NovelToon NovelToon
Embers Of The Twin Fates

Embers Of The Twin Fates

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Action / Romantis / Fantasi / Epik Petualangan / Mengubah Takdir
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: ibar

di dunia zentaria, ada sebuah kekaisaran yang berdiri megah di benua Laurentia, kekaisaran terbesar memimpin penuh Banua tersebut.

tapi hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, pada saat malam hari menjelang fajar kekaisaran tersebut runtuh dan hanya menyisakan puing-puing bangunan.

Kenzie Laurent dan adiknya Reinzie Laurent terpaksa harus berpisah demi keamanan mereka untuk menghindar dari kejaran dari seorang penghianat bernama Zarco.

hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, kedua pangeran itu memiliki jalan mereka masing-masing.

> dunia tidak kehilangan harapan dan cahaya, melainkan kegelapan itu sendiri lah kekurangan terangnya <

> "Di dunia yang hanya menghormati kekuatan, kasih sayang bisa menjadi kutukan, dan takdir… bisa jadi pedang yang menebas keluarga sendiri <.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rutinitas Latihan Berat

Pagi telah datang, kali ini dengan udara yang jauh lebih segar dari pada hari-hari sebelumnya.

Aku berdiri tegap, atau setidaknya mencoba terlihat baik di depan tuan arvendel

Sementara orang yang telah menjadi guru bagi ku, memegang sebuah pedang kayu untuk di pakai latihan…

Aku menatap pedang itu.

Meski hanya kayu, rasanya seperti menerima sebuah janji baru.

Kemudian tuan arvendel meletakkan pedang itu di tangan ku.

“Pegang,” katanya singkat.

Aku mengangkatnya—dan hampir menjatuhkannya.

“A—apa… ini… berat sekali!?” seru diriku terkejut.

~Arvendel mengangguk kecil...~

“Di dalamnya tertanam crystal gravitasi."

"Beban totalnya… lima belas kali lipat benda biasa, Atau sekitar 15 kilogram.”

Aku menelan ludah keras-keras.

“Lima… belas… Kilogram… untuk pedang kayu!?”

“Benar.."

"Mulai hari ini!, kau akan berlatih mengayunkan pedang itu sambil mempertahankan kuda-kuda."

"Tidak ada waktu istirahat sampai matahari tepat berada di atas kepalamu.”

Aku menarik napas, membetulkan kuda-kuda pertamaku.

"Kakinya sedikit gemetar hanya karena menahan pedang itu dalam posisi siap." kata arvendel dalam hati

“Mulai...”

~Perintah arvendel~

Kemudian aku mengayunkan pedang.

Satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

Pada ayunan ke-20, lenganku sudah bergetar.

Pada ayunan ke-50, pundak ku terasa seperti dicengkeram besi panas.

Apakah latihan beladiri segila ini

Latihan ini hampir menyiksaku.

Pada ayunan ke-200… Aku hampir tak merasakan lenganku lagi.

"ahh.... Sialan... Tanganku hampir tak merasakan apapun!"

"Sepertinya aku sudah tak sanggup"

kataku dalam diam di pikiranku.

Namun aku terus mengayun—karena tuan arvendel hanya berdiri sambil mengamati, matanya tajam menilai setiap gerakan ku.

“Jaga kuda-kudamu tetap rendah,” katanya

Aku menahan napas, menurunkan pinggulku lagi.

"apa aku harus bilang, bahwa aku butuh istirahat..."

"Tapi jika aku mengeluh padanya mungkin, aku akan mendapatkan hukuman darinya.."

"Ahh sial aku harus bertahan"

Aku merintih dengan penuh keluhan dalam pikiran.

Ayunan demi ayunan...

Udara pedang terasa berat bagiku seperti aku merasa sedang menebas lautan batu.

Nafasku mulai tak beraturan, namun aku tetap melanjutkan.

~Matahari merayap naik… sampai akhirnya dunia diselimuti cahaya keemasan di puncak langit~

~Arvendel akhirnya mengangkat tangan~

“Cukup... Sekarang kamu boleh Istirahat.”

Aku langsung jatuh berlutut, pedang kayu itu terlempar dari genggamanku.

Akhirnya selesai juga.

“Hah… hah… latihan ini menguras tenaga ku…"

"Meski tidak sekeras berlari naik-turun bukit atau mendorong batu raksasa… tapi… tetap membuatku hampir pingsan…”

Tuan arvendel menepuk punggungku

“Latihan kuda-kuda sambil mengayun pedang itu melatih fondasimu."

