⛔BOCIL MENYINGKIR!!
Ameera Khansa adalah gadis yatim piatu yang menjadi tulang punggung untuk dua adiknya. Suatu malam ia dijebak sehingga ternodai oleh seorang CEO muda sebuah perusahaan terkemuka, Ghazi Finn Cullen.
Ameera menuntut tanggung jawab atas harta berharga yang sangat dijaganya selama ini, tetapi lelaki itu malah melemparkan uang sebagai harga keperawanannya. Finn juga menudingnya sebagai perempuan murahan yang rela menjual diri demi materi. Ia tidak tahu bagaimana kerasnya Ameera bekerja halal, meski butuh banyak uang untuk menutupi hutang, dan biaya berobat sang adik.
___
Ghazi Finn Cullen, seorang pria kaya raya penikmat kebebasan dan membenci keterikatan, terutama hubungan pernikahan. Ia butuh kekasih tetapi tidak merasa tidak butuh istri. Namun suatu hari, tindakan Ameera membuatnya terpaksa menikahi perempuan itu.
Bagaimanakah kehidupan pernikahan mereka?
FB/IG : Myoonaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Haruskah Bilang Padanya?
Dalam pandangan orang Finn mungkin pria liar, yang tinggal pilih wanita mana saja jadi penghangat ranjangnya. Tanpa mencari pun sudah banyak perempuan menawarkan diri, bahkan terang-terangan menggoda.
Siapa tak tertarik pada wajah rupawan Finn, apalagi kekayaan yang akan diwariskan pada sulung dua bersaudara itu tak akan habis tujuh turunan.
Namun, beginilah Finn. Ia memilih sabun sebagai teman pelampiasan. Dinding kamar mandi, cermin dan segala benda mati di dalam menjadi saksi berapa kali lelaki 31 tahun ini memberi *self service* saat terdesak. Bukan pada Laura yang kerap mengajaknya tidur bersama meski secara tak langsung. Bukan juga pada wanita-wanita penjaja diri yang diservis gratis pun akan ngantri mengular, jika ia mau.
"Mas? Mas masih lama?" Ameera mengetuk pintu kamar mandi dengan kurang sabar. Ia kebelet buang air kecil. Hawa kamar apartemen terlalu dingin untuknya yang biasa cuma berteman kipas angin.
"Mas?" Ameera mengulang panggilan. Kamar mandi sepi seolah tak ada lelaki masuk sejak tadi.
Apartemen ini memang terlihat mewah, tapi selain dapur dan bar cantik kesukaan Ameera, cuma ada single bedroom dan kamar mandi di dalamnya. Apartemen pribadi yang benar-benar menjaga privasi Finn selama ini, amat jarang dikunjungi teman atau keluarga. Satu-satunya tempat pria itu kabur menghindari keramaian.
"Kenapa?" Saat akan mengetuk lagi pintu sudah terbuka, menampilkan wajah pria memerah dan sedikit berkeringat.
"Maaf, saya kebelet, Mas." Ameera merapatkan kaki. "Mas sudah selesai?" tanyanya lagi melihat Finn terpaku di pintu.
O'oo... tanpa sengaja mata Ameera jatuh pada tengah celana Finn yang basah dan ada sesuatu menonjol dari dalam. Mata Ameera sontak membulat sembari membuang pandang, kakinya mundur memberi jarak agar pria itu segera keluar.
"Kenapa?"
"Oh, eng-gak kok."
Finn melewatinya dengan tak acuh.
"*Astaga, dia habis ngapain lama, ya*?" Ameera mengibas udara, menepis dugaan kotor dalam kepala.
\*\*\*
"Saya bawakan ini buat Opa." Ameera perlihatkan cream soup labu buatannya. Ia dengar dari pelayan di rumah Finn kalau Opa menyukai soup-soupan, selain pure sayur atau buah. Maka saat ia dan Finn disuruh ke rumah sakit siang ini, dengan cepat perempuan berkuncir satu tersebut menyiapkannya.
