Setelah kematian ayahnya, Renjana Seana terombang-ambing dalam kehidupan tak terarah, gadis yang baru menginjak umur 20 an tahun dihadapkan dengan kehidupan dunia yang sesungguhnya disaat ayahnya tidak meninggalkan pesan apapun. Dalam keputusasaan, Renjana memutuskan mengakhiri hidupnya dengan terjun ke derasnya air sungai. Namun takdir berkata lain saat Arjuna Mahatma menyelamatkannya dan berakhir di daratan tahun 1981. Petualangan panjang membawa Renjana dan Arjuna menemukan semua rahasia yang tersimpan di masa lalu, rahasia yang membuat mereka menyadari banyak hal mengenai kehidupan dan bagaimana menghargai setiap nyawa yang diijinkan menghirup udara.
by winter4ngel
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ela Safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam yang sepi
Pembangunan belum merata akan sangat terasa jika datang dari kota ke desa, bukan hanya perihal jalan melainkan juga listrik. Tidak semua rumah bisa di aliri listrik, kebanyakan belum ada dan hanya ada di pusat desanya, atau rumah konglomerat yang bisa membeli fasilitas lebih. Kamar mandi atau yang disebut dengan sumur, pada zaman ini masih banyak yang tidak memiliki kamar mandi sendiri. Kebanyakan satu lingkup menggunakan kamar mandi yang sama, itupun berbentuk terbuka, tanpa atap dan hanya diberi penutup di semua sisi saja.
Beruntung rumah yang Renjana dan Arjuna tempati memiliki kamar mandi yang dekat, walaupun harus menimba air dari sumur terlebih dahulu menggunakan ember yang di tarik ke atas kemudian dijatuhkan kembali. Seperti itu terus hingga bak mandi yang mereka gunakan mandi penuh air, tidak peduli apakah air itu bersih atau tidak. Ada sumber air sudah sangat bersyukur, langit sudah gelap hanya diterangi oleh cahaya rembulan saja saat Arjuna menimba air di sumur dengan bantuan Renjana.
Renjana melihat sekeliling mereka yang sepi, hanya ada beberapa dedaunan yang kadang bergoyang karena diterpa angin. Belum lagi suara hewan-hewan malam, terutama suara burung hantu yang membuat Renjana takut setengah mati.
"Kenapa nggak besok aja mandinya? Ini sangat creepy." Ucap Renjana sambil menoleh ke kanan kiri, tangan kirinya pun memegang ujung kaos yang Arjuna pakai.
"Ren, nggak usah berlebihan. Lagian kalau kita nggak mandi sekarang, besok ga akan sempat mandi. Aku juga ga bisa tidur kalau tubuh lengket. Kata Bu Mirah, ini sumur di gunakan banyak orang, jadi kalau nunggu besok malah ramai." Jelas Arjuna. "Nanti kamu mandi duluan kalau embernya udah penuh, aku jagain di luar."
"Tapi-."
"Atau aku duluan aja?."
"Enggak, aku duluan aja."
"Makanya."
Satu ember penuh, Arjuna membawa ember tersebut masuk kedalam bilik kamar mandi, sebenarnya tidak ada penerangan sama sekali, hanya ada lampu minyak, itupun tidak begitu membantu penerangan sama sekali.
"Juna..."
"Apalagi Renjana..."
"Jangan ditinggal."
"Enggak, ini aku juga mau ambil air lagi buat mandi. Udah buruan mandi sana."
Akhirnya Renjana masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan badan, dia ingin berganti pakaian tapi tidak memiliki pakaian lain. Saat melepaskan celana panjangnya, Renjana menemukan satu koin di dalam saku, uang koin 500an merah yang berlaku di tahun ini.
Sama seperti Renjana, setelah wanita itu membersihkan badan hanya menggunakan air saja, kemudian bergantian dengan Arjuna. Mereka cukup lama menghabiskan waktu dari mengisi air hingga selesai mandi, saling menunggu satu sama lain dan kembali ke rumah setelah semuanya selesai.
Lokasi kamar mandi dan rumah terpisah, bahkan untuk dapur pun juga terpisah dari rumah utama, itu di karenakan agar asap pembakaran kayu tidak memenuhi rumah dan mengganggu kehidupan didalamnya. Kamar mandi dibuat lebih jauh dari rumah dan dapur karena kamar mandi memang digunakan bersama. Membuat sumur itu membutuhkan banyak biaya dan tidak semua orang sanggup membayar sebanyak itu untuk membuat sumur baru, ketimbang membuat lagi dan lagi, banyak orang memilih untuk menggunakan satu sumur umum.
