I Ketut Arjuna Wiwaha — atau Arjun, begitu orang-orang memanggilnya — pernah jatuh dalam perasaan yang salah. Cinta terlarang yang membuatnya kehilangan arah, membuat jiwanya hancur dalam diam.
Namun, saat ia hampir menyerah pada takdir, hadir seorang gadis bernama Saniscara, yang datang bukan hanya membawa senyum, tapi juga warna yang perlahan memperbaiki luka-lukanya.
Tapi apakah Saniscara benar-benar gadis yang tepat untuknya?
Atau justru Arjun yang harus belajar bahwa tidak semua yang indah bisa dimiliki?
Dia yang sempurna untuk diriku yang biasa.
— I Ketut Arjuna Wiwaha
Kisah cinta pemuda-pemudi Bali yang biasa terjadi di masyarakat.
Yuk mampir dulu kesini kalau mau tau tentang para pemuda-pemudi yang mengalami cinta terlarang, bukan soal perbedaan ekonomi tapi perbedaan kasta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35.
🕉️🕉️🕉️
Setelah seminar selesai Juna dan Sanis pergi ke sebuah galeri seni rupa yang ada di dalam hotel itu. Karena Juna tau jika Sanis sangat suka menikmati keindahan lukisan seniman luar maupun dalam negeri.
"Jun kita kesana bentar ya," ajak Sanis pada Juna yang menganggukkan kepalanya setuju dan merasakan hal seperti dirasakan oleh Sanis.
Beberapa menit kemudian terdengar suara dari handphone Juna yang ijin untuk menjawabnya. Sanis sibuk melihat beberapa lukisan disana dan Juna menjawab telepon dari kakaknya, seseorang mengikutinya dan berdiri di sebelah Sanis.
"Hay Putu." Sapa cowok yang menghampiri gadis itu yang terlihat bingung dengan sapaan namanya itu.
"Eh kok Lo tau panggilan nama kecil gue?"
"Lo gak inget ya sama toris itu, itu gue." Cowok itu memprotes lalu menghela nafas gusarnya karena gadis itu terlihat mengingat-ingat kembali.
"Ouuh, Lo ternyata si toris itu!?" David tertawa kecil dan menganggukan kepalanya,rasa heran Sanis membuatnya merasa gemas masih seperti dulu.
"Tega banget Lo, gak inget sama temen sendiri." Gumam David pada Sanis yang tersenyum padanya, terlihat Sanis sangat senang bisa bertemu dengan teman kecilnya.
"Kan udah lama banget kita gak ketemu, emang Lo kemana hah? Ngilang." Sanis hanya menyilangkan tangan di dadanya membuat David gemas.
"Hmm, bukannya lo tau kan ya. Setelah gue ada yang adopsi, gue pindah ke Belgia dan beberapa tahun gue belajar disana lalu karena ayah juga ada kerja di Indonesia jadi gue juga ngikut ke sini sama bunda."
"Pindah kesini? Bukannya sekolah Lo ada di luar Bali?" David menganggukan kepalanya.
"Ya, karena ayah juga sudah pensiun kan ya. Jadi kita netap dirumah asli ayah dan gue juga rencana pindah sekolah lagi karena bolak balik ngurus kakek juga." Sanis menganggukan kepalanya mengerti, memang Sanis tau jika cowok itu dari panti asuhan dan di adopsi lalu pindah ke luar negeri bersama orang tuanya.
"Sanis! Ayo pulang!" Juna menatap David tajam yang berdiri di sebelah gadis, lalu menarik tangan Sanis keluar dari galeri itu, tak peduli dengan Sanis yang melawan.
"Juna!?" David memanggil cowok itu yang terlihat menyeret Sanis paksa. Juna menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah David.
"Jangan kasar sama cewek!?" Tegas David yang melepaskan tangan Sanis dari cekalan kuat itu. Namun cepat-cepat Juna menepis tangan David agar tak menyentuh Sanis.
"Dia cewek gue, jadi terserah gue mau gimana. Bukan urusan Lo!?" Sanis kaget bukan main, dengan jawaban dari Juna sekian lama mereka menyembunyikan ini dari hadapan sekolah dan sekarang untuk pertama kalinya ia mendengar Juna mengatakan itu pada orang lain.