"Wahh, sepertinya sangat enak. Apa itu yang bulat?" Mata berbinar Opa Eddie menatap bola-bola putih di tengah soup.
"Ini bola-bola dari tepung beras, Opa. Biar Opa lebih bertenaga."
"Ah, kamu pintar sekali, cucuku. Finn beruntung punya istri sepertimu." Eddie tersenyum lepas, berpura tak menyadari seseorang di sebelah tempat tidurnya nyaris tersedak air liur sendiri.
"Tetap di sini, Finn. Apa opa sudah bau tanah sampai kamu tidak betah di sebelah opa lagi?" Ucapannya menahan gerak Finn yang akan beranjak.
*Kenapa sih Opa ini suka menguji kesabaranku*?
"Opa jangan berlebihan." Finn memaksa senyum yang tak sampai ke matanya. Ia kembali duduk dengan gerak kaku, menjadi tak nyaman karena harus berhadapan dengan Ameera, yang duduk di depannya mulai menyuapi sang kakek.
Demi Opa tadi Finn pulang saat jam istirahat siang. Setelah mendapat telepon Ken, asisten Eddie, minta mereka segera ke rumah sakit sebab ada hal penting yang mau Eddie bicarakan.
"Opa habiskan ya. Ini porsinya pas, kok. Nggak sedikit juga nggak terlalu mengenyangkan." Ameera refleks turut menganga saat Eddie membuka mulut lebar menerima suapan. Terlihat lucu di mata Finn.
"Pasti, pasti. Opa sangat suka. Enak. Rasanya pas!" Ujung telunjuk dan jempol Eddie membentuk 0.
Baru juga dua hari jadi istri Finn hubungan Ameera dengan orang tertua di keluarga Cullen tampak sangat akrab alami. Mereka bicara santai, dan sangat nyambung. Finn yang ada di situ saja seolah terlupakan.
Selain menatap ponsel, membalas pesan atau email, sesekali mata Finn jatuh pada wajah Ameera yang telaten menyuapi opa sambil ngobrol. Lebih banyaknya tersenyum mendengarkan lelaki tua itu bicara di sela suapannya.
"Kamu memang mirip omanya Finn. Telaten, lembut, dan sabar. Dari pertama lihat, opa sudah merasakannya," puji Eddie bertubi-tubi.
Sejak dianggap sudah jadi cucu, Ameera memang diminta memanggil opa seperti cucu lainnya.
Pipi Ameera merona. "Terima kasih, Opa, tapi menurut saya Oma pasti jauh lebih baik dari saya."
Eddie terkekeh senang. "Tidak jauh beda." Lagi, dua ujung jari dari tangan yang sudah lepas dari jarum infus menyatu. "Sedikit. Sekitar... angka sebelas dengan tiga belas,"
Ameera tak bisa menahan senyum terbaiknya terbit. "Opa bisa aja."
*Ck! Perempuan penipu! Pandai sekali mengambil hati orang tua*! Finn berdecak dalam hati, kesal melihat senyum itu makin menambah pujian berlebihan kakeknya.
Sungguh Finn juga benci dijadikan obat nyamuk.
"Apakah cucu Opa yang jadi suami saya ini juga mirip Opa?" Sudut mata Ameera melirik Finn yang tengah menatapnya.
"Maksudmu apa?" *Aku tua, gitu*? Lanjutnya dalam hati, dengan tatapan seakan bernafsu menelan orang.
"Tentu saja tidak." Eddie menggeleng. "Lihat saja mukanya bengis. Aku curiga dia bukan cucuku."
"Hum?" Senyum Ameera tertahan, pun dua alisnya menaik. Ekspresi terkejut ini agak lucu hingga mata Finn tanpa sadar tak berkedip menatapnya.
"Finn kepala batu, Ameera. Kamu tahu, sebelum ini dia maunya hidup sendiri sampai tua. Dia pikir bahagia hidup sendiri, tapi nyari dosa di luar dengan yang tidak halal? Bahagia dari mana itu?" Ameera melirik Finn, pria itu sibuk mengetik di layar ponsel.
"Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Kalau manusia sudah ada aturannya dengan pasangan yang sah. Yang halal." Usai minum, setelah menghabiskan soupnya, Eddie tampak bertenaga melanjutkan bicara panjang lebar. "Suamimu itu kaku. Bisa tahan lama diam seperti patung. Sementara opa, kamu lihat sendiri. Ramah, penyayang, punya hati yang mudah tersentuh." Kekeh Eddie bangga di akhir sindirannya, makin membuat panas tempat duduk Finn.
"Oh, opa sudah sehat? Perlu aku urus pulang sekarang?" sindir Finn balik. Dua hari lalu opa memaksanya menikah seolah hari itu akan menjadi hari terakhirnya, sekarang tampak lebih segar dan ceria. Ia jadi curiga, sebenarnya lelaki tua itu dirawat karena sakit ataukah tidak?
Eddie terkekeh sampai perutnya berguncang. "Kamu lihat, Ameera. Dia sangat tidak suka opa bahagia."
Finn berdecak kesal.
"Dia juga mudah tersinggung. Jadi opa harap kamu jangan kehabisan sabar menghadapinya."
\*\*\*
"*Menikah itu seperti membangun rumah. Ada pondasi, tiang, dinding, juga atap. Kesemuanya harus kuat biar tidak menimpamu atau mencelakai penghuni lain di dalamnya*." Tadi, saat Ameera pamit ke mushala rumah sakit karena belum shalat Dzuhur, Eddie bicara secara pribadi dengan Finn.
"*Walaupun pernikahan kalian terjadi berawal kesalahanmu, tetap saja kamu jadi orang utama yang bertanggung jawab*." Opa menarik napas panjang, tatapannya tampak termenung ke arah tembok putih di depan sana.
"*Cepat atau lambat, kalau Tuhan percayakan anak-anak dari rahim istrimu, percayalah, ada rasa berbeda yang kau temukan dalam dirimu, Finn. Apa itu? Nanti hatimu sendiri yang merasakannya*."
Kalimat demi kalimat Eddie masih pria ini ingat saat perjalanan bersama Ameera ke tempat wedding organizer pilihan maminya. Pekerjaan Ameera di restoran sejak kemarin hanya ambil shift malam, karena siang hari ia pulang ke rumahnya, atau sebentar menemani opa di rumah sakit, sambil ikut juga merencanakan resepsi bersama Jayna, sang mami mertua.
Sebenarnya Eddie meminta Ameera berhenti kerja, tapi ia tak mau melepas pekerjaan yang sudah menghidupi keluarganya 5 tahun terakhir.
"Kamu turun sendiri, saya harus kembali ke kantor," kata Finn saat sopir menghentikan mobil di depan ruko berlantai dua.
"Saya sendiri, Mas?"
"Ya." Finn menyahut tanpa berpaling dari layar ponsel, mengetik balasan pesan Laura, yang mengabarkan dirinya akan masuk di salah satu stasiun televisi nanti sore.
"Baik, Mas. Nggak apa, saya bisa minta arahan Mami nanti."
"Hm." Urusan resepsi Finn tak mau ikut campur. Lagi pula acara itu bukanlah keinginannya. Pernikahan mereka cuma sementara.
"Saya nggak usah dijemput nanti, Mas, mau ke rumah lagi sebelum kerja."
"Hemm." Siapa juga yang peduli?
Pintu sudah dibukakan sopir, Ameera mengambil cepat tangan Finn dan menempelkannya di pucuk hidung. "Assalamu'alaikum, Mas."
Dengan lidah kaku dan nyaris tak terdengar Finn menyahut. Ada rasa aneh menyeruak dalam dada pria ini hingga ia berdehem untuk menguasai diri.