Baik Renjana maupun Arjuna masih terjaga, tidak tahu sekarang jam berapa karena jam yang melingkar di pergelangan tangan Renjana mati. Kemungkinan mati karena kemasukan air, sedangkan mereka berdua sama sekali tidak membawa apapun kecuali diri dan pakain yang melekat di tubuh yang terbawa sampai disini. Arjuna duduk di tikar sedangkan Renjana duduk di ranjang.
"Tidur aja, keburu pagi." Ucap Arjuna yang sebenarnya tahu kalau Renjana pasti sama sepertinya yang tidak bisa memejamkan mata sama sekali.
"Mana bisa, aku bahkan nggak tau aku masih hidup atau sudah mati."
"Kita pikirkan lagi besok, kalau kamu nggak mau tidur, biar aku yang tidur." Arjuna beranjak dari tikar dan naik ke atas ranjang.
"Ngapain kamu naik kesini?." Renjana memeluk tubuhnya dan menjauh dari Arjuna.
"Tidur, kalau aku tidur di bawah. Mereka akan curiga hubungan kita, jadi gini aja." Arjuna merebahkan tubuhnya di sebelah Renjana dan mulai memejamkan mata.
"Kalau gitu-."
"Aku ga akan apa-apa in kalau emang kamu takut soal itu, aku ga ada waktu buat hal konyol. Kondisi kita ini udah ga masuk akal jadi jangan berpikir yang terlalu jauh." Arjuna memutar tubuhnya membelakangi Renjana, "Tidur sekarang, kalau ga bisa tetap pejamkan mata ntar tidur sendiri."
Pada akhirnya Renjana ikut bergabung dengan Arjuna ke alam mimpi, dia tidak berharap banyak bisa bangun di kamar hangatnya, Renjana malah berharap dia masih di tempat ini, setidaknya dia ingin bertemu dengan ayahnya sekali saja untuk mengobati kerinduan, walaupun rasanya kurang karena Renjana ingin menanyakan banyak hal padanya yang di masa depan sudah tidak ada.
Pipi Renjana basah, gadis itu terisak dalam tidur panjangnya. Dalam keadaan mata yang terpejam, Renjana hanya terus menangis hingga membangunkan Arjuna yang tidur di sebelahnya. Mata Arjuna yang terbuka langsung melihat Renjana yang berada di dekatnya, Arjuna langsung bangun dan menyentuh lengan Renjana. Namun, kegiatannya terhenti saat Arjuna merasakan apa yang Renjana rasakan, melihat air mata yang jatuh terlalu deras membuat Arjuna tidak bisa melakukan apapun, rasanya sangat sakit melihat itu.
Tangan Arjuna terulur menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Renjana, keringat dingin membasahi dahinya, perlahan Arjuna mengusapnya. “Apa rasanya sesakit itu hingga membuatmu merasakan sakitnya walaupun dalam tidur?.” Arjuna merasa sangat bersalah karena mencampuri kehidupan Renjana, menolongnya untuk tetap hidup padahal dia tidak tahu seberapa sulit hidupnya.
Mata Renjana mengerjap, Arjuna langsung menjauhkan tangannya dan beranjak dari ranjang. terlihat Renjana langsung menghapus air mata dan bangun dari tidur, gadis itu terlihat baik-baik saja walaupun hanya diam.
“Aku akan keluar sebentar, mau cek di luar.” Ucap Arjuna meninggalkan Renjana yang masih berada di atas ranjang tidak mengatakan apapun selain hanya mengangguk.
Pagi itu Bu Mirah sudah menyiapkan sarapan seadanya, nasi jagung dengan ikan asin dan sayuran yang di petik di halaman depan. Meja makan yang biasa diisi dua orang sekarang bertambah dua orang lainnya ikut bergabung. Sejak bangun tidur, Renjana tidak banyak bicara, dia hanya menjawab seadanya dan kadang tersenyum tipis.
Arjuna mengambil ikan yang ada di piringnya dan meletakkan di atas piring Renjana sambil tersenyum, melihat hal itu membuat Bu Mirah dan Pak Djoko ikut tersenyum karena ingat masa muda mereka dulu yang tidak jauh romantis dari itu.
