NovelToon NovelToon
Bukan Lagi Istri CEO

Bukan Lagi Istri CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Janda / Kehidupan di Kantor / Slice of Life
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Yazh

Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.

Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.

Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terbangun Di atas Ranjang Pak Bos!

Malam sudah cukup larut, namun pekerjaan belum kelar juga. Gara-gara Olivia izin, Britania jadi harus bolak-balik memantau pengiriman langsung. Kakinya pegal, matanya mulai lelah karena terus-menerus mengawasi.

Kebetulan, buyer kali ini sangat selektif, sebuah perusahaan dari Jepang yang selalu mengedepankan kedisiplinan. Kalau telat pengiriman atau ada sedikit kesalahan, pasti akan menjadi komplain besar yang tidak bisa ia toleransi. Ia tidak mau project kali ini akan mendapat teguran dari Nathan nantinya, kalau sampe terjadi masalah.

"Bri, sudah Lo balik aja. Besok gue kasih laporannya," perintah Biru, kepala bagian produksi, dengan nada khawatir. Ia bisa melihat jelas lingkaran hitam di bawah mata Britania.

"Enggak usah, Ru, aku tungguin, ya? Walaupun sambil merem, wkwk..." Britania tersenyum tipis, mencoba mengabaikan lelah yang merusak setiap sendi tubuhnya. Ia tak ingin mengecewakan Nathan, apalagi setelah kejadian weekend kemarin.

Brii mencari posisi yang nyaman di gedung bagian finishing, untuk terus mengawal prose pengiriman sampai akhir.

Dan benar saja, tidak lama kemudian, kelopak matanya terasa begitu berat. Ia sudah tertidur hanya dalam hitungan detik, bersandar pada boks besar yang terletak di halaman parkir perusahaan, tempat di mana produk-produk mereka akan segera dimuat ke truk kontainer menuju bandara.

Dinginnya angin malam mulai menusuk kulitnya, namun rasa lelah lebih kuat dari membawanya untuk lelap. Nathan kebangetan emang!

"Damn! "

Umpatan keras itu membuat beberapa orang menoleh, tak ada yang berani berkomentar untuk meresponnya. Namun Britania terlalu pulas untuk terbangun.

Nathan, yang memang sedang penasaran apa yang dikerjakan Britania karena tidak juga kembali ke ruangannya sejak bertemu Brianda tadi, terus menyusuri ruangan staf hingga jauh ke bagian produksi, lalu sampai di depan gudang. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran yang ia sangkal. Gadis itu terlalu keras kepala.

Nathan mendapati Britania tengah terlelap di lantai, meringkuk dengan beberapa berkas di tangannya, bersandar pada boks kardus besar yang menjulan tinggi.

Pemandangan itu menusuk hati Nathan. Ia mengumpat keras. Lalu tanpa pikir panjang, melempar kasar map yang dipegangnya pada Brianda, yang baru saja menyusulnya dengan napas terengah-engah.

Dengan sigap, Nathan berinisiatif menggendong Britania. Tubuh gadis itu tak banyak menolak, mungkin karena sangat lelah.

"Bos... terus ini siapa yang akan handle?" tanya Brianda, menatap bosnya yang baru saja mendudukkan Britania di dalam mobilnya, di samping kemudi. Britania masih terlelap tak terganggu sama sekali, napasnya teratur.

"Kamu paling tahu siapa yang pantas mengambil alih, Nda. Kenapa harus tanya?!" hardik Nathan, suaranya tajam, namun matanya tak lepas dari wajah Britania. Ia menutup pintu mobil Britania dengan hati-hati, lantas mengitari mobil dan mulai melajukan mobilnya menuju rumah, menyerahkan semua pekerjaan pada Brianda di kantor.

Kini asistennya itu sudah bersungut-sungut sepanjang malam mengurusi pengiriman, biasanya dia seperti Brii hanya duduk manis saja menerima data dari bawahannya. Tapi Nathan tak peduli, prioritasnya saat ini adalah memastikan Britania aman.

***

Britania tidak terbiasa untuk bangun siang. Jadi, tanpa alarm pun, matanya sudah otomatis terbuka sebelum matahari terbit. Kesadaran datang perlahan, sebuah suasana asing menyelimuti paginya kali ini.