"Tapi Lo gak bisa main kasar sama dia walaupun dia pacar Lo!?" Sarkas David yang tak terima jika gadis itu menerima perlakuan kasar dari Juna yang mengaku sebagai pacarnya itu.
"Cukup Juna!?" Sanis segera melerai keduanya, karena ia tak ingin terjadi perkelahian antara keduanya. Juna menatap gadis itu yang berkaca-kaca, Juna mengehentikan emosinya.
"Nis, kita pulang!?" Juna berjalan mendahului Sanis yang masih bersama David.
"Dia beneran pacar Lo Nis?" tanya David pada Sanis yang segera pamit pulang.
"Maaf, gue harus pulang."
Tanpa jawaban, padahal bukan itu yang ia inginkan sekarang. Mereka tidak memiliki hubungan atau tidak.
.......................
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Juna datang ke rumah Sanis. Cowok itu berdiri di depan gerbang rumahnya dan seakan ragu sekali untuk masuk ke dalam.
Sekarang ia tak tinggal dengan Raspati karena mereka sudah memiliki keluarga dan kadang-kadang juga Luna di rumah asli ayah dari Raspati.
Juna mengirimkan pesan pada Sanis dan memintanya untuk keluar dari rumah, dan memang Sanis tau kalau cowok itu datang ke rumahnya dan enggan untuk keluar.
"Niss, di cari sama temennya!" Panggil sang bunda pada anaknya yang masih sembunyi di kamarnya.
"Maaf ya Juna. Sanis emang gitu anaknya," Juna hanya mengangguk sambil tersenyum , yah Sanis sekarang berbeda dengan yang dulu setelah mereka menjalin hubungan itu.
Sanis keluar dari kamarnya dan duduk di sebelah kursi Juna yang ada di dapur untuk makan bersama, karena ini hari Minggu jadi bunda dari Sanis memasak untuk makan siang bersama.
"Lama banget Lo!?" Bisik Juna pada Sanis yang duduk di sebelah Juna karena kursi itu yang kosong, ayah bunda dan Dita pun juga ada di meja makan itu.
"Ouh ya Juna maklum ya, inilah keluarga kita gak seperti yang kamu bayangkan." ucap ayah Sanis yang menyambutnya.
"Gak apa-apa Om, saya senang sekali bisa bergabung disini."
"Sanis, kamu gak boleh bikin anak orang nunggu ya, kasian loh Juna dari pagi disini kamu malah ngurung diri di kamar."
"Maaf, Pa. Kan Sanis sibuk."
"Sibuk gimana kak? Kan lo suka rebahan."ceplos Dita yang segera bergegas lari dari meja makan dan membawa piring kotornya ke tempat cuci piring.
"Kalian kalau sudah selesai atau mau jalan-jalan juga boleh biar bunda beresin."
"Makasih tante, makanannya. Ouh ya Om saya bawa Sanis sebentar ya." Ijin Juna pada ayah Sanis yang tersenyum dan mengijinkannya.
"Saya percaya sama kamu Juna,"
Sangatlah berbeda dari apa yang ia bayangkan, rumahnya luas tapi sederhana dan cukup modern untuk jaman sekarang. Berbeda dengan rumah dari anak pejabat itu yang memang mewah dan modern juga kehidupannya juga sama mewahnya hingga barang branded.
"Ouh Nis, buat yang kemarin gue minta maaf ya." ucap Juna pada Sanis yang hanya diam saja. Cowok itu menatap mata gadis itu yang tajam.
"Lo kenapa sih kemarin? gue kan cuma ngobrol aja sama dia, gue gak suka dilarang!?"
"Ya gak apa-apa, gak suka aja gitu Lo deket sama dia. Kayaknya dia gatel."
"David gak gatel ya!?" Tukas Sanis masih membela cowok itu yang kemarin bertemu dengannya karena ia adalah Teman masa kecil dari Sanis.
"Terus ngapain dia deket-deket sama Lo?" tanya Juna kesal yang tak terima dengan pembelaan dari Sanis.
