Duda tapi masih perjaka? Loh kok bisa? Percaya nggak? Buktiin yukk cap cuss!
---
Hanya othor remahan yang masih amatiran bukan othor profesional. Masih banyak belajar 😌 harap maklum dengan segala kekurangan❣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Bab ini telah direvisi....
Buru-buru pria tersebut menghubungi sekretaris Alice, mengatakan bahwa putrinya ingin bertemu. Namun ternyata, wanita itu sedang ada peninjauan bahan baku bersama tim manajemen produksi di pelosok desa.
Satpam tersebut lalu mengatakan informasi yang didapatnya. Sekali lagi, Chaca menggigit bibir bawahnya. Ia hampir menumpahkan air matanya kembali.
"Ayo, Non. Nanti malam saja ya ketemu sama Mommy," rayu Bi Ratih membalikkan bahu Chaca.
"Chaca mau ke tempat Daddy. Anterin ke sana ya, Nanny?" pintanya memelas.
Bi Ratih mengangguk penuh iba. Mereka kembali melangkah menuju mobil dan melaju ke tempat Alexander.
Hal yang sama pun terjadi. Alexander ternyata sedang dalam peninjauan lokasi pembangunan mall tak jauh dari kantor utamanya.
Chaca memaksa Mang Maman mengantarkannya ke sana. Mau tak mau sopir itu pun menuruti keinginan nona kecilnya.
Siang begitu terik, sinar mentari teramat menyengat menembus kulit. Saat ini matahari tepat berada di atas kepala.
Langkah gadis cilik itu terhenti ketika melihat hamparan luas para pekerja kontraktor. Bisingnya mesin-mesin besar menggema di telinganya. Matanya mengedar ke seluruh penjuru, dia kesulitan menemukan papanya di antara puluhan bahkan ratusan pekerja yang mengenakan helm itu.
"Ada apa ya, Dik? Bahaya di sini," cegat seorang security keluar dari pos jaga.
"Saya mencari Daddy," gumamnya lirih.
Bi Ratih menjelaskan bahwa Chaca mencari Alexander, satpam itu membelalak. Sepengetahuannya Alexander adalah sang pemilik proyek pembangunan ini.
Satpam itu berjonggkok menyamakan tingginya dengan Chaca, memegang kedua bahunya. "Beliau sedang ada meeting dengan para kontraktor, Dek. Mau nunggu di sini aja? Bahaya kalau masuk ke dalam. Tuh lihat banyak alat-alat berat."
Chaca mendongakkan kepalanya. Benar yang dikatakan pria di hadapannya. Akhirnya ia pun mengangguk pasrah. Bersama Bi Ratih, Chaca duduk di teras pos satpam. Padahal ia sudah ditawarkan duduk di dalam. Tapi Chaca memilih di luar, takut tidak tahu ketika papanya lewat nanti.
"Non, kalau capek tiduran aja sini." Bi Ratih menepuk pahanya. Namun Chaca menggeleng tanpa suara.
Hampir satu jam mereka menunggu. Tidak ada tanda-tanda papanya akan keluar. Matanya terus menatap ke dalam proyek.
Tanpa sengaja, ia melihat Gandhi sedang meneguk air mineral melalui celah pagar yang dibuat dari zeng. Matanya membelalak, senyum mengembang di bibir tipisnya.
Jam istirahat bagi para pekerja. Semua karyawan menghentikan aktivitasnya melepas penat sejenak. Ada yang langsung keluar mencari makan, ada yang makan di tempat dengan bekal. Seperti yang dilakukan Gandhi saat ini.
Gerbang pembatas yang terbuka membuat Chaca berlari masuk ke dalam. Bi Ratih terkejut, ia pun mengekori gadis itu.
"Kakak penjual brownis!" pekiknya setelah mengikis jarak beberapa meter dari Gandhi.
Gandhi menghentikan mengunyah makanan, ia menoleh ke sana kemari mencari sumber suara. Pandangannya bertemu dengan Chaca, gadis yang sempat ia tanyakan pada dirinya sendiri tadi.
Sontak Gandhi berdiri memegang tupperware sambil berjalan menghampiri Chaca.
"Hai, kamu ngapain di sini?" sapa Gandhi setelah berdiri di depan Chaca.
"Kakak, lihatlah. Aku dapat juara satu pada kelulusan seangkatanku loh!" pamernya bangga dengan senyum merekah mengabaikan pertanyaan Gandhi.
Gandhi menunduk, "Oh ya? Wah keren," pujinya ikut bahagia melihat pencapaian gadis kecil itu. "Selamat ya!" ucapnya mengusap kepala Chaca.
Tiba-tiba, pria itu melepaskan sebuah gelang berwarna hitam, yang dirajutnya sendiri dari benang. "Sini tangan kamu," pinta Gandhi.
Tangan kecil dan kurus mengulur di hadapannya. Gandhi memasangkan gelang itu, kembali merajutnya menyesuaikan ukuran lengan Chaca. "Ini hadiah dari Kakak, maaf ya Kakak cuma punya ini. Terus belajar dan jangan puas diri. Semangat!" Gandhi mengepalkan tangannya membentuk tinju.
Pria itu menaik turunkan alisnya, gadis itu terperangah. Ia terharu dengan pujian juga hadiah yang diberikan pria yang umurnya mungkin 8 tahun di atasnya.
Chaca turut mengepalkan tangan, meninju kepalan tangan Gandhi. "Semangat!" serunya lalu mereka tertawa bersama.
Bi Ratih tersenyum senang melihat nona kecilnya kembali riang. Sayup-sayup ia mendengar namanya dipanggil.
"Chaca! Ngapain kamu di sini? Cepat pulang!" bentak pria paruh baya dari dalam mobil.
Bersambung~
Tapi sekalinya baca novel atau nonton drama tentang ditinggal pergi selamanya oleh sesorang, rasanya seperti ngalamin kejadian itu sendiri 😭😭
sakit banget ini hati...
air mata juga ampe ngalir 😭
ampe merinding bacanya tuh
bener banget
hati-hati sama orang penyabar dan pendiam 😄
sekalinya kecewa langsung keluar dari mulut talak tiga...
kan kan kan
dasar buaya!
jeburin aja ke danau 😊
sombong amat!
kasihan sama orang lain tapi gk kasihan sama diri sendiri dan chaca...
kesel sama si gandhi 😤😡
eh pas disamperin udah jejer sama cewe lain 😭
sakitnya luar biasa
Bapak kandung apa bukan sih?
setidaknya kalau gk bisa beri perhatian ya gk usah main tangan lah 😭😭
kemarin kan sabtu katanya...
apa iya hari minggu kerja? 🤭