Harum aroma citrus dari diffuser yang biasa memenuhi kamarnya tak tercium, selimut tebal yang selalu membantunya terlelap pun tak terasa menutupi tubuhnya.

Kali ini yang hadir menyergap indera penciumannya adalah aroma musk, khas milik seseorang.

"Mhh?" gumam Britania, sambil menggosok-gosok mata dengan punggung tangannya.

Seingatnya, terakhir kali ia berada di kantor, menunggu pengiriman barang. Dan ini... ia sudah berada di sebuah kamar super luas dengan desain interior didominasi warna ivory.

Kamar yang sangat rapi dan harum, kasur berukuran king size yang super tinggi dan empuk, juga selimut yang jelas ini selimut impor kelas atas, terasa lembut dan menutup sebagian tubuhnya.

Ini bukan kamar partemennya.

Britania celingukan, pandangannya menyapu sekeliling, mencari ponselnya di atas nakas.

Dengan masih setengah sadar, ia melihat layar ponselnya sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi. Jantungnya berdebar pelan.

"Pah, Papahhh, Ren masuk, yaaa?" Terdengar suara cadel yang familier dari arah pintu.

Disusul sebuah ketukan pelan, seorang anak kecil yang melongokkan kepalanya dari balik pintu. Ren. Anak kecil itu meringis,sangat menggemaskan. Otak cerdas Britania seketika langsung bisa menebak di mana ia saat ini.

Senyum tipis mengembang di bibir Britania.

Anak itu menghampiri seseorang yang ternyata Nathan, sedang tertidur di sofa panjang di dalam kamar yang sama dengannya.

Nathan mengenakan kaus oblong berwarna abu-abu gelap dan celana pendek selutut, rambutnya sedikit berantakan, jauh berbeda dari citra CEO formal yang sering ia lihat di kantor.

"Pah, kok Papah tidur di sofa?" tanya Ren heran sambil terus memiringkan kepalanya. Itu lucu sekali, Britania harus menahan gemas untuk tidak mencubitnya.

Nathan mengerjap beberapa kali sebelum bangkit dari sofa, mengusap wajahnya yang masih terlihat mengantuk. "Eh, sayang, Ren sudah bangun? Pagi sekali, sayang..." Suaranya begitu lembut, begitu kontras dengan nada otoriter yang biasa Britania dengar di kantor.

Ren beralih menatap Britania, matanya bulat berbinar. Ia menunjuk dengan jarinya ke arah Britania. "Itu Aunty Britania kok tidur di sini, Pah?"

Kini Nathan yang beralih menoleh ke arah Britania. Sebuah senyum tipis, nyaris tak terlihat, melintas di bibirnya. Senyum yang begitu ringan seolah tak terjadi apa-apa. Berbeda dengan Bri yang sudah ingin memakinya.

"Oh, Aunty Bri semalam kecapekan, sayang. Ketiduran di mobil jadi Papah pindahin tidurnya ke sini. Kamu bilang Bibi, ya, bikin sarapannya untuk tiga orang gitu... okay?"

"Oke, Pahhh. Aunty Britania... Nanti sarapan sama Ren, ya?" Ajakan anak kecil itu membuat Britania mengangguk sambil meringis.

Rasa kaget dan kesal beradu penuh dalam dadanya. Ia tahu ia harus protes, tapi ada sesuatu dalam suara Ren yang membuatnya tidak bisa menolak. Ren berlalu keluar kamar, dengan langkah kecil riang. Tidak tega Brii menolak permintaan si kecil itu.

Britania mendapati dirinya masih terperangkap di bawah selimut. "Pak Nathan, ini kenapa Bapak membawa saya ke sini...?" tanyanya, nada suaranya sedikit menunjukkan rasa tidak suka, dan masih belum berani beranjak dari tempat tidur.

Nathan bangkit dari sofanya, menghampiri sisi ranjang. "Semalam kamu ketiduran di kantor, jadi saya bawa ke sini. Saya tidak tahu rumah kamu, soalnya," jawabnya enteng, raut wajahnya santai seolah ini hal paling normal di dunia.

Padahal Brii sudah gondok sendiri menahan kesal. Tindakannya berlebihan, bukan?

Harusnya cukup mebukan Brii semalam untuk bangun, tanpa harus menculiknya seperti ini.

"Harusnya bangunin saya saja, Pak, kalau gini kan saya jadi ngerepotin Pak Nathan..." ujar Brii, tak berani menatap wajah Nathan.

