Kegaduhan dunia sihir membawa malapetaka di dunia manusia, petualangan seorang gadis yang bernama Erika Hesly dan teman temannya untuk menghentikan kekacauan keseimbangan dunia nyata dan sihir.
apakah yang akan dilakukan Erika untuk menyelamatkan keduannya? mampukah seorang gadis berusia 16 tahun menghentikan kekacauan keseimbangan alam semesta?
Novel ini terinspirasi dari novel dan film Harry Potter, jadi jika kalian menyukai dunia fantasi seperti Harry Potter maka kalian wajib baca yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elicia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 6
Musim dingin tiba, aku menggosok telapak tanganku satu sama lain untuk menghangatkan diri, saat ini aku tengah berjalan menyusuri lorong Akademi untuk menuju ke aula Kantin.
kakiku terus berjalan sampai kesebuah pintu aula yang megah, pintu itu terbuka secara otomatis memperlihatkan keramaian kantin yang ada di dalamnya.
Aku menaruh jaket hangat ku di loker yang sudah di sediakan, saat sudah selesai aku berjalan kearah Kira dan Etor yang sedang sibuk berbincang.
"Hay Erika" sapa Etor saat aku mengambil duduk di sebelahnya
"Hai, apa yang kalian bicarakan?" Tanyaku
"Aku dengar ada mayat yang ditemukan di sekitar air terjun siren" jawab Kira dengan sedikit berbisik
Mendengar hal itu aku mulai mendekat kearahnya, cukup penasaran dengan berita itu.
"Mayat?" Ulang ku tidak percaya
"Yah...aku dengar mayat itu adalah pengguna sihir gelap" bisik Etor yang membuatku semakin penasaran
Sihir gelap, adalah sihir yang dilarang penggunaannya karena bisa merenggut nyawa sang pengguna, sihir gelap bisa seperti santet dan ilmu sihir yang mempengaruhi orang lain untuk keuntungan diri sendiri.
"Itu menyeramkan.." ucapku lirih
Kira dan Etor saling melepar pandangan, mereka menatapku kemudian mengaguk secara bersamaan.
"Yah..itu benar" ucap Etor menyetujui
"Ya...sebaiknya kita lebih berhati-hati lagi saat berpergian" ucap Kira
"...apalagi saat malam, kudengar para pengguna sihir gelap itu sedang mengincar sesuatu di Akademi kita" lanjut gadis itu
Aku mengaguk menyetujui perkataan Kira, bagaimanapun pengguna Sihir gelap sangat berbahaya untuk penyihir yang masih belajar.
Beberapa saat kemudian makan malam dimulai, dan obrolan kami berakhir. Menu makan malam di musim dingin kali ini adalah daging rusa panggang dengan berbagai saus yang disajikan oleh pekerja Akademi.
***
"Apa kau benar benar tidak ingin ikut bersama kami?" Tanya Kira
"Tidak, kalian pergi saja aku akan langsung pulang ke asrama untuk tidur" balasku
Kira dan Etor akan pergi ke kelas malam dari nyonya Seti, kelas malam tidak bersifat wajib untuk kami ikuti, itu hanya berisi pengenalan tumbuhan herbal dan obat-obatan herbal lain, jadi aku memutuskan untuk kembali ke asrama.
Ditengah perjalanan menuju asrama aku mengantongi tanganku, berharap itu dapat menghalangi rasa dingin yang saat ini menjalar di seluruh tubuhku.
Dari kejauhan aku melihat siswa yang berjalan kearah sebaliknya, itu adalah salah satu siswa dari kelas Potion di kelasku. Namanya Riki dia bukan tipe anak yang sering bergaul dengan anak yang lain, dia selalu menyendiri dan bergulat dengan pemikirannya sendiri. Aku mengangkat tanganku untuk menyapanya, mencoba bersikap baik kepadanya sampai...
"Ha-"
Brukk
Tangannya mencekikku dan memojokan ku di dinding berbatu, aku mencoba melepaskan cengkeramannya tapi tanganku terlalu lemah.
Aku menatap matanya yang sepenuhnya menghitam, wajahnya pucat dengan bercak hitam disekitar wajah dan lehernya. Riki menggenggam sesuatu di tangan kirinya saat tangan kanannya mencekik leherku sampai tubuhku melayang keatas.