“Oh ya, saya sudah bilang ke Pak Danu kalau kamu mau bertemu dengannya masalah jam tangan.”
“Iya benar pak.”
“Nanti beliau kesini, ini jam tangannya.” Pak Djoko mengembalikan jam tangan milik Arjuna.
“Terimakasih banyak pak.”
Selesai makan, Renjana duduk di halaman depan. Bu Mirah berada di halam belakang mengurus tumbuhannya dan Pak Djoko sudah pergi ke ladang setelah sarapan pagi. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing pada umumnya.
Arjuna ikut duduk di sebelah Renjana sambil menunggu kedatangan Pak Danu, “Ada yang kamu pikirkan? Jangan di pendam sendiri, aku minta maaf karena ikut campur dengan keputusanmu hingga membuat kita sampai disini.”
“Aku bahagia karena aku sampai disini, tapi rasanya semua percuma. Di masa depan Ayahku tetap tidak akan hidup kembali walaupun aku bisa menemuinya disini.”
“Ren-.”
“Aku tau.”
“Aku udah janji akan menemanimu menemui mereka, tapi aku harap kamu hanya melihatnya dari jauh. Jangan mengubah apapun yang ada disini sebelum kita kembali.”
“Thanks Jun, kamu udah banyak bantuin.”
“Kita hanya harus bekerjasama untuk pulang.” Arjuna tersenyum lembut pada Renjana.
Mata mereka saling bertemu, ada rasa yang menjalar di hati tapi enggan di teruskan, bukan saatnya jatuh hati. Kedatangan Pak Danu menyadarkan mereka berdua dari lamunan masing-masing.
Pak Danu adalah seorang pedagang paling terkenal di desa ini, dia biasa membeli barang-barang bernilai milik warga lalu dijual kembali ke kota besar. Dari gaya hidupnya, pak Danu tidak miskin, dia cukup kaya untuk memutar uang miliknya dan mengembangkan usahanya hingga sebesar sekarang. Pak Danu salah satu orang terkaya di desa itu, sayangnya dia punya dua istri atau bahkan ada beberapa istri yang tidak terdeteksi tempat tinggalnya.
“Saya Danu.” Pria itu menjabat tangan Arjuna dan Renjana, tapi pandangan Pak Danu lebih tertarik pada Renjana yang membuat Arjuna sedikit kesal.
“Saya Arjuna dan ini istri saya Renjana.”
“Kata Pak Djoko punya barang bagus.”
“Benar Pak.” Arjuna menunjukkan jam tangannya.
Pak Danu mengambil jam tangan tersebut dan di cek menggunakan kaca pembesarnya di beberapa sisi. “Mahal ini. Dari luar negeri?.”
“Ya, dari orang tua.” Sebenarnya Arjuna juga tidak tahu apapun, dia hanya tau jam tangannya bermerek Rolex makanya dia selalu memakai jam tangan itu walaupun beberapa kali harus bawa ke tukang reparasi untuk memperbaiki bagian yang rusak karena dimakan waktu. Tapi hal aneh yang tidak disadarinya adalah, jam tangan itu tidak seperti jam tangan tua, melainkan seperti jam tangan yang masih baru.
Rolex Sea Dweller 4000 atau jam tangan keluaran dari Rolex pada tahun 1978, jam tangan ini kedap air sampai kedalaman 1220 meter atau 4000 kaki sehingga memiliki nama Sea Dweller 4000 karena kegunaannya. Dari banyaknya jam keluaran Rolex, ini salah satu jam yang cukup populer dari segi fungsinya bagi orang-orang yang bekerja pada penelitian air. Di masa depan, jam tangan ini dibanderol cukup mahal, bahkan di angka jutaan atau ada yang milyaran mengingat bagaimana sejarah dan perjalanan jam ini yang panjang.
“Dua juga bagaimana? Kalau lepas, saya akan ambilkan uangnya sekarang.”
“Baiklah.”
Pak Danu kembali pulang ke rumahnya dan benar pria berumur 45 tahunan itu membawa satu kantong plastik hitam berisi uang 10.000 an berjumlah 200 lembar atau setara dengan 2 juta rupiah. Pada zaman ini, uang segitu adalah nilai yang sangat besar.
“Senang berjual beli dengan anda.” Pak Danu Tersenyum menerima jam tangan milik Arjuna sedangkan Arjuna juga senang dia punya pegangan uang cukup banyak walaupun harus kehilangan jam tangan kesayangannya.