"Kan dia temen waktu SD jadi ya orangnya memang gitu,"
"Pokoknya jangan deketin dia, karena gue gak suka!?" Juna melangkah menjauhi Sanis dari halaman belakang rumahnya, Sanis menatap punggung Juna yang heran dengan sikap Juna akhir-akhir ini.
"Kenapa Lo cemburu ya?"
.....................
"Hahahahahahhahahaha" Tawa Gungsan dan Indra pecah mendengar cerita dari Juna karena masalah teman kecil Sanis yang kembali dekat dengannya.
"Ketawa Lo!?" Juna kesal karena keduanya mentertawakan dirinya karena apa yang terjadi kemarin itu.
"Ngaku aja Lo cemburu!?"
"Nggak gue gak cemburu sama David itu, "
"Terus kenapa Lo larang Sanis Deket sama dia?"
"Karena gue gak suka kalau Sanis Deket sama dia!?"
"Sama aja tolol!?"
"Iya Lo itu cemburu kan ya, keliahatan banget malahan,"
"Nyesel gue ceritain ini ke kalian." Juna bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar kelas menuju taman duduk di bawah pohon mangga adalah kebiasaannya.
Sanis menatap Juna yang memejamkan matanya menikmati angin di bawah pohon rindang itu, gadis itu duduk di sebelahnya.
"Jadi gimana jawaban Lo ?" tanya Juna pada Sanis yang entah ia tau darimana jika dirinya datang.
Sanis masih diam saja sambil menghela napasnya, belum sempat Sanis menjawab Juna berdiri dari tempat duduknya.
"Gue gak maksa,"
........................
"Kalau iya kenapa ?" tanya Juna pada Sanis yang masih menatapnya tak percaya jika Juna bisa cemburu juga ya, bahkan dulu ia tak seperti itu, saat ia dekat dengan Kris.
"Kalau iya, gak apa-apa sih." Sanis berusaha cuek dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kalau enggak?" tanya Juna pada Sanis yang berjalan mendekati gadis itu yang gugup.
"Ya, gak apa-apa. Gak masalah kan kita jalaninya itu cuma gara gara jauhin ...."
"Sttttt...... Nis, kalau seorang cowok ga suka lihat ceweknya Deket sama cowok lain itu artinya dia gak mau perjuangannya sia-sia." Jari telunjuk Juna berada di bibir plum Sanis, membuat wajahnya merona.
"Jadi Sanis, Lo mau kita serius?" Tanya Juna Sanis yang kaget mendengar pertanyaan cowok itu. Apa yang dimaksud Juna sedangkan mereka masih muda.
"Nggak usah mikir yang aneh, gue mau serius jalanin hubungan ini, tanpa ada embel-embel 'berpura-pura'." Juna melangkah pergi tanpa pamit pada Sanis yang masih diam saja, tanpa ada jawaban dari Sanis.
.............................
Masih galau dengan apa yang ia katakan kemarin, Juna bodoh sekali dan ia tak tau harus gimana sekarang, kok dia yang bilang dia yang galau sih ya?
Harusnya dia gak bilang itu ke Sanis apalagi kalau perasaannya ini ? Bahkan dia sendiri aja gak tau kalau itu suka apa enggak.
"Kak Juna," panggil Pancali yang baru keluar dari kelasnya, ia yakin kalau gadis ini akan mengajaknya pulang.
"Hmm, kak hari ini sopir ku cuti jadi aku gak bisa pulang, boleh aku pulang sama kakak?" tanya Pancali pada Juna yang berpikir.
"Kan bukannya lo banyak punya supir?" tanya Juna pada Pancali yang hanya menggelengkan kepalanya.
"Enggaklah kak, sopirku cuma satu aja."
"Ouh yaudah ayok," nah ini kesempatan Juna untuk lari dari kenyataan sementara.
"Tapi Dewayu ini kita pakai motor gak apa-apa kan ya?" tanya Juna pada Pancali gadis itu mungkin akan menolak untuk pulang bersama.
"Gak apa-apa, Kak." Jawab Pancali yang santainya, Juna merasa heran jika anak pejabat itu mau panas-panasan dengannya.
Menurutinya saja dan benar saja ia tak protes dengan panas teriknya matahari siang ini.
