ini tak bisa ia sangkal.
Tatapan Yohane berubah lembut pada Anala, ia tersenyum seperti orang yang tidak punya salah. "Aku pergi dulu sayang, maaf soal lukamu itu. Satu hal yang harus kamu tau, kita tetap akan menikah sekalipun bajingan ini tidak menceraikan kamu!"
Elliot masih terpaku pada pikirannya. Segala ucapan Yohane terdengar begitu menyakitkan. Binaran matanya berubah sendu, lagi-lagi pria baik ini kehilangan cahayanya.
"El, itu nggak bener!" kata Anala meyakinkan. Namun pria itu hanya diam, larut dalam pikiran buruknya.
Anala menggigit bibirnya, merasa sesak dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh wajah itu. Pelan tapi pasti, ia berjinjit, mengecup singkat pipi Elliot. "Nggak usah dengerin dia, aku benar-benar nggak merasa pernah cinta sama dia, Elliot "
Lamunan Elliot buyar, matanya yang membulat perlahan menyipit dengan senyuman remeh. "Nggak pernah cinta? lalu apa gunanya kamu minta cerai selama ini?"
Anala menggeleng, bibirnya gemetaran. Sungguh entah bagaimana caranya meyakinkan pria ini. "Aku udah bilang kalau aku nggak ingat apa-apa. Kamu nggak bisa coba buat percaya dikit sama aku?"
Namun justru tatapan Elliot yang terluka membuat Anala jadi semakin merasa bersalah. Pria itu menatapnya dengan mata sendu dan bibir yang bergumam pelan. "Gimana caranya aku percaya, Nala? semua yang dikatakan Yohane itu benar, emang kenyataannya kamu mau cerai dari aku buat nikah sama dia."
Air matanya sudah menggenang, tapi ia tak melepaskan tangan Elliot dari genggamannya. "Aku tau, tapi itu dulu El. Aku yang sekarang nggak punya ingatan tentang itu, aku juga nggak tertarik sama sekali sama dia. Tolong... percaya sama aku."
Wanita itu terlihat putus asa, air matanya perlahan menetes satu persatu dipipinya. Elliot tak mengerti bagaimana mengartikan perubahan ini, semuanya asing—bahkan lebih menyakitkan dari sebelumnya.
Elliot memandang sekitar, banyak mata yang memperhatikan drama mereka. Ia tak mau sisi emosionalnya dilihat oleh orang lain. "Cukup dramanya, aku nggak mau satu dunia tau soal kehidupan rumah tangga kita."
"Aku minta maaf. Benar-benar maaf!"
Elliot tak menjawab, dia hanya berlalu pergi menuju mobilnya. Sedangkan Anala masih membisu ditempat pertengkaran mereka. pandangannya tertunduk, tangannya menyeka kasar air mata yang jatuh di pipi.
"Mau sampai kapan kamu disitu?"
Anala mendongak, jaraknya dengan Elliot hanya beberapa langkah. "Aku—"
"Nggak usah dibahas lagi, sekarang masuk ke mobil."
Anala pun hanya menurut lalu menyeret langkah dengan berat menuju mobil Elliot. Pria itu tak berbalik menatapnya, atau sekedar menyamakan langkah. Elliot terasa jauh, bukan karena tak tergapai, melainkan karena ia memilih menghindar.
Kamu selalu bertingkah seperti tidak peduli, padahal kamu selalu jadi orang pertama yang paling khawatir tentang aku.