NovelToon NovelToon
Obsesi Tuan Adrian

Obsesi Tuan Adrian

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / CEO / Diam-Diam Cinta / Mafia / Cintapertama / Balas Dendam
Popularitas:705
Nilai: 5
Nama Author: Azona W

Di tengah gemerlap kota yang tak pernah tidur, hidup mereka terikat oleh waktu yang tak adil. Pertemuan itu seharusnya hanya sekilas, satu detik yang seharusnya tak berarti. Namun, dalam sekejap, segalanya berubah. Hati mereka saling menemukan, justru di saat dunia menuntut untuk berpisah.

Ia adalah lelaki yang terjebak dalam masa lalu yang menghantuinya, sedangkan ia adalah perempuan yang berusaha meraih masa depan yang terus menjauh. Dua jiwa yang berbeda arah, dipertemukan oleh takdir yang kejam, menuntut cinta di saat yang paling mustahil.

Malam-malam mereka menjadi saksi, setiap tatapan, setiap senyuman, adalah rahasia yang tak boleh terbongkar. Waktu berjalan terlalu cepat, dan setiap detik bersama terasa seperti harta yang dicuri dari dunia. Semakin dekat mereka, semakin besar jarak yang harus dihadapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azona W, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Adrian

Elena menutup pintu rumah dengan keras, tubuhnya gemetar. Malam itu hujan kembali turun, deras mengetuk kaca jendela, namun yang lebih ribut adalah suara hatinya sendiri.

Ia menjatuhkan tasnya di lantai, lalu membiarkan tubuhnya terduduk di kursi kayu ruang makan. Nafasnya berat, seperti habis berlari jauh, padahal ia hanya pulang dari kota.

Bayangan tatapan Adrian kembali mengisi kepalanya, tatapan yang ia temui di persimpangan, di luar rumah sakit, di halte bus, di setiap sudut yang seharusnya netral.

Seolah-olah, pria itu selalu ada di dekatnya.

“Kenapa… kenapa dia selalu ada?” bisik Elena, hampir histeris.

Suara ketukan di pintu depan membuatnya tersentak. Jantungnya berdetak kencang. Untuk sesaat ia yakin Adrian benar-benar datang malam itu. Dengan langkah ragu, ia membuka pintu.

Ternyata Sophia berdiri di sana, mantel basah, wajahnya penuh cemas. “Aku mendapat pesanmu. Apa yang terjadi?”

Elena langsung memeluknya, tubuhnya bergetar. “Soph… aku tidak tahan lagi.”

Sophia menuntunnya masuk, menutup pintu, lalu mengajak Elena duduk di sofa. “Katakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi?”

Air mata Elena pecah. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Dia selalu ada. Aku tidak pernah sendirian. Di mana pun aku berada, aku bisa merasakan tatapannya.”

Sophia membelai bahunya lembut. “Adrian?”

Elena mengangguk, terisak. “Aku melihat mobilnya berkali-kali. Kadang dia hanya duduk di dalamnya, menatapku. Kadang dia berdiri di jalan, lalu menghilang begitu saja. Aku merasa… aku merasa dia sengaja membuatku tahu bahwa aku sedang diawasi.”

Sophia menggenggam tangan Elena erat. “Itu bukan perasaanmu saja. Itu nyata. Dia sedang memanipulasi hidupmu, membuatmu terpojok. Elena… kau harus kuat.”

Elena menggeleng keras, rambutnya berantakan, air matanya terus mengalir. “Aku takut, Soph. Aku takut padanya. Tapi…”

Suara Elena melemah. Ia menatap sahabatnya dengan mata penuh kebingungan. “…aku juga tidak bisa berhenti memikirkannya.”

Sophia tertegun. “Elena…”

“Dia menakutkan, tapi setiap kali aku melihat matanya… aku tidak bisa mengalihkan pandanganku. Aku benci diriku sendiri karena ini. Aku benci kenyataan bahwa aku… tertarik padanya.”

Ruangan itu hening, hanya suara hujan di luar yang terdengar. Sophia menatap Elena lama, mencoba memahami, namun yang ia lihat hanya seorang gadis yang terjebak dalam jerat pria berbahaya, dan perlahan mulai tenggelam.

“Elena, dengarkan aku.” Sophia berbicara serius, mengguncang bahunya pelan. “Adrian Valtieri bukan sekadar pria kaya dan berkuasa. Dia adalah pria yang bisa menghancurkan mu, jika kau tidak hati-hati. Apa pun yang kau rasakan… itu bukan cinta. Itu jerat.”

Elena menunduk, bibirnya bergetar. “Tapi bagaimana jika aku tidak bisa lepas?”

