Pernikahan yang tidak mendapat restu dari kedua belah pihak keluarga seringkali menjadi konflik batin bagi menantu.
Zakia, gadis yang menikah dengan seorang pria yang meminangnya dengan penuh cinta harus menghadapi liku-liku hidup yang membuat ia begitu tertekan setiap hari karena perlakuan ibu mertuanya yang sangat kejam.
Akankah Zakia bisa menaklukkan ibu mertuanya? Akankah Zakia bisa membungkam Kejulitan ibu mertuanya?
Yuk! Ikuti kisah Zakia selanjutnya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harni zulesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Jangan Pulang Sebelum Berhasil
Zakia dan Bryan tidak bisa membantah keputusan dari Bu Siska, karena sekarang ini mereka tidak ada daya sama sekali untuk menjawab sepatah kata pun dari Bu Siska. Jika sampai Bu siska marah lagi, mereka bisa diusir dari rumah itu. Bryan dan Zakia tidak tahu harus pergi ke mana jika mereka sampai diusir.
"Hei, Pemalas! Kenapa kau malah bengong seperti itu? Sana cepat siapkan makan siang untuk kami! Apa kau akan membiarkan kami mati kelaparan?" bentak Bu Siska kepada Zakia yang masih larut di dalam pikiran yang tidak menentu.
Zakia yang bengong dari tadi terlonjak kaget mendengar bentakan dari ibu mertuanya itu.
"Ba-baik, Ma! Aku akan menyiapkannya sekarang!" jawab Zakia dengan patuh.
Tanpa menunggu perintah apapun lagi, Zakia segera beranjak dari kamar menuju dapur untuk menghidangkan makan siang yang sudah ia masak sejak tadi. Sementara Brian masih duduk di kamar, karena sesuai perkataan ibunya tadi, mereka tidak akan mendapatkan jatah makan siang hari ini.
"Lalu kenapa kau masih di sini Bryan?" tanya Bu Siska dengan nada kesal.
"Bukankah mama tidak mengizinkan aku dan Zakia ikut makan siang? Apakah mama berubah pikiran?" tanya Bryan, wajahnya berubah cerah karena ia pikir amarah ibunya sudah mereda.
"Siapa bilang aku berubah pikiran? Sana usaha cari kerja, kau pikir dengan bermalas-malasan di rumah ini, kerjaan akan datang sendiri menghampirimu?" Bu Siska berkata sambil menatap tidak suka pada anaknya itu.
"Bolehkah besok saja aku cari kerjanya, Ma? Hari ini aku capek banget Ma! Belum lagi masalah di kantor hari ini...."
Ucapan Bryan belum selesai, tapi ibunya langsung memotongnya.
"Jangan banyak alasan, Bryan! Jangan harap kau bisa bermalas-malasan di rumah ini. Jika kau tidak segera mendapatkan pekerjaan yang layak, maka aku tidak akan pernah membiarkan kalian hidup dengan tenang di rumahku!" kecam Bu Siska dengan serius.
Bu Siska berkata seperti itu kepada Bryan seolah-olah Bryan itu bukan anak kandungnya. Bryan merasa tidak dianggap sebagai darah daging di keluarga itu, padahal selama ini Bryan lah yang paling banyak ikut andil dalam memenuhi kebutuhan di rumah itu. Semua kebutuhan dan juga keperluan lain di rumah itu selalu Bryan tanggung tanpa perhitungan sama sekali semasa ia mempunyai penghasilan yang lumayan.
Akan tetapi sekarang, saat ia sedang mengalami masalah dan keadaannya sangat terpuruk, bahkan untuk makan pun ia tidak diizinkan di rumah orang tuanya sendiri. Bryan dicampakkan setelah ia tidak bisa memberikan hasil apapun kepada keluarga itu, padahal setiap kali ia gajian, Bryan terlebih dulu akan menyerahkan semua gaji yang ia dapatkan selama sebulan kepada ibunya. Setelah itu ibunya akan memberikan beberapa lembar uang biru saja kepada dirinya untuk biaya transportasi pergi ke kantor.
Sementara Zakia, sejak menikah dengan Bryan dan tinggal di rumah mertuanya, Zakia bahkan tidak pernah memegang uang kecuali saat ia disuruh untuk berbelanja kebutuhan dapur oleh ibu mertuanya. Itupun uang sisa belanja akan diminta kembali oleh Bu Siska saat Zakia sudah pulang berbelanja. Bu Siska selalu mengatakan bahwa Zaskia tidak perlu memegang uang, karena Zakia sudah tinggal dan makan di rumah itu secara gratis.
