Enam bulan pernikahan yang terlihat bahagia ternyata tak menjamin kebahagiaan itu abadi. Anya merasa sudah memenangkan hati Adipati sepenuhnya, namun satu kiriman video menghancurkan semua kepercayaannya. Tanpa memberi ruang penjelasan, Anya memilih pergi... menghilang dari dunia Adipati, membawa serta rahasia besar dalam kandungannya.
Lima tahun berlalu. Anya kini hidup sebagai single mom di desa kecil, membesarkan putranya dan menjalankan usaha kue sederhana. Namun takdir membawanya kembali ke kota, menghadapi masa lalu yang belum selesai. Dalam sebuah acara penghargaan bergengsi, dia kembali bertemu Adipati—pria yang masih menyimpan luka dan tanya.
Adipati tak pernah menikah lagi, dan pertemuan itu membuatnya yakin: Anya adalah bagian dari hidup yang ingin ia perjuangkan kembali. Namun Anya tak ingin kembali terjebak dalam luka lama, apalagi jika Adipati masih menyimpan rahasia yang belum terjawab.
Akankah cinta mereka menemukan jalannya kembali? Atau justru masa lalu kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juwita Simangunsong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Hari ini aku kembali menemani mas Pati ke kantor. Aku berdiri di depan cermin, memastikan penampilanku sudah sempurna bahkan harus lebih dari kemarin karena aku tidak boleh terlihat jelek. Aku tidak mau Bram mengejek aku. Kemeja putih yang dipadukan dengan rok pensil hitam memberi kesan profesional, sementara sepatu hak tinggi ku menambah percaya diri. Setelah memastikan segalanya, aku keluar dari kamar dan menemui Mas Pati yang tampak sedang memeriksa sesuatu di ponselnya.
"Mas, ayo kita pergi ke kantor sekarang!" ujarku semangat.
Mas Pati menoleh, dan matanya langsung membesar saat melihatku. Aku bisa melihat dengan jelas bagaimana ekspresinya berubah dari kaget menjadi sedikit canggung.
"Kamu... kenapa pakai baju seperti itu?" tanyanya bingung karena kemarin aku hanya memakai gaun.
Aku tersenyum penuh percaya diri, mendekatinya dengan langkah mantap. "Mulai kemarin sekarang dan selamanya, aku akan menjadi sekretaris pribadimu. Aku akan ikut ke mana pun dan kapan pun aku harus selalu disamping kamu mas." tandas ku.
Mas Pati semakin melongo. "Ke mana dan kapan pun?" ulangnya, masih belum bisa mencerna ucapanku. "Termasuk ke kamar mandi?"
Aku tertawa kecil, menepuk bahunya. "Iya, lagian kita sudah halal kan, seperti yang aku katakan kemarin? Jadi nggak ada yang salah. Justru ini kesempatan buat kita semakin dekat," ujarku dengan nada penuh kepastian.
Mas Pati menghela napas panjang, seakan menyerah dengan tekad ku. Akhirnya, kami pergi bersama lagi ke kantor. Mas Pati berjalan di sampingku, sementara semua staf dan pegawai langsung memberikan hormat saat kami melangkah masuk. Tatapan mereka penuh rasa hormat, bahkan beberapa dari mereka mulai berbisik-bisik dengan kagum. Persis seperti kami datang kemarin ke kantor mas Pati pertama kali, mereka masih saja mengagumi kami.
"Pak Adipati dan Ibu Anya memang serasi banget," ujar seorang staf yang berdiri di meja resepsionis.
"Iya, mereka memang pasangan yang sempurna. Satunya gagah yang satu cantik." timpal yang lain.
Aku hanya tersenyum tipis, merasa puas dengan reaksi mereka dan itu menambah rasa percaya diri aku sebagai seorang istri dan wanita dan tidak boleh kalah bersaing dengan laki-laki. Namun, kebahagiaan itu seketika sirna saat kami memasuki ruangan kerja Mas Pati.
Di sana, berdiri seorang pria dengan wajah yang penuh percaya diri. Bram. Bram sudah ada di sana lagi diruangan mas Pati. Dia sepertinya tidak puas karena kemarin dia gagal membuat mas Pati pergi dengan nya.
Sekejap saja, ekspresi Mas Pati berubah drastis. Wajahnya pucat, matanya membesar, dan aku bisa merasakan ketegangan yang tiba-tiba kembali menyelimuti ruangan mas Pati. Tapi dengan cepat, dia mencoba tetap bersikap tenang.
"Kamu baru datang, Bram?" tanyanya dengan suara sedikit bergetar.
Bram tersenyum tipis, berjalan mendekati kami. "Iya, aku baru saja disini lima menit yang lalu. Lagi pula aku tidak perlu permisi kan untuk datang ke sini."
Lalu, tanpa ragu sedikit pun, Bram hendak memeluk Mas Pati. Tapi aku lebih cepat. Aku langsung menarik tubuh suamiku dan merangkulnya erat, menghadang Bram dengan tatapan tajam.
"Maaf, Pak Bram. Tidak seharusnya Anda menyentuh suami saya, karena saat ini dia sudah punya istri. Lagi pula seorang laki-laki berpasangan dengan seorang wanita bukan dengan seorang laki-laki juga." ujarku lantang, memastikan setiap kata terdengar jelas. "Lagi pula mas Pati milik saya, bukan milik Anda."
