NovelToon NovelToon
Reign Of The Shadow Prince

Reign Of The Shadow Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Transmigrasi / Fantasi Isekai
Popularitas:590
Nilai: 5
Nama Author: ncimmie

di khianati dan di bunuh oleh rekannya, membuat zephyrrion llewellyn harus ber transmigrasi ke dunia yang penuh dengan sihir. jiwa zephyrrion llewellyn masuk ke tubuh seorang pangeran ke empat yang di abaikan, dan di anggap lemah oleh keluarga, bangsawan dan masyarakat, bagaimana kehidupan zephyrrion setelah ber transmigrasi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ncimmie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 7

Sore menjelang di istana utara. Langit memancarkan warna jingga keemasan, menelusup di antara dedaunan yang bergoyang pelan. Burung-burung kecil terdengar berkicau dari kejauhan, sementara aroma herbal dari taman masih samar tercium di udara.

Di tengah taman yang sederhana itu, Alaric berdiri dengan tangan terangkat. Di depan tubuhnya, cahaya hijau lembut berputar pelan, menari di udara seperti kabut bercahaya. Peluh menetes dari pelipisnya, tapi tatapannya tetap fokus.

“Lakukan perlahan,” suara Valerian terdengar dari belakang, tenang tapi penuh wibawa.

Remaja berambut perak itu duduk santai di bangku batu taman, satu kaki disilangkan di atas kaki lainnya. Di tangannya, ada buku catatan lusuh — buku peninggalan Ratu Serephina yang berisi ilmu sihir kuno. Namun matanya tidak menatap buku itu; ia menatap Alaric dengan penuh perhatian.

“Jangan hanya fokus pada cahayanya,” lanjut Valerian, suaranya rendah dan dalam.

“Fokuslah pada energi di dalam dirimu. Rasakan aliran sihir itu menyesuaikan napasmu. Jangan paksakan, biarkan dia tumbuh seperti tanaman yang mencari cahaya.”

Alaric menelan ludah, mencoba menstabilkan sihirnya. Cahaya hijau di tangannya sempat bergetar, hampir padam — namun ia berhasil mengendalikannya kembali. Sinar itu kemudian memadat menjadi bola cahaya tenang yang melayang di udara.

Valerian menyandarkan tubuhnya ke bangku, bibirnya membentuk senyum tipis.

“Hm… tidak buruk untuk pemula.”

Alaric menatap bola cahaya di tangannya dengan mata berbinar.

“Pangeran, saya berhasil!”

Valerian menatap pelayannya datar, tapi nada suaranya terdengar sedikit lembut.

“Kau hanya baru mulai, Alaric. Jangan terlalu cepat berpuas diri.”

Ia menutup buku di tangannya lalu berdiri perlahan, langkahnya ringan namun penuh wibawa. Valerian mendekat, lalu berdiri di belakang Alaric.

“Sekarang, coba arahkan energi penyembuhmu ke tanaman itu.”

Ia menunjuk ke tanaman herbal kecil di pinggir taman yang daunnya tampak layu. Alaric mengangguk pelan, lalu memusatkan cahaya hijau di tangannya ke arah tanaman itu. Cahaya perlahan menyelimuti tanaman tersebut — dan dalam hitungan detik, daun-daunnya kembali hijau segar, mekar dengan indah.

Alaric menatapnya dengan kagum, hampir tidak percaya dengan hasilnya.

“Pangeran! Ini… berhasil!”

Valerian menatap hasil kerja itu tanpa banyak ekspresi. Tapi sinar di mata emasnya menunjukkan rasa puas tersembunyi.

“Bagus. Kau mulai mengerti cara menyalurkan energi kehidupan.”

Angin sore bertiup pelan, membuat rambut perak Valerian sedikit berantakan. Ia menatap langit yang mulai berubah warna keemasan.

“Teruskan latihannya. Dunia ini keras, Alaric. Tapi selama kau punya kekuatan, kau bisa bertahan.”

Alaric menatap pangerannya dengan hormat. “Saya akan berusaha sekuat tenaga, Pangeran.”

Valerian mengangguk pelan, lalu berbalik meninggalkan taman. Cahaya jingga sore membingkai sosoknya dengan sempurna — rambut perak berkilau, mata emas yang tajam namun tenang, dan bayangan panjang di belakangnya yang seolah menegaskan satu hal:

pangeran lemah itu telah benar-benar berubah.

Valerian mengangkat tangannya perlahan.

Udara di sekitarnya bergetar halus, lalu fwoosh! — sebuah api biru muncul di telapak tangannya. Api itu tidak seperti api biasa; warnanya terlalu jernih, terlalu tenang, seolah menyimpan kekuatan yang dalam dan tak terukur. Cahaya biru itu memantul di iris emas Valerian, menciptakan kilau dingin yang membuat udara di taman terasa menegang.

Alaric yang berdiri di dekatnya menatap api itu dengan mata membulat.

“Pangeran… api biru itu…” suaranya bergetar, campuran antara kagum dan gentar.

Valerian menatap api di tangannya tanpa emosi.

“Alaric,” ucapnya tenang, “kita harus menggunakan sihir ini dengan bijak. Ibunda berpesan agar aku tidak memperlihatkan kekuatan ini pada siapa pun.”

Nada suaranya datar, tapi tegas — seperti perintah dari seseorang yang terbiasa memegang kendali atas hidup dan mati.

Alaric menunduk dalam-dalam.

“Yang Mulia Ratu dulunya merupakan keturunan pengguna sihir kuno... dan tampaknya, kekuatan itu berlanjut pada Anda. Sihir kuno telah lama menghilang, Pangeran — hanya legenda bagi banyak orang.”