Nathan tersenyum miring menikmati kekesalan Brii yang justru sangat menarik untuknya. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit. Jarak di antara mereka seketika terkikis, aroma tubuhnya kembali tercium oleh penciuman Brii.

"Aku nggak tega." Kalimat singkat itu, diucapkan dengan nada lembut, entah mengapa membuat jantung Britania berdegup tak beraturan. Ini adalah sisi Nathan yang sama sekali baru baginya. "Oh, ya, kalau lagi nggak di kantor, panggil Nathan saja." Ia menambahkan, tak ingin didebat. Itu adalah hal yang paling lumrah menurutnya.

"Sekarang kamu mandi, gih, nanti aku minta orang siapin baju ganti."

Tidak ada yang bisa Britania lakukan selain menuruti. Ia keluar dari selimut, merasakan pandangan Nathan mengikutinya hingga ke kamar mandi.

"Bodoh Brii, kenapa harus ketiduran segala sih!" umpat Brii dalam hatinya, ia terus merutuki kebodohannya sambil mandi.

Selesai mandi, Britania keluar dengan handuk melilit rambutnya. Nathan sudah menyiapkan satu set pakaian ganti untuknya, tak berselang lama Nathan memanggilnya untuk bergabung bersamanya dan Ren di meja makan.

Anak menggemaskan itu berceloteh banyak hal sejak melihat Britania duduk di sampingnya, membuat Britania tidak tahan untuk tidak menciuminya dengan gemas. Kebersamaan dengan Ren berjalan mulus begitu saja, ocehannya menghanyutkan Britania sejenak dari kekacauan di kepalanya.

"Kamu pintar banget, Ren," puji Britania seusai anak itu bernyanyi lagu Cocomelon versi Bahasa Inggris dengan lantang.

"Of course, Aunty. Tidur sini lagi, ya? Malam ini tidur sama Ren," pinta Ren, matanya berbinar penuh harap.

Mata Britania mendelik kaget dan ingin mengumpat sebenarnya, tapi Nathan tetap tanpa ekspresi, konsen dengan sarapannya, tidak menanggapi omongan putranya sedikit pun.

'Apa dia tidak dengar? Atau pura-pura tidak dengar?' batin Britania.

"Mmm, Aunty mau kerja, sayang, kapan-kapan, ya?" Britania berusaha tersenyum, meski dalam hati ia tahu ia tidak bisa berjanji. Jelas dia tidak mau kejadian seperti semalam terulang lagi.

Ren menunduk sedih, namun beberapa detik kemudian, dia sudah tertawa riang lagi sambil berujar, "Oke, Aunty, janji, yaaa? Temani Ren... Kita nyanyi-nyanyi!" Senyumnya kembali merekah, dan hati Britania sedikit luluh.

Usai sarapan, Britania segera memesan driver online untuk pergi ke kantor. Ponselnya sudah berbunyi nyaring menunjukkan notifikasi panggilan dari Olivia. Anak itu pasti tengah menggerutu kesal mendapatinya sesiang itu belum sampai kantor, apalagi pengiriman semalam ternyata di-pending karena kelalaian bagian produksi.

Hari ini akan ada banyak telepon untuknya dari beberapa konsumen yang komplain, dan Britania merasa bersalah untuk itu.

Sialnya, Britania buru-buru melarikan diri dari rumah Nathan sampai tidak sempat berpikir kalau ia tidak membawa uang sepeser pun untuk membayar driver online-nya. Ponselnya juga lowbat. Ia merutuki kembali kecerobohannya. Biasanya hidup Brii selalu tertata rapi, sejak kemunculan Nathan ia benar-benar berantakan dalam banyak hal.

'Wah! CEO pembawa sial memang. Udah berapa kali aku ketiban sial sejak ketemu itu orang, Hufh!" tak henti-hentinya Brii mengomel, sampai mobil yang ia kendarai berhenti di depan kantor.

"Berapa, Pak?"

"200rb neng,"

Dan, lagi-lagi ia harus kembali mengumpat. Karna tak bisa membayar taksi onlinenya, tasnya pasti tertinggal di dalam dan ponselnya mati.

Di tengah kebingungannya, Brianda muncul tepat di samping mobil yang ditumpangi Britania untuk membayar tagihannya. Britania hanya meringis pada Brianda setelahnya.

