NovelToon NovelToon
Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Enemy to Lovers
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ayusekarrahayu

Maya, anak sulung yang doyan dugem, nongkrong, dan bikin drama, nggak pernah nyangka hidupnya bakal “dipaksa” masuk dunia yang lebih tertib—katanya sih biar lebih bermanfaat.

Di tengah semua aturan baru dan rutinitas yang bikin pusing, Maya ketemu Azzam. Kalem, dan selalu bikin Maya kesal… tapi entah kenapa juga bikin penasaran.

Satu anak pembangkang, satu calon ustadz muda. Awalnya kayak clash TikTok hits vs playlist tilawah, tapi justru momen receh dan salah paham kocak bikin hari-hari Maya nggak pernah boring.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayusekarrahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 34 Keributan di Kantin Pesantren

Suasana kantin seketika hening, beberapa santriwati saling berbisik lirih. Maya menyilangkan tangannya di dada, "Kok diem, tadi aja lo ngatain gue, buruan gue pengen denger langsung."

Santriwati tadi tampak terdiam, lalu ia berdiri membuat kursi berderit keras memecah keheningan. "Kenapa? kan emang bener kamu itu diperlakukan beda karena anak seorang donatur tetap."

"Lanjut dong, perasaan tadi bukan cuma itu doang yang lo omongin," Maya semakin maju.

Sinta menahan lengan Maya, "May, jangan kepancing gini, gausah didengerin omongan mereka ya."

Maya menepis tangan Sinta pelan, "Sin, maaf ya tapi buat kali ini gue gak akan tinggal diem."

Sementara itu dari kejauhan Nadia ,Putri dan Rita berdiri sembari menyilangkan tangan di dada. Mereka tampak amat menikmati keributan ini, "Nad, kayaknya rencana kita kali ini berjalan lancar deh," Rita berbisik pelan.

Nadia tersenyum miring, "Seru juga ya, padahal ini belum ada apa-apanya, seperti dugaanku Maya itu sedikit tidak bisa menahan emosinya."

Mereka bertiga terkekeh kecil, menatap puas akan keributan kali ini.

Brakk.....

Meja digebrak, Sarah si santriwati paling banyak bicara itu menatap Maya lekat. "Heh, jangan sok gitu deh, jangan mentang-mentang kamu anak donatur pesantren, kita bakal takut sama kamu ya," Suara Sarah naik satu oktaf.

Maya terkekeh kecil, "Yang sok disini itu siapa sebenarnya? jangan asal nyimpulin deh, emang kalian tau gimana kenyataannya."

"Alah kenyataannya ya ini, buktinya aja kemarin kamu dipilih jadi pembawa acara sama pembaca tilawah, padahal masih banyak yang lebih pantas, eh tapi malah santri gak ada adab kayak kamu yang dipilih, inget ya kamu tuh dipilih bukan karena kemampuan kamu, tapi karna uang dan posisi orang tua mu," Reni teman Sarah ikut menambahi.

Maya mengepalkan tangannya, Rara terlihat maju. "Heh! kalian tuh kalau iri bilang aja, jangan bikin fitnah yang nggak-nggak," Rara tampak berbicara dengan keras.

Sarah tersenyum tipis, "Fitnah? aduh Ra, ini bukan fitnah tapi fakta! semua orang juga tau hal ini, kalau Maya itu anak emas! walaupun dia banyak ngelakuin kesalahan tapi dia gak pernah dapet hukuman berat, ini udah pasti ada kegiatan sogok-menyogok sih."

"Wah, emang nyebelin ya lo," Maya maju tangannya hendak menarik ujung jilbab Sarah.

Namun belum sempat tangan itu menyentuhnya, sebuah tangan lain tiba-tiba saja menahan nya dari arah lain.

Nadia menatap Maya datar,"apa begini cara seorang santriwati menyelesaikan masalah?."

"Kak Nadia, ini semua salahnya Sarah, dia asal ngomong, dia fitnah Maya, " Zahra maju dengan wajah kesal.

Nadia menatap Maya lagi, "Emang bener kalau Sarah fitnah kamu Maya?."

"Ya iyalah, gue emang anak donatur, tapi gue gak pernah nyogok pihak pesantren kok, selama ini gue kerja keras," Maya masih kesal, ia mencoba melepaskan cengkraman tangan Nadia yang rasanya membuat pergelangan tangannya akan patah.