"Tanpanya, teknik pedang apa pun tidak akan berguna.”

Aku mengangguk pelan sambil mengatur napas.

“Kalau dibandingkan latihan sebelumnya… yah… ini sedikit lebih ringan… tapi tetap membuat tanganku seperti ingin copot…”

~Arvendel tersenyum tipis~

“Baiklah.... Kamu boleh Makan dan Istirahat."

"Selesai itu kamu belajar mengontrol Ki.”

LATIHAN MENGONTROL KI

~Setelah makan siang sederhana, Arvendel duduk bersila dan memerintahkan Kenzie untuk meniru posisinya~

“Pejamkan mata. Rasakan aliran Ki di tubuhmu."

"Biarkan energimu turun ke pusat tubuhmu, jadikan satu ke dalam pusat, kemudian alirkan ke seluruh bagian tubuhmu.”

Aku mencobanya, namun yang aku rasakan hanyalah denyutan sakit dari otot yang bekerja terlalu keras.

“Aku… tidak merasakan apa pun…”

“Itu karena pikiranmu masih kacau."

"Atur napasmu dan fokus kan pikiranmu ke satu titik.”

Aku kembali mencoba.

Lima menit…

Sepuluh menit…

Tiga puluh menit…

Hingga akhirnya, ada sesuatu.

Sebuah pusaran kecil, seperti aliran hangat pelan, terbentuk di pusat tubuhku.

“Aku… aku merasakannya!”

“Jangan kehilangan fokus,” perintah tuan arvendel cepat.

Kemudian aku menahan napas pelan, menjaga titik energi itu agar tidak pecah.

Butuh waktu lama, namun pada akhirnya aku mampu mempertahankannya selama beberapa detik tanpa buyar.

“Itu awal yang bagus,” kata tuan arvendel.

“Sekarang lanjut latih pedang lagi.”

“Lagi…?”

“iya lagi... Tidak ada kata tidak sebab latihan tidak akan menunggu orang lemah.”

"Malamnya kamu akan belajar jurus yang akan ku berikan padamu"

"Jurus.... Apakah latihan ku kedepan akan fokus pada latihan jurus saja"

Aku senang mendengarnya tapi....

Tuan arvendel berkata kembali

"Tidak.... Latihanmu akan seperti ini dan kamu akan melakukannya setiap hari!."

Aku merasa frustasi namun...

Aku mengingat tujuan awalku

Hanya menjadi kuat.. Aku bisa melindungi orang yang aku sayangi.

"Baiklah... Aku siap"

Aku berdiri pelan, mengambil pedang kayu berat itu lagi, dan kembali mengayun hingga matahari tenggelam.

 

_______________________..______________________

Hari demi hari…

Minggu demi minggu…

Siklus pada rutinitas latihan ini tak berubah

Dan terus berlanjut.

Dini hari

→ Lari naik-turun bukit sampai fajar.

Pagi – Siang

→ Mengayunkan pedang dengan beban gila-gilaan sambil mempertahankan dasar kuda-kuda.

Siang – Sore

→ Meditasi Ki, menstabilkan pusaran energi di dantian.

Sore – Senja

→ Lari naik turun bukit lagi sambil menebas bebatuan.

Aku hendak mengeluh tapi...

Aku takut, kerena jika aku mengeluh pasti akan ada hukuman yang akan diberikan padaku.

Malam

→ Latihan jurus berpedang dari tuan arvendel.

Hingga sampai di titik ketika tubuhku mulai terbiasa…

Pedang kayu itu akan menambah beratnya sendiri.

Awalnya 15 kilogram.

Lalu 20 kilogram.

25 kilogram.

35 kilogram.

Hingga aku tak bisa lagi mengayunkan tanpa menggertakkan gigi.

Tapi setiap kali aku mencapai batasku…

Tuan arvendel hanya berkata:

“Kau belum menyentuh batasmu. Teruskan.”

Aku memaksakan dirinku.

Tanganku sering berdarah

Pundak ku tak jarang memar.

Tetapi setiap malam aku menutup mata dan berkata pada diriku:

“Aku memilih jalan ini… aku tidak boleh berhenti…”

Bulan Demi Bulan — Tahun Demi Tahun

Latihan meningkat.

Lari naik bukit sembari mengayun pedang berat.

Menebas batu-batu besar sampai terbelah

Begitu pula saat menuruni bukit

Aku tetap mengayunkan pedang menebas betuan yang ada di depanku.

