Cinta Di Antara Dua Istri Sang CEO

Suara burung pagi terdengar samar di luar jendela. Aroma teh ginseng memenuhi ruangan kecil di rumah bergaya klasik milik Dae Hoon, ayah Zeline.

Zeline duduk di dekat jendela, menatap ke luar ke arah taman kecil yang sering ia rawat saat kecil dulu. Luka di pelipis kirinya masih samar, namun luka di hatinya jauh lebih dalam.

Dae Hoon datang membawa nampan berisi bubur dan segelas air putih.

Dae Hoon lembut :

“Kau belum sarapan, kan? Ayah tahu kau pasti belum makan apa pun sejak pagi.”

Zeline menoleh pelan dan tersenyum tipis.

Zeline:

“Ayah masih saja memperhatikanku seperti anak kecil.”

Dae Hoon tersenyum hangat :

“Kau tetap anak kecil di mataku, Zeline. Tak peduli berapa pun umurmu.”

Zeline menunduk, menatap sendok di tangannya.

Zeline lirih :

“Aku... bahkan hampir kehilangan nyawaku, Yah. Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Semua yang kupunya hancur... perusahaanku, rumahku, bahkan... orang yang kucintai.”

Dae Hoon duduk di hadapan Zeline, menatap mata putrinya penuh kasih.

Dae Hoon:

“Zel, dengarkan Ayah. Kau sudah melewati hal yang tidak semua orang bisa bertahan. Luka di tubuhmu akan sembuh... tapi luka di hatimu hanya bisa sembuh kalau kau izinkan dirimu untuk hidup lagi.”

Air mata mengalir pelan di pipi Zeline.

Zeline:

“Aku lelah, Yah... aku lelah mencintai seseorang yang bahkan tidak peduli apakah aku masih hidup atau tidak.”

Dae Hoon menghela napas dan menggenggam tangan Zeline :

“Suga bukan akhir dari hidupmu. Kau jauh lebih kuat dari yang kau kira. Dunia ini masih menunggumu, Zel. Kalau kau ingin kembali ke perusahaanmu, Ayah akan bantu. Tapi lakukan itu bukan untuk membuktikan apa pun kepada dia, lakukan untuk dirimu sendiri.”

Zeline menatap ayahnya, kali ini dengan mata yang sedikit lebih hidup.

Zeline:

“Ayah benar... aku tidak boleh terus seperti ini.”

Dae Hoon tersenyum :

“Itu baru putriku.”

[Di sisi lain – Rumah Suga]

Suga duduk di ruang kerjanya menatap selembar foto foto pernikahannya dengan Zeline.

Tatapannya datar, tapi jemarinya gemetar memegang bingkai itu.

Christine datang sambil membawa secangkir kopi.

Christine:

“Masih memikirkannya?”

Suga datar, tanpa menatapnya :

“Tidak.”

Christine tersenyum sinis :

“Kalau begitu, kenapa wajahmu terlihat seperti seseorang yang baru saja kehilangan segalanya?”

Suga menatap Christine tajam.

Suga:

“Pergi,

cristine :

" kau mengusirku ?"

ucap criatine sembari menujuk dirinya

suga tak menjawab dirinya pergi begitu saja meninggalkan cristine, namun baru beberapa langkah, suga terhenti saat cristine memanggilnya

cristine :

" suga, mungin kau tidak mau melihatku hari ini, tapi tolonglah kau berpamitan dulu dengan anak kita"

suga pun membalikan tubuhnya menghadap ke arah cristine, dengan napas yang berat suga melangkah mendekati criatine, suga membungkuk merendahkan posisinya agar sejajar dengan perut cristine

" sayang appa berangkat kerja dulu yah, kamu jangan nakal ya"

ucap suga lalu mengecup perut cristine dan mengelus pelas perut cristine

suga pun pergi meninggalkan cristine karena dirinya sudah cukup terlambat untuk berangkat ke kantor

" lihat saja suga, aku akan membuatmu membenci kak zeline, dan aku akan mendapatkanmu seutuhnya, dengan bantuan anak ini aku akan mendapatkanmu jauh lebih mudah"

ucap cristine dalam hatinya, wajahnya menatap tajam pintu kamar yang terbuka lebar dan senyumnya menyringai

" kak zeline haha, kau pikir kau akan menang haha, lihat aku, aku bisa mendapatkan suamimu dengan begitu mudah, apa lagi aku sedang mengandung anak suga,"

rupanya cristine sedang mengandung anak suga, usianya baru menginjak angka 3 bulan, ya tepat pada waktu zeline kecelakaan 3 bulan yang lalu

.