Aku melihat kearah tangan kirinya yang memegang sesuatu berbentuk batu sihir berwarna ungu gelap, bibirnya merapal mantra membuat batu sihir di tangannya kirinya bersinar dan aku merasa sesuatu di dalam diriku terhisap keluar.
Brukk
Riki terhempas kesamping dan aku terduduk karena lemas, pandanganku kabur saat aku mendongak menatap kearah Riki terlempar.
"Azler..."
Lirihku melihat seorang laki-laki yang saat ini mengumpulkan energinya di satu titik untuk membuat sebuah pedang.
Aku melihat pertarungan diantara keduannya, Riki menggunakan batu sihir untuk memunculkan puluhan duri tajam yang siap menghantam Azler.
"Serang..." Guman Riki membuat puluhan duri itu meluncur kearah Azler
Dengan cepat Azler menghempaskan semua Duri itu dengan sekali hempasan pedangnya. Pedangnya yang bersinar diselimuti cahaya biru menunjukan bahwa energi yang dimilikinya adalah energi positif yang ia latih selama bertahun-tahun.
Dia mengayunkan pedangnya kearah Riki membuat laki-laki itu terpental dan terjatuh di tumpukan batu yang keras bersamaan dengan Duri yang ia gunakan sebagai senjata.
Tidak lama setelah itu Riki bangkit, disekitarnya dikelilingi asap merah tua yang sepertinya menambah kekuatan dari bocah itu, bercak di sekeliling leher dan wajahnya semakin tebal dan terlihat semakin jelas.
Kedua tangan Riki bergerak keatas membuat asap merah keluar dari bumi mengelilingi Azler, asap itu menyentuh langit sampai...
BRAKK...SRUKK
Sosok berjubah abu-abu itu menyerang Riki dan merebut batu sihir itu dengan sihirnya. Riki yang tergeletak di tanah mulai kesakitan tubuhnya mengering seperti terbakar.
Aku melihatnya sambil menutup mulutku saat seluruh tubuhnya berubah menjadi hitam arang kemudian lenyap menyatu dengan tanah.
Sosok bertudung itu mendatangiku begitupula dengan Azler, aku mencoba bangkit meski perasaan kaget masih menyelimuti ku. Saat aku bangun tiba-tiba rasa panas datang dari belakang leherku
Argh..
Aku memegang belakang leherku saat perasaan sakit dan panas mulai menyebar dan mengambil alih kesadaranku. Aku terjatuh di pelukan Azler saat tidak sadarkan diri.
Keadaan menjadi gelap, tidak ada yang bisa ku ingiat selain suara asing yang masuk ke indra pendengaranku
"Bawa dia"
***
Mataku gelap, telingaku mendengar dentingan logam yang memenuhi ruangan. Dimana aku? Suara apa itu? Dan perasaan menyengat apa ini? Pertanyaan itu terus berputar di otakku.
Rasa panas dari leherku tidak separah yang kurasakan sebelum pingsan, tapi perasaan aneh itu tetap ada dan terus menyakiti leherku.
Beberapa saat aku merasa mataku akhirnya bisa dibuka, aku membuka kelopak mataku secara perlahan, membiarkan cahaya remang remang dari ruangan masuk ke retina mataku.
"Hey nak...apa kau mendengar suaraku?" Suara asing memasuki telingaku
Aku mencoba mengeluarkan suara tapi tidak ada suara yang keluar membuatku memutuskan mengedipkan mataku untuk menjawabnya.
Seseorang berambut pirang dengan jubah putih dan hijau mulai mengambil sebuah ramuan dan meminumkannya ke mulutku.
Aku merasakan tubuhku sedikit menolak ramuan itu sebelum wanita itu merapal kan mantra dan membuat tubuhku menerima cairan yang diberikan.
Aku kembali tidak sadarkan diri, entah itu efek samping dari obat atau tubuhku yang lemah, aku tidak tau. Tapi yang pasti saat ini keadaanku sedang tidak baik-baik saja.
***
Azler POV
Namaku Azler, aku masuk di Akademi Gilforda dengan kegigihan ku berlatih ilmu sihir. Jika semua orang menganggap masuk kedalam Akademi Gilforda sebagai keberuntungan, maka untukku itu adalah sebuah kewajiban.