"Hahaha... Makasih, Ndaaa, nanti aku ganti, deh." Britania merasa sangat tidak enak.

Brianda berujar, "Kalau saja gue enggak dikasih gaji di atas normal, mungkin gue udah resign dari perusahaan ini gara-gara punya bos kayak Nathan, Bri. Lo tahu, demi bayarin driver online lo ini, gue yang lagi meeting di lantai 11 harus langsung turun. Udah gitu semalaman dia nyiksa gue di sini buat gantiin lo mantau pengiriman. Lagian lo kenapa sih enggak bareng Nathan aja berangkatnya?" Brianda terus bersungut-sungut sepanjang jalan menyusuri lobi bersamanya. Wajahnya benar-benar terlihat sangat lelah, dan kesal tentu saja.

"Sori, aku enggak enak, Nda, kalau harus berangkat sama Nathan. Lagian kenapa coba kamu biarin aku dibawa ke rumahnya semalam? Pengiriman delay kan jadinya... Huhh..." Britania balas menggerutu pelan.

"Heh... tanya aja sama Nathan tuh! Gue aja kaget lihat dia tiba-tiba gendong lo ke mobilnya." Tiap karyawan yang berpapasan dengan mereka mengangguk sopan pada Brianda dan menatap penuh tanya pada Brii.

Ada juga terkadang yang melirik sinis pada Britania.

"Nda, kok pada liatin aku kayak gitu sih? Ada yang aneh penampilan aku hari ini?" Britania merapikan blazer yang sedikit kusut, merasa tidak nyaman dengan tatapan-tatapan itu.

Brianda menghentikan langkahnya sejenak, menatap Britania lekat. "Itu karena lo kesiangan, nggak ada dalam sejarah seorang Britania kesiangan kan? Dan beberapa dari mereka mungkin lihat drama live lo semalam digendong si Bos. Udah jadi trending topic pasti hari ini. Lo tahu kan mereka fans garis kerasnya si Bos? Hahahaha... Yuk, udah, meeting dulu, enggak usah mikirin lainnya." Brianda menyeret Britania, tak memberinya kesempatan untuk membalas.

Topeng profesional Britania kembali terpasang, meski di baliknya, ada gejolak yang tak bisa ia kendalikan.

***

Sudah hampir dua hari Britania tidak pulang ke apartemen. Kemarin tidur di tempatnya Nathan, dan hari ini entah akan tidur di mana.

Saat ini Ia dan Olivia sedang dalam perjalanan mengawal proses pengiriman yang delay kemarin sampai ke bandara. Setelah perjalanan panjang sampai tengah malam, hampir pagi, akhirnya mereka baru bisa bernapas lega, karena berhasil menyelesaikan tugas mereka dengan baik.

Tubuh Britania rasanya remuk tak berbentuk, setiap sendi-sendi dalam tubuhnya ingin protes, namun ia berhasil. Selalu berhasil.

Olivia dan Britania berpisah di pintu keluar bandara, karena Olivia dijemput oleh pacarnya yang setia menunggu. Britania sendiri masih terdiam di dalam mobil dalam keadaan mengantuk, lelah, dan ragu untuk mengendarai mobil dalam keadaan seperti sekarang.

Matanya terasa berat, kepalanya pusing. Apartemennya terasa sangat jauh. Tidak mungkin ia berkendara dalam keadaan mengantuk seperti ini.

1
Roxanne MA
ceritanya bagus
Yazh: Terima kasih kak, nanti aku mampir ceritamu juga/Smile/
total 1 replies
Roxanne MA
semangat ka
Yazh: Iyaa, semangat buat kamu jugaa😊
total 1 replies
Roxanne MA
haii kak aku mampir nih, janluo mampir juga di karya ku yg "THE ROCK GHOST"
Yazh: siap kak, terima kasihh💙
total 1 replies
Eliana_story sad
bagus tapi gue kurang ngerti ingres
Yazh: hehehe,, cuma sedikit kak kasih bahasa inggrisnya buat selingan.
total 1 replies
Eliana_story sad
hay mampir ya
Yazh: hai juga kak,, siap mampir,,
total 1 replies
KnuckleDuster
Menarik dari setiap sudut
Yazh: terimakasih kakk
total 1 replies
Yazh
ok kak,, terima kasih.. gass mampir 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!