\*\*\*
Jam semakin mendekati angka 11, Finn masih belum keluar dari ruang kerjanya. Tidak sibuk. Ia baru usai menjamu dua teman yang juga merupakan rekan bisnis. Mereka ngobrol santai hampir dua jam, berakhir dengan penolakan halus ajakan menuju club. Finn sedang kurang selera menikmati dunia gemerlap malam Jakarta saat ini.
*Apa Ameera sudah pulang*? batinnya.
Salah satu access card ada di perempuan itu, berjaga-jaga kalau ia pulang terlebih dahulu.
Keduanya seolah dikarantina di apartemen. Menurut opa, ruang tak begitu luas memungkinkan hubungan mereka lebih baik, lebih hangat di bulan madu awal ini. Akan beda cerita jika langsung tinggal di rumah yang terlalu luas.
Opanya tahu saja kalau ia memang mau menghindar sekamar dengan Ameera. Seperti yang dilakukannya beberapa malam ini.
Telepon dari Laura menggetarkan ponsel di meja depan Finn.
"Ya.."
"*Honey... kok datar banget si nyapanya, gak kayak biasa. Kamu di mana*?"
"Masih di kantor."
"*Kantor? Jam segini?! Ohh, my... kamu kenapa gak ke sini aja, Hon? Aku udah di apartemen, nih, tadi abis dari studio RCTV, lanjut pemotretan di rumah fashionnya Bu Dina Melati*." Suara Laura terdengar serak manja, sepertinya melaporkan aktivitas seharian tadi sambil berbaring.
"Hmm." Finn kembali melirik jam tangan.
"*Sekarang males banget mau kemana-mana lagi. Capek. Kamu ke sini dong, Honey... aku pengen tidur dipelukin*...." Entah kenapa kata-kata itu memunculkan bayangan Ameera yang memohon minta disentuh.
"Aku belum selesai, Sayang. Lihat nanti atau besok. Ada yang mau kukatakan padamu."
"*Bilang aja sekarang. Ada apa, Hon...? Masih ribut sama opamu*?"
"Hmm, bukan."
"*So*?"
"Aku bilang saat kita bertemu aja."
"*Yaudah deh. Baik-baik yaa, jangan sampe opamu marah. Gak baik buat masa depan kita*."
\*\*\*
Ameera baru sampai apartemen, wajah sedikit pucat, dan tubuhnya tampak lemas. Ia langsung bersiap mandi dengan air hangat seperti biasa.
"Kayaknya enak juga ya kalau berendam." Ia melihat bathtub, timbul rasa ingin mencoba. Berendam air hangat dengan sabun penuh busa sepertinya bisa mengurangi penat otot akibat aktivitas seharian tadi.
Ia mulai melepas semua pakaian setelah memastikan kamar mandi terkunci.
"Ogh, apa ini?" Mata Ameera membulat melihat noda merah di tengah \*\*\*\*\*\* \*\*\*\*\*\*\*\*.
Ya ampun Ameera baru ingat, kalau beberapa hari ke depan harusnya ia datang bulan, dan ini justru datang lebih cepat!
"Ya Allah...." Ameera mengusap wajah, memeluk dirinya sendiri, belum pernah ia merasa sebahagia ini belakangan.
*Artinya... aku nggak hamil*! *Aaaa*!
Hahh, ketakutan-ketakutan akan bayangan tragis hidup Biya sudah membuat Ameera bertindak cepat, hingga takdir membawanya menjadi istri Finn.
"Gimana ini...?"
"Apa aku harus bilang pada Finn? Dan... pernikahan ini akan berakhir?"
...Hai, teman-teman, bantu tap jempol, vote, gift, komentar, dan follow aku ya biar semangat lanjut ngetiknya 🥰 terima kasih banyaaak. ...
Skrang Lu sdar arti seorang Istri kan ?
Begitu jg Ameera, kapoookk
Untung aja saluran nafas lu masih Allah biarkan terpasang 🤦♀️🤦♀️🤦♀️
Lu bakalan ❤️ sm Ameera