Bram berhenti di tempatnya. Rahangnya mengeras, seolah menahan emosi. Aku tahu dia ingin menyingkirkan ku dari ruangan ini agar bisa bebas dengan Mas Pati. Tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Oh, jadi kamu ini istri Pati? Kamu yakin Pati mencintai mu dan dia bernafsu ketika dengan kamu? Apa kamu pernah dia sentuh?" tanyanya dengan nada penuh sinis.
Aku tersenyum miring, menatapnya dengan penuh keyakinan. "Iya. Istri yang sah, baik secara hukum maupun agama. Dan satu lagi, perlu Pak Bram ketahui." Aku mendekat sedikit, menurunkan suaraku agar lebih menusuk, "Saya pasangan yang tidak melawan kodrat, karena saya punya sarang, bukan pedang. Kalau soal dia bernafsu atau tidak... jawaban nya tentu saja dia bernafsu. Kenapa? Pak Bram yang terhormat coba lihat body saya tentu sangat menggoda kecuali dengan anda pasti tidak karena Anda tidak normal."
Bram tersentak. Tapi alih-alih marah, dia justru tertawa sinis. "Oh... jadi kamu sudah tahu semua, ya?"
Aku mengangguk tanpa ragu. "Ya. Aku sudah tahu semuanya. Dan aku akan menyelamatkan pernikahan serta suami ku dari rongrongan manusia sepertimu," tandas ku tegas.
Bram mendengus, ekspresinya penuh rasa puas. "Menyelamatkan? Kamu tidak perlu melakukan itu," katanya dengan nada mengejek. "Karena sampai kapan pun, Adipati adalah milikku, bukan milikmu. Dia tidak pernah menyukai wanita. Pernikahan kalian hanya sekadar status."
Aku mencengkram lengan Mas Pati lebih erat. Aku bisa merasakan bagaimana tubuhnya sedikit gemetar. Aku tahu ada sesuatu yang masih disembunyikannya dari ku. Tapi kali ini, aku tidak akan mundur.
Aku menatap Bram dengan tatapan menusuk. "Kita lihat saja nanti siapa yang akan menang. Aku tidak akan membiarkan suamiku jatuh ke dalam hubungan kotor mu ini."
Bram hanya tersenyum sinis, matanya penuh kemenangan. Tapi aku tidak peduli. Aku sudah bertekad untuk mempertahankan rumah tanggaku, apa pun yang terjadi. "Jadi , saat ini Anda silahkan pulang dan jangan lagi Anda mengganggu rumah tangga kami."
Diluar dugaan mas Bram berusaha kembali untuk mendekati mas Pati, dia ingin menarik mas Pati dari samping ku.
Aku tidak mau kalah dengan Bram aku lebih dulu menarik kerah kemeja mas Pati dan mengulum bibir mas Pati. Aku sadar saat melakukan itu dan lucu nya mas Pati ikut mengimbangi permainan aku dan itu membuat Bram seperti orang kebakaran jenggot.
" Apa yang kamu lakukan hey wanita murahan!" Kata Bram dan dia menampar pipiku " Plak."
Dari sudut bibirku keluar darah segar aku tidak mau kalah aku juga menampar wajah Bram dan Bram kaget " Aku bukan wanita tapi aku Monster jika milik ku diusik oleh orang lain. Mulai saat ini aku tidak mau kalah apalagi mengalah untuk kamu Bram." Kata kata ku itu pasti terdengar jelas ditelinga Bram.
Bram juga menyeka sudut bibir nya dan benar saja darah segar juga keluar dari sudut bibir nya itu.
" Sudah Anya sudah." Kata mas Pati menegur ku.
" Mas , bilang sama kekasih kamu ini. Eh maksudnya mantan kekasih kamu ini. Dia salah orang aku bukan wanita lemah , aku juga kuat karena aku adalah mantan atlet taekwondo dengan ban hitam. Jadi , aku bukan lawan Bram pria banci yang berani hanya dengan wanita." Tandas ku.
" Aku pergi dulu Pati dan aku tunggu kau ditempat biasa nanti malam." Kata Bram sebelum pergi dan mas Pati hanya diam dan tidak menjawab.
Aku tersenyum penuh kemenangan melihat reaksi mas Pati. Reaksi yang memang harus dia lakukan.
Aku mencium pipi mas Pati " Terima kasih mas, sudah bisa bersikap dengan baik dalam menghadapi dia "
" Tapi, tadi kamu hampir celaka Anya." Kata mas Pati kuatir.
" Tidak mas, aku tidak apa-apa. Aku ini mantan atlet taekwondo dengan segudang prestasi mas. Jadi , kalau untuk melawan pria seperti Bram saja itu kecil mas." Kata ku tersenyum sambil merangkul pundak mas Pati.
Mas Pati tersenyum dan menoel hidung mancung ku " Kamu memang luar biasa dan aku baru kali ini dekat dengan wanita dan merasa nyaman."
" Itu makanya aku yakin kamu bukan golongan Bram mas." aku merangkul pundak mas Pati dan memberikan nya kecupan manis.