"Makasih ya kak." Ucap Pancali pada Juna tersenyum canggung pada gadis itu yang masuk ke dalam rumahnya yang masih sama dan terlihat ada seorang pria paruh baya yang berstelan jas formal dan kacamata hitamnya.
"Ouh jadi kamu yang sering di ceritain sama anak saya ?" tanya pria itu yang membuat Juna kaget dengan berusaha tenang.
"Silahkan masuk saya mau bicara sama kamu nak." pria itu berubah menjadi pria yang lembut menyambutnya dengan sukacita dia kira akan di usir seperti kejadian mantannya itu.
"Ouh ya saya adalah ayah dari gek nya,"
"Ouh nggih pak," jawab Juna pada pria paruh baya itu yang membawanya masuk ke dalam rumahnya.
Juna masuk ke dalam ruang tamu yang cukup luas itu untuk joging. Beberapa pelayan menghampirinya dan menawarkan teh atau kopi atau minuman dingin soda yang lainnya. Namun Juna menolak halus tawaran itu.
"Siapa dia?" tanya pria yang satunya dengan pakaian yang sama duduk bersebelahan dengan pria itu.
"Ouh ini temennya gek nya, yang sering di ceritain itu."
"Ouh lumayan ya, dan kamu pasti bukan dari keluarga kelas atas ya? Kalau iya jangan dekati ponakan saya!" tanya pria itu yang menatap Juna tajam dan tidak suka dengan cowok itu. Pancali yang tau ini akan terjadi pada Juna.
"Maaf ya, teman saya lancang."
Juna menatap mata pria itu tajam, ia tak suka dengan pertanyaan itu. Pancali turun dari tangga dengan terburu-buru dan membuat Juna kaget dengan kedatangan gadis itu yang menarik tangannya.
"Ajik, GungNa, tyang mau pamit dulu ya. Mau ke toko buku bentar." Gadis itu pamit dengan terburu-buru juga.
"Dewayu!"
"Kak maaf ya kalo GungNa kasar." Sesal Pancali pada Juna yang tersenyum padanya.
" Gak apa-apa, Dewayu tenang aja. Emang itu fakta kok." Juna menatap gadis itu sendu dan gadis itu hanya diam saja.
"Lo mau ke toko buku?" tanya Juna pada Pancali yang menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Trus gimana tadi?"
"Aku tau ini bakalan terjadi kak, jadi ya gitu aku pakek alasan itu."
"Lah kenapa kamu bohong ? Gak baik loh."
"Jangan jangan kamu ya yang ngajarin dia bohong ?" Suara berat itu berasal dari belakang mereka dan mendekati Juna.
"Dewayu, kamu ke kamar sekarang!?"
"Tapi GungNa ...."
"Udah gak usah bantah, dan kamu keluar dari sini !?" Bentak pria itu pada Juna yang melenggang pergi dari rumah itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Juna beneran serius apa enggak ya?"
"Masih ragu?"
"Iyalah Ra, tadi gue lihat dia pergi sama Dewayu itu,"
"Dia serius sama Lo, kalau enggak ya mungkin dia gak akan mau tuh nganterin Pancali," Sanis mengerutkan keningnya aneh dengan jawaban dari Kris.
"Yaudah Lo tanya gih dia." kata Ara yang pergi dari tempat duduknya dengan Juna yang datang ke kelas mereka.
"Kenapa ? Muka Lo tambah cantik kalau kesel." Kekeh Juna yang membuat pipi Sanis merona secara tiba-tiba.
"Kenapa kemarin Lo ngajakin gue serius? Kalau perginya sama Dewayu?" To the point itulah yang di inginkan Juna yang tertawa kecil mendengar pertanyaan gadis itu.
"Karena gue mau lihat respon Lo tentunya dengan pertanyaan itu gue tau sekarang Sanis jawabannya," Juna mengusap pucuk kepalanya dengan lembut, tersenyum tulus padanya.
.
.
.
...
.
.
.
.
"Gue tunggu kepastiannya."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung ........
.
.
.
.
.
.
.
Tapi masih gantengan suamiku Jungkookie
Aaaaaaaaaaaa 😘😘😘😘😘
Salam kenal dari istrinya Jungkookie