"Aku akan bersiap-siap dulu, Ma! Setelah itu aku akan pergi mencari pekerjaan!" jawab Bryan dengan patuh.
Tidak ada pilihan lain bagi Bryan selain menuruti perkataan ibunya. Sesak di dadanya ia tahan, nyeri di kepalanya ia kesampingkan, rasa haus dan lapar yang menggerogotinya tidak ia pedulikan lagi. Bryan harus bisa mencari pekerjaan yang layak sesuai perintah ibunya.
"Cepat bersiap! Jangan pulang sebelum kau membawa hasil! Ingat, jangan mencari pekerjaan yang akan membuat aku dan keluarga ini malu!" Bu Siska memperingatkan Bryan lagi.
Bahkan ia tidak lagi menyebut dirinya sebagai "mama", tapi Bu Siska sudah menyebut "aku" kepada dirinya sendiri saat berbicara dengan Bryan.
"Baik, Ma! Aku akan mencoba mencari pekerjaan yang tidak akan membuat mama malu, meskipun aku belum tau dimana akan mendapatkan pekerjaan itu!" jawab Bryan.
"Ya kau harus cari sampai dapat! Pokoknya kalau kau belum bisa membawa hasil yang baik, mendingan kau tidak usah pulang sekalian. Jangan hanya bisanya merepotkan!" ucap Bu Siska membuat Bryan semakin merasa tidak dianggap oleh ibunya.
"Ma! Ada apa sih? Kok dari tadi mama marah-marah terus? Suara mama sampai kedengaran lo ke kamar aku, ada apa sih, Ma?" tanya Clara, yang datang dengan penampilan kusut dan mulut yang masih menguap karena baru bangun tidur.
"Mama lagi kesal, Clar. Si biang masalah itu lagi-lagi membawa petaka bagi keluarga ini!" jawab Bu Siska.
"Ma! Zakia..."
Bryan tidak diizinkan bicara sama sekali untuk membela istrinya.
"Ohh, si wanita udik itu lagi masalahnya, Ma! Pantas saja mama dari tadi ngomel mulu, tidur siang princess jadi terganggu. Nanti inces gak awet muda lagi gimana dong?" Clara berkata dengan suara manja, namun Bryan merasa jijik mendengarnya.
"Maaf, Clar! Abisnya mama sangat kesal, belum lagi si udik itu membuat Bryan dipecat!" sahut Bu Siska lagi.
"Apa? Bryan dipecat, Ma?" tanya Clara terkejut, persis seperti ekspresi Bu Siska saat tadi pertama kali mendengar Bryan dipecat.
"Ya!"
"Astaga, Ma! Berarti benar yang aku katakan semalam pada mama, firasatku tentu wanita kampungan itu memang benar, Ma!" balas Clara.
"Firasat apa, Mbak? Jangan selalu menghasut mama untuk membenci Zakia, Mbak! Sudah cukup mbak membuat mama benci padaku, anak kandungnya sendiri. Jangan tebar lagi fitnah yang bisa membuat mama semakin benci pada Zakia, aku mohon, Mbak!" pinta Bryan.
Bryan tau selama ini yang selalu menghasut dan mengadu domba antara dirinya dan ibunya adalah istri dari kakaknya itu. Clara selalu mempunyai cara untuk membuat Bu Siska selalu marah dan semakin bertambah benci kepada dirinya maupun kepada Zakia. Tapi ibunya itu sudah terlalu percaya kepada Clara, sampai suara hati anak kandungnya sendiri, tidak bisa ia dengarkan lagi.
"Loh, siapa yang menghasut sih, Bry? Aku mengatakan yang sesungguhnya! Buktinya semua ucapanku itu benar, istrimu itu memang pembawa sial bagi keluarga ini. Coba saja dulu kau menerima tawaranku untuk berkenalan dengan sepupu aku, mungkin hidupmu gak akan seperti ini, Bry!" ucap Clara sok perhatian.
"Hidupku baik-baik saja sampai sekarang, Mbak! Dan aku sangat bahagia dengan istriku. Mbak tidak perlu mencemaskan akan hal itu, urus aja hidup mbak, dan jangan menghasut aku dan Zakia dengan mama lagi!" kesal Bryan.
Ia masih mengingat dulu saat Clara bersikeras ingin menjodohkannya dengan sepupu Clara, tapi Bryan tidak mau, ia ingin tetap melanjutkan hubungan dengan Zakia. Ditambah lagi dengan kejadian tidak terduga dari wanita yang akan dikenalkan oleh Clara padanya.
Bersambung.