Sophia menatapnya dalam-dalam, lalu memeluknya erat. “Maka aku akan ada di sampingmu. Kita akan cari jalan keluar bersama.”

Namun bahkan saat dalam pelukan sahabatnya, Elena tahu, jalan keluar itu sudah semakin kabur.

Di lubuk hatinya, ada sesuatu yang tumbuh. Bukan cinta, bukan pula ketertarikan yang sehat. Itu adalah api berbahaya yang semakin lama semakin besar.

Api yang bernama Adrian Valtieri.

....

Malam kian larut. Hujan mereda, menyisakan udara lembap yang menusuk kulit. Di dalam rumah tua itu, Elena akhirnya tertidur di sofa dengan kepala bersandar di bahu Sophia. Air mata masih mengering di pipinya, napasnya berat namun teratur.

Sophia menatap wajah sahabatnya dengan iba.

Tuhan… bagaimana caranya aku bisa melindungimu dari pria itu? batinnya.

Lampu meja kecil tetap menyala, memandikan ruangan dengan cahaya kuning temaram. Semua tampak tenang, namun hanya di dalam rumah.

Di luar, di balik bayangan pepohonan, sebuah mobil hitam kembali terparkir. Lampunya mati, tapi mesinnya masih menyala pelan.

Adrian Valtieri duduk di kursi pengemudi. Jas hitamnya rapi, wajahnya tegas tanpa ekspresi. Tapi matanya, mata kelam itu, terpaku ke arah jendela rumah Marcellis.

Dari tempatnya duduk, ia bisa melihat bayangan samar Elena di sofa, tubuh mungilnya terlipat, wajahnya lelah.

Adrian menghela napas panjang, menyesap rokok yang mengepul tipis di udara. Dalam kesunyian malam, suaranya terdengar seperti bisikan kepada dirinya sendiri.

“Rapuh sekali… tapi justru karena itu, aku tidak bisa melepaskanmu.”

Ia memejamkan mata sejenak, membiarkan kenangan lama menyergap, kenangan tentang pertemuan pertamanya dengan Elena bertahun-tahun lalu. Gadis itu masih remaja kala itu, duduk di sudut ruangan pesta yang dipenuhi lampu kristal, sementara semua orang dewasa sibuk menertawakan bisnis dan kekuasaan.

Elena muda tampak polos, namun sorot matanya menyala, mata seorang gadis yang belum dikotori dunia. Dan sejak saat itu, sesuatu dalam diri Adrian berubah.

Ia mencoba melupakannya. Ia mencoba menguburnya. Tapi ketika skandal Richard Marcellis meledak, takdir seakan membuka kembali pintu yang selama ini ia kunci.

Sekarang, gadis itu tidak lagi hanya sebuah bayangan masa lalu.

Sekarang, Elena adalah kenyataan.

Dan ia tidak akan membiarkannya pergi lagi.

Di dalam rumah, Elena menggeliat dalam tidurnya. Mimpi buruk datang, bayangan ayahnya yang jatuh, suara bankir yang dingin, dan tatapan mata Adrian yang mengunci pergerakannya.

Dalam mimpi itu, ia berlari di lorong panjang penuh pintu. Setiap kali ia mencoba membuka satu pintu, pintu itu terkunci. Hanya ada satu pintu di ujung lorong yang terbuka, dan dari dalamnya muncul cahaya.

Tapi di balik pintu itu, berdiri Adrian, tangannya terulur, tatapannya intens.

“Elena…” suaranya menggema dalam mimpi. “Hanya ada aku.”

Elena terbangun dengan terengah, keringat dingin membasahi pelipisnya. Sophia masih tertidur di sisinya, tidak menyadari apapun. Elena menatap ke jendela, dan untuk sesaat, ia merasa ada sepasang mata mengawasinya dari kegelapan.

Dadanya berdebar. Ia menutup tirai cepat-cepat, lalu kembali ke sofa, memeluk dirinya sendiri.

Tapi rasa itu tidak hilang. Perasaan bahwa ia sudah tidak pernah sendirian lagi.

....

Di luar, Adrian menyalakan mesin mobil lebih keras, lalu meluncur perlahan meninggalkan jalan itu.

Namun sebelum pergi, ia menoleh sekali lagi ke arah rumah tua itu, bibirnya melengkung dalam senyum samar.

“Tidurlah, Elena,” gumamnya lirih. “Karena segera… kau akan terbangun dalam dunia yang hanya aku ciptakan untukmu.”

Mobil hitam itu lenyap di tikungan, meninggalkan jalan yang kembali sunyi.

Namun bayangan Adrian tetap tinggal, menempel di pikiran Elena, menghantui setiap langkahnya, semakin dalam, semakin erat.

1
Mentariz
Penasaran kelanjutannya, ceritanya nagih bangeett 👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!