Valerian memejamkan matanya sejenak, mengingat isi buku peninggalan Ratu Serephina. Tulisan-tulisan tua tentang sihir kuno, peringatan tentang kegelapan, dan pesan terakhir sang ratu agar pewarisnya tidak terjerat oleh kekuatan yang ia miliki sendiri.

“Aku tahu,” gumam Valerian lirih. “Ibu sudah menulisnya… sihir ini adalah berkah sekaligus kutukan.”

Ia menurunkan tangannya perlahan. Api biru itu padam, meninggalkan jejak hangat samar di udara.

Valerian berbalik menatap pelayannya.

“Alaric, siapkan air mandiku. Kita akan datang ke pesta itu.”

Nada suaranya kini berubah dingin dan mantap — bukan lagi anak buangan yang dikucilkan, tapi seorang pangeran sejati yang telah memutuskan untuk menunjukkan dirinya.

Alaric segera membungkuk. “Baik, Pangeran.” Ia bergegas pergi untuk menyiapkan semuanya.

Begitu Alaric menghilang dari pandangan, Valerian kembali menatap taman yang sepi. Ia duduk di atas batu besar, memetik satu bunga putih yang tumbuh di dekatnya. Dengan ujung jarinya, ia menyalakan kembali api biru itu — kecil, namun cukup panas untuk membakar kelopak bunga hingga menjadi abu.

Wajahnya tetap datar, tapi sorot matanya berubah tajam, dingin, dan berbahaya.

Aura gelap di sekitar tubuhnya mengalir perlahan, memantulkan bayangan samar di tanah.

“Dunia ini akan tahu… kalau pangeran yang mereka buang sudah kembali,” bisiknya lirih.

Angin sore berembus lembut, membawa abu bunga itu terbang tinggi, seolah menandai awal kebangkitan seseorang yang dulu mati dalam pengkhianatan —

Zephyrion Llewellyn, kini hidup kembali sebagai Valerian de Velthoria.

Malam hari, Istana Utara

Udara malam terasa dingin, namun tenang. Bulan tergantung tinggi di langit, cahayanya menembus jendela besar kamar Valerian dan memantul di lantai batu. Di ruangan itu, Alaric tengah sibuk membantu pangerannya bersiap menghadiri pesta kerajaan.

Di atas meja, terbentang pakaian bangsawan berwarna hitam pekat dengan garis perak di bagian kerah dan ujung lengan — sederhana tapi mewah. Di sampingnya, tergeletak topeng perak yang menutupi setengah wajah, berukir halus dengan motif naga yang menyimbolkan keturunan kerajaan Velthoria.

Alaric memandangi pakaian itu kagum. “Pangeran… pakaian ini sangat indah. Dari mana asalnya?”

Valerian menatap sekilas, jemarinya menyentuh kain lembut itu. “Entahlah. Mungkin seseorang ingin aku tampil pantas malam ini.” Ia tersenyum samar, seolah sudah tahu siapa yang mengirimnya, tapi memilih diam.

Alaric membantu Valerian mengenakan kemeja hitam tipis di bawah mantel panjang berlapis satin perak. Setelah semua terpasang, Alaric berhenti sejenak — terpaku menatap sosok di depannya.

Valerian berdiri di depan cermin besar, membiarkan rambut peraknya terurai sebagian, sebagian lainnya terikat longgar dengan pita hitam. Cahaya lilin menari di sekelilingnya, memantulkan mata emas yang memancarkan aura dingin dan tak terjamah.

“Anda terlihat… luar biasa, Pangeran,” ucap Alaric lirih, hampir tak percaya.

Valerian menatap pantulannya di cermin, lalu mengambil topeng perak itu. Ia memakainya perlahan, menutupi setengah wajah bagian kanan. Seketika, aura di ruangan berubah — lebih tenang, tapi juga mengintimidasi.

Dingin. Memikat. Tak terbaca.

“Aku tidak perlu menarik perhatian mereka dengan wajah,” gumam Valerian pelan. “Cukup dengan keberadaanku.”

Begitu ia melangkah, suara langkah sepatunya menggema pelan di lantai batu, ritmis dan tegas. Mantel hitamnya bergoyang lembut mengikuti setiap gerakan, memantulkan cahaya perak di tepinya.

Alaric menunduk hormat. “Kereta sudah siap, Pangeran.”

Valerian mengangguk, mengambil sarung tangan hitam dari meja, lalu melangkah keluar kamar. Angin malam menyambutnya saat pintu istana utara terbuka — udara membawa aroma bunga musim dingin, dan cahaya bulan membingkai siluetnya dengan indah.

Di bawah sinar rembulan itu, Pangeran Ketiga yang dikira telah mati kini berjalan dengan langkah mantap menuju istana utama.

Sosok misterius dengan rambut perak dan mata emas, tersembunyi di balik topeng naga perak, namun tak seorang pun bisa menolak untuk menatapnya.

Sementara di istana utama, pesta telah dimulai.

Musik lembut mengalun, para bangsawan menari dan berbincang dengan tawa palsu mereka. Tapi semua akan berubah begitu sosok itu melangkah masuk.

Sang bayangan kerajaan yang terlupakan akan kembali—dan semua mata akan tertuju padanya.

1
彡 Misaki ZawaZhu-!
Bingung mau ngapain setelah baca cerita ini, bener-bener seru!
Nori
Buku-buku sebelumnya sudah seru, tapi yang ini bikin aku ngerasa emosi banget.
Brian
Terpesona
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!