Nadia mempererat cengkeramannya, matanya menatap Maya tanpa ekspresi. “Kerja keras?” suaranya tenang tapi menusuk, “kerja keras nggak akan ada artinya kalau sikap kamu kayak gini, Maya. Coba liat sekeliling, semua orang jadi nonton kamu marah-marah kayak orang nggak punya kendali, dan hal ini akan buat kamu makin dianggap santriwati yang gak punya adab.”

Maya mendengus pelan. “Lo tuh sama aja ya kayak mereka, udah jelas-jelas mereka yang mulai duluan. gue cuma—”

“Cukup.” Suara Nadia sedikit meninggi. “Kamu santriwati, bukan anak jalanan yang berantem rebutan gengsi. Kalau kamu ngerasa difitnah, buktikan dengan sikap, bukan dengan tangan.”

Ujung mata Maya bergetar, antara malu dan marah. Semua tatapan di kantin kini tertuju padanya. Sebagian menatap kasihan, sebagian lagi menahan tawa kecil.

Sarah menatap Maya dengan senyum miring. “Tuh, denger sendiri kan, bahkan Kak Nadia aja tahu siapa yang salah.”

“Udah deh, Sarah,” Dewi mulai bicara lagi dengan nada tegas, “jangan manas-manasin. Lo tuh yang dari tadi nyulut api.”

Tapi Nadia sudah angkat tangan. “Cukup semuanya. Maya apa yang dikatakan Sarah kan tidak salah, kamu memang anak donatur tetap, dan kalau soal sogok-menyogok kenapa harus diperbesar sih, kelihatan sekali kalau kamu ini tidak tau cara bersikap yang baik.”

Maya mengerutkan kedua alisnya, "Oh Wow! lo senior macam apa sih? dari awal gue masuk kayaknya lo ituu, kayak punya dendam pribadi sama gue."

Nadia maju lalu bergumam pelan,"Dendam? Maya Maya, lucu ya kamu, padahal aku cuma kasih nasihat doang, supaya kamu lebih baik lagi."

"Kalau emang niatnya kasih nasihat, lo gak bakal ngebelain satu belah pihak doang dong, udah jelas si cewe rese ini yang mulai duluan!, dan lepasin tangan gue," Maya meradang.

Sinta maju lalu mengusap bahu Maya pelan, "May tenang ya jangan kepancing," ia lalu menatap Nadia,"Kak Nadia maaf, apa yang dibilang Maya itu benar, Sarah yang mulai lebih dulu."

Rara tak tahan lagi,"Iya kak Nad, kita emang hormatin kamu sebagai yang lebih tua, tapi Maya gak salah, Sarah yang salah dia udah nyebarin fitnah."

Nadia makin mengeraskan cengkeramannya, "Kalian semua jangan membelanya, Maya itu terlalu berlebihan, saya tau Sarah juga salah tapi kalau Maya tidak merespon ya gak akan begini."

Maya memutar bola matanya malas, ia sedikit meringis merasakan panas yang semakin menjalar. Belum sempat mereka berbicara lagi, suara familiar yang tegas terdengar dari arah pintu kantin.

"Apa begini cara seorang santriwati yang baik menegur kesalahan orang lain?," tanyanya penuh penekanan.

Nadia langsung melepaskan tangan Maya, lalu menunduk dengan menggigit bibir pelan. Ustadz Azzam melangkah mendekat, dibelakang nya Kiai Bahar juga tampak berjalan dengan tongkat nya.

"Maaf Ustadz saya tidak bermaksud tidak bijak, hanya saja Maya terlalu berlebihan," Nadia masih membela diri.

"Apaan si,mereka ini ustadz yang berlebihan, mereka fitnah saya!" Maya berseru kesal.

Ustadz Azzam menghela napas panjang, menatap Maya dan Nadia bergantian. Suaranya tetap tenang, tapi ada nada tegas yang membuat semua santriwati di kantin menunduk.

“Cukup. saya tidak mau mendengar siapa yang benar atau siapa yang salah sekarang,” katanya perlahan. “Yang saya lihat di depan mata saya barusan adalah dua santriwati yang sama-sama lupa adab.”

Semua hening. Bahkan suara sendok dan piring pun berhenti.

Kiai Bahar melangkah maju, tongkatnya mengetuk lantai perlahan. “Nak Nadia, Nak Maya,” ucapnya lembut tapi berwibawa, “kalian berdua ini orang yang dipercaya. Kamu, Nadia, sebagai senior yang seharusnya memberi contoh. Dan kamu, Maya, sebagai santriwati yang sedang belajar menata hati. Tapi apa yang Kiai lihat hari ini… jauh dari kata pantas.”

