Menghadapi kerasnya kehidupan, membuat Aqilla menjadi seorang wanita yang tegar. Semenjak kedua orangtuanya meninggal dalam suatu kecelakaan, membuatnya menjadi pribadi tertutup. Dengan merintis usaha kecil bersama sang adik, untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Dalam kondisi ekonomi yang dibilang sulit, ia tetap bertahan.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seseorang yang selalu berkaitan dengan darah, bahkan membunuh pun adalah kesehariannya. Namun hal itu tersembunyi dibalik kharismanya sebagai salah satu CEO di suatu perusahaan besar.
Bagaimana kelanjutannya?
Apakah yang akan terjadi jika mereka dipertemukan?
Penasarankan, ikuti terus up dari karyanya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Keesokan harinya...
" Permisi tuan, ini data yang anda inginkan." Jason menyerah sebuah map, yang berisikan data informasi dari seseorang.
Akhtar yang saat itu sedang menggerjakan beberapa berkas, segera menghentikannya. Menyambut map yang diberikan oleh sang asisten, perlahan ia mulai membaca data tersebut.
Aqilla Nadifa, namanya cukup bagus. Rupanya dia hidup dengan penuh perjuangan, di jaman sekarang para wanita akan mencintai uang, status bahkan mereka dengan rela menyerahkan harta yang paling berharga dalam hidup mereka untuk ditukar dengan semuanya. Tapi, gadis ini ternyata tidak seperti itu. Kedua orangtuanya sudah tidak ada, hidup hanya berdua dengan adik laki-laki. Hem, cukup lumayan. Heh, kenapa gue jadi mikirin tu cewek! Aih... Sungguh jauh dari tipe gue. Batin Akhtar.
" Kerja yang bagus Jas, lanjutkan saja kerjamu." Akhtar melemparkan map tersebur ke atas mejanya.
" Terima kasih tuan, saya permisi." Jason segera keluar dari ruangan bosnya itu dan melanjutkan pekerjaannya didalam ruangannya.
Setelah kepergian Jason, Akhtar masih mencerna informasi tentang Aqilla. Ada sedikit perasaan tertarik akan kepribadiannya, ia teringat disaat akan membuang bunga yang penggirimnya tidak diketahui. Sungguh hal ini membuat kepalanya berdenyut perlahan.
" Kenapa selalu terbayang dengan wanita itu? Akkhh... Sungguh bodoh. Menjijikkan sekali hal ini terjadi padaku, huh". Mendaratkan punggungnya untuk bersandar pada kursi kebesarannya, memejamkan mata dan terbayang kembali akan wajah wanita sang penghantar bunga.
" Aakkhh... Sial!!!" Akhtar menggerutu dengan menjambak rambutnya.
Ddrrtt...
Ddrrrt...
Ponsel Akhtar bergetar, ia kemudian menyeringai melihat nama yang menelfon.
" Heh, ada informasi apa?" Tanya Akhtar tanpa memberikan salam.
" Bos, sepertinya kita akan mendapatkan sedikit masalah. Sistem kita diretas oleh seseorang, dan mereka mencuri data kita. Sepertinya, ada yang ingin bermain-main dengan kita." Leo adalah asisten yang dipercayai oleh Akhtar di dunia bawah, dan ia juga seorang hecker yang terbaik. Tidak ada yang bisa mengalahkannya dari masalah IT.
" Apa aku harus menjelaskan lagi padamu Leo!!!?" Akhtar tau akan kinerja asistennya itu, tak ada yang perlu di khawatirkan.
" Hehehe, siap bos. Cuma mau laporan doang kok, hahaha. Oke bos, lanjut." Leo dengan segera memutuskan percakapan mereka, kalau tidak. Bisa mampus dia kena semburan larva dari mulut bosnya itu.
" Rupanya ada para pengganggu kecil yang ingin bermain-main denganku, heh. Sudah bosan hidup rupanya mereka." Dengan menyeringai seperti ingin menerkam mangsa, Akhtar merasa akan bermain lagi dengan benda kesayangannya, samurai.
💐💐💐🌸🌸🌸💐💐💐
Tok tok tok...
" Kak, Haykal berangkat ya." Haykal berpamitan dari balik pintu kamar sang kakak.
Merasa ada yang memanggil namanya, Aqilla dengan segera bangun dari tampat tidurnya.
Krekk...
Suara pintu terbuka...
" Eh, udah mau berangkat ya? Emangnya jam berapa sih ini?" Aqilla sembari menggucek matanya.
Dengan pelan, Haykal menyentil dahi si kakak. Tak...
" Aauuuwww " Menggusap dahinya yang terasa perih.
" Makanya jangan molor terus, dah jam setengah tujuh tuh. Mana sarapan belum ada, alamat sarapan dikantin lagi ini." Haykal sedikit menyindir Aqilla.
" Iya iya maaf, lain kali nanti kakak masakin ya. Kamu berangkat deh, nanti telat." Aqilla ingin sang adik menjadi orang yang sukses.
" Iya bawel, oh ya kak. Bunganya itu, mau di apain? Sayang banget di anggurin gitu aja." Tangan Haykal menunjuk ke arah bucket bunga yang tidak jadi diterima oleh orangnya.
" Huh! Nggak tau dek mau diapain. Biarin gitu aja dulu. " Aqilla menghembuskan nafasnya.
" Ya udh, Haykal berangkat ya. Assalamu'alaikum." Haykal mencium punggung tangan kanan kakaknya.
" Wa'alaikumussalam, hati-hati ya." Melepas sang adik berangkat kesekolah, Aqilla menjadi merindukan kedua orangtuannya.
" Ayah, Ibu. Qilla rindu." Tak terasa air matanya mulai menetes di sudut mata Aqilla.