Meditasi Ki hingga pusat energi bergetar kuat.

Jurus demi jurus diajarkan setiap malam.

Dan perlahan, tanpa aku sadari—tubuhku berubah.

Menjadi lebih kuat.

Lebih cepat.

Lebih tegap.

Pedang kayu ini kini berbobot 100 Kilogram, namun aku bisa mengayunkannya dengan satu tangan.

Musim berganti.

Hujan badai, salju tipis, kemarau panjang, semua Aku lalui tanpa melewatkan satu hari pun latihan.

~Arvendel sendiri terkadang terkejut melihat progres muridnya itu~

“Anak ini… benar-benar dilahirkan dengan tekat yang kuat…” kata Arvendel suatu malam, meski tidak pernah ia sampaikan langsung pada Kenzie.

Sesekali saat tuan arvendel tidak ada di tempat latihan

Aku mulai meninggalkan latihan dan pergi berjalan jalan melihat area sekeliling tempat kami tinggal

Walaupun hanya sesekali tapi itu bisa menutup rasa bosanku.

 

TUJUH TAHUN KEMUDIAN

Waktu berlalu begitu saja

Dan setiap harinya ku habiskan dengan latihan keras.

Usia ku kini 22 tahun.

Tubuhku berubah total.

Punggungku tegap seperti baja.

Nafasku stabil seperti aliran sungai gunung.

Tatapanku tajam dan tenang, penuh kontrol atas diriku sendiri.

Suatu pagi.

Aku berdiri di tengah hutan.

Di tanganku hanya ada sebatang ranting pohon.

Tuan arvendel menatap dari kejauhan tanpa bersuara.

Aku menarik napas… memusatkan Ki ke dantian… lalu mengayunkan ranting itu.

SWOOSH!

Ranting kecil itu melesat seperti sabetan pedang tajam.

Batu besar di depanku...

Batu yang dulu pernah aku dorong dengan susah payah di hari pertama latihan berat ku kini Terbelah menjadi dua.

Dengan satu ayunan menggunakan ranting pohon

Batu itu terbelah dua seperti sebuah apel yang mudah untuk di belah.

Aku menatap serpihan batu itu, lalu menutup mata.

Dan tiba-tiba…

Aku berkata.

~Seperti menumpahkan isi hatinya setelah 7 tahun berjuang melakukan latihan yang sangat berat setiap hari~

“Tujuh tahun… tujuh tahun aku berlatih di tempat ini.”

“Awalnya aku bahkan tidak bisa berlari naik dan turun bukit satu kali tanpa terjatuh tersungkur."

"Pedang kayu yang beratnya itu, terasa seperti aku sedang memikul gunung di tanganku.”

“Aku pernah hampir menyerah. Pernah menangis diam-diam saat malam datang."

"Pernah mempertanyakan kenapa tubuhku begitu lemah…”

“Tapi setiap kali aku hendak berhenti, aku mengingat wajah Reinzie… Chelsea… dan semua yang hilang karena kelemahanku.”

“Jadi aku terus berlari"

"Terus mengayun"

"Terus mengatur napas dan fokusku"

"Terus memusatkan dan memadatkan Ki.”

“Dan hari ini…”

~ia membuka matanya, menatap belahan batu itu~

“Aku bisa membelah batu… hanya dengan ranting.”

Aku tersenyum tipis

Senyum seorang yang telah berjuang melampaui batas manusia.

“Ini baru awal."

"Jalanku masih panjang"

"Tapi setidaknya aku yang sekarang… Tidak sama seperti diriku yang dulu.”

~Di belakangnya, Arvendel tersenyum sangat tipis, senyum bangga seorang guru yang jarang ia tunjukkan~

“Bagus, Kenzie,” katanya pelan.

“Sekarang… tunjukkan jurus yang kau pelajari selama tujuh tahun terakhir.”

"Baik..."

Kemudian aku mengangkat ranting kecil itu lagi.

Kuda-kuda ku mantap.

Aliran Ki stabil.

Pusaran dantian berdenyut kuat seperti lautan.

Aku mulai menari, menebas, memutar, dan memecah udara dengan jurus yang telah aku tempa selama bertahun-tahun.

Dan dari senja pertama hingga malam terakhir.

Semua proses telah aku lalui dengan kerja kerasku.

****************

1
أسوين سي
💪💪💪
أسوين سي
👍
{LanLan}.CNL
keren
LanLan.CNL
ayok bantu support
أسوين سي: mudah-mudahan ceritanya bagus sebagus Qing Ruo
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!