Maya menunduk, jemarinya menggenggam ujung bajunya erat. Wajahnya memanas, bukan karena marah, tapi malu.

“Saya… saya cuma nggak tahan, Kiai,” suaranya pelan, nyaris seperti bisikan. “Mereka fitnah saya, ngomong hal-hal yang nggak bener. Saya cuma pengen mereka berhenti.”

Kiai Bahar mengangguk pelan. “Kiai mengerti, Nak. Tapi ada cara yang lebih terhormat untuk menghadapi fitnah. Diam dan sabar bukan berarti kalah, tapi bukti kamu kuat menahan ego.”

Sementara itu, Nadia masih menunduk. “Saya minta maaf, Kiai. Saya juga salah sudah menegur dengan cara yang tidak pantas.”

Ustadz Azzam menatap keduanya. “Baik. Sekarang begini. Kalian berdua akan datang ke kantor pengurus setelah dhuha. Kita selesaikan dengan kepala dingin, bukan dengan emosi.”

Maya mengangguk kecil, begitu juga Nadia.

Namun dari ujung ruangan, Sarah masih berdiri dengan wajah tak bersalah. Ustadz Azzam langsung menatap ke arahnya. “Dan kalian yang memulai gosip, jangan kira lepas tanggung jawab. Kalian juga dipanggil nanti. Fitnah itu dosa besar, apalagi di tempat ilmu seperti ini.”

Sarah dan teman-temannya menunduk ketakutan, wajah mereka pucat.

Kiai Bahar melanjutkan dengan suara yang lembut tapi penuh makna, “Anak-anakku, pesantren ini tempat menuntut ilmu dan memperbaiki diri, bukan tempat menanam iri dan kebencian. Kalau kalian mulai menilai orang dari harta dan status keluarganya, maka ilmu kalian belum menembus hati.”

Beberapa santriwati meneteskan air mata. Suasana yang tadinya tegang kini berubah hening penuh penyesalan.

Setelah Kiai Bahar dan Ustadz Azzam pergi, Maya masih berdiri diam di tempat. Tangannya bergetar pelan, menatap piring yang tadi sempat ia tinggalkan.

Zahra mendekat, menyentuh bahunya pelan. “May… kamu gapapa?”

Maya menarik napas panjang, berusaha menahan air mata yang menggenang di pelupuknya. “Enggak tahu, Ra. gue cuma capek. Rasanya… kayak apapun yang gue lakuin tetap salah di mata mereka.”

Rara ikut duduk di sebelahnya. “Kamu gak salah, May. Mereka aja yang iri. Tapi mungkin… kamu juga harus hati-hati sama caramu marah.”

Maya tersenyum hambar. “Iya. gue tahu.”

Sementara di luar kantin, Nadia berhenti sejenak di dekat taman kecil. Wajahnya datar, tapi sorot matanya menyimpan sesuatu yang lebih dalam, antara rasa kesal yang semakin tumbuh dan… entah, mungkin ada luka lama yang belum selesai.

Ia melirik sekilas ke arah asrama, bergumam pelan.

“Lihat aja, Maya. Aku cuma ingin kamu belajar… gak semua orang bisa hidup dengan nama besar orang tuanya.” Senyumnya samar, tapi matanya menyimpan rencana yang belum selesai.

.

.

✨ Bersambung ✨

1
Richboy I
semangat ka othor, ditunggu lanjutannya
Ayusekarrahayu: siappp makasihhh kakakk😍
total 1 replies
Hesty
bikin nadia ketauan thoor
Hesty
kalau bisa thoor jangan ada poligami... bikin nadia kena karmanya... dikeluarkandari pesantren
Ayusekarrahayu: siapp kakak masukan diterimaa😍🙏
total 1 replies
Rian Ardiansyah
di tunggu part selanjutnya kak👍
Ayusekarrahayu
Ayooo bacaa di jaminnn seruuu
Rian Ardiansyah
di tunggu kelanjutannya nyaa kak
Tachibana Daisuke
Bikin syantik baca terus, ga sabar nunggu update selanjutnya!
Ayusekarrahayu: sudah up ya kak
total 1 replies
Rian Ardiansyah
wowww amazing
Rian Ardiansyah
ihh keren bngtttt,di tungguu kelanjutan nyaaaa kak😍
Ayusekarrahayu: makasiii😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!