Kewajiban yang harus kulakukan untuk membuktikan kepada Ayahku, bahwa apa yang dia lakukan bisa aku lakukan. Jika kalian menganggap diriku haus akan pengakuan maka jawabannya ya, aku haus pengakuan dari ayahku sendiri.
jika saat kecil anak-anak lain bisa merangkak, maka aku diwajibkan bisa berlari. Saat mereka bisa membangkitkan sihirnya maka aku harus bisa mengendalikannya. aku dipaksa satu langkah di depan anak-anak normal meski aku tidak menyukainya.
aku berdiri menatap seorang gadis berambut merah yang kini terbaring tak sadarkan diri, gadis yang menarik perhatianku saat pertama kali melihatnya.
Namanya Erika, nama yang cantik untuk gadis pemarah dan berani. Saat pertama melihatnya di kedai makanan manis aku heran kenapa gadis itu melompat-lompat kegirangan saat dia mendapat hadiah permen coklat murahan di kedai itu, padahal jika dipikir-pikir harganya juga tidak seberapa.
saat kali kedua aku melihatnya yaitu di kantin Akademi, dimana saat itu dia menyadari aku memperhatikannya. Selanjutnya aku mengikutinya karena penasaran dengannya. Dan saat aku ingin mengajaknya bicara, dia malah marah marah membuat dia terlihat seperti tupai yang memakan kacang.
Meninggalkan topik tentang Erika...aku adalah salah satu siswa berbakat di Akademi Gilforda, aku bisa mengendalikan dan menggunakan energiku dalam jumlah besar tanpa kehilangan kendali.
para profesor yang mengetahuinya langsung memasukan ku sebagai salah satu penjaga Akademi Gilforda, seperti yang kalian tau aku berada di kelas Sorcerer, dan seperti yang kuharapkan aku berhasil mencapai peringkat terbaik dengan energi terbesar yang ada di Akademi Gilforda.
hal itu sedikit membuat para petinggi hawatir karena energiku yang bersih dalam jumlah yang besar, aku sempat tidak perduli sebelum saat aku kembali dari asrama Kelas Potion
Malam itu gelap aku menyusuri malam dengan langkah kaki sang santai, menikmati cahaya rembulan yang kini sudah tenggelam oleh awan.
Aku merasakan energi jahat yang membuatku bersiap mengeluarkan energiku, sikapku waspada saat aku mendengar suara erangan dari arah belakangku.
aku berbalik dengan cepat saat aku melihat pria bertudung abu-abu menancapkan pedang kearah wanita yang kini menjadi abu.
"a-apa?" aku terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
Pria bertudung itu menatapku dengan tatapan tajamnya, dia mendekat kearahku sampai aku menyadari dia salah satu petinggi di Akademi Gilforda.
"tenanglah, dia sudah mati" ucapnya memenangkan
"apa...apa itu?" tanyaku kepadanya.
"itu adalah alasan seseorang tidak diperbolehkan memakai sihir gelap" ucap pria itu
aku memandang kearah jasad yang sudah menjadi abu, mataku sedikit membelalak saat menyaksikannya, sampai suara pria itu kembali menyadarkan ku.
"sepertinya mereka mengincar mu karena kau, memiliki energi yang murni" ucapnya menyimpulkan
"Aku?" ucapku dengan nada bertanya
pria itu mengaguk dan mengulurkan tangannya kepadaku, aku mengernyitkan kening tidak paham dengan apa maksudnya.
"ikutlah...aku akan menunjukkan sesuatu" ucap pria itu.
Dengan sedikit ragu aku memang tangan nya, dan seketika angin berhembus diantara kami sampai saat kami tiba tiba berpindah tempat kesebuah ruangan dengan pencahayaan yang minim.
Dan dari sanalah aku memulai belajar dan mengikuti arahan orang itu, kini aku berdiri melihat keadaan Erika yang masih tertidur di kasur.
"apakah sangat parah?" tanyaku pada wanita yang tadi mengobatinya
"ya...tubuhnya menolak seluruh ramuan yang diberikan" jawabnya lembut.
"tapi tidak perlu hawatir...sekarang dia baik-baik saja" wanita itu tersenyum kearahku.
Aku mengaguk mengerti kemudian meninggalkannya keluar ruangan, apapun yang terjadi entah kenapa rasanya sedikit sakit saat melihat dia terluka.
"cepat buka matamu....tupai" ucapku dalam hati.