Setelah pernikahan yang penuh kekerasan, Violet meninggalkan segala yang lama dan memulai hidup baru sebagai Irish, seorang desainer berbakat yang membesarkan putrinya, Lumi Seraphina, sendirian. Namun, ketika Ethan, mantan suaminya, kembali mengancam hidup mereka, Irish terpaksa menyembunyikan Lumi darinya. Ia takut jika Ethan mengetahui keberadaan Lumi, pria itu akan merebut anaknya dan menghancurkan hidup mereka yang telah ia bangun. Dalam ketakutan akan kehilangan putrinya, Irish harus menghadapi kenyataan pahit dari masa lalunya yang kembali menghantui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 34
Namun, Irish segera menepis pikirannya sendiri. Posisi Erick terlalu tinggi, begitu juga visinya. Mereka hanya sebatas karyawan dan bos, jadi mana mungkin pria itu punya niat khusus padanya?
Mungkin Erick memang hanya menghargai bakatnya. Lagipula, hasil desain Irish memang cukup menonjol. Ia mengangguk pelan, merasa bangga pada dirinya sendiri.
Kalau begitu, menolak ajakan ini pun tidak akan menguntungkannya. Ia mengangkat bahu dan berkata santai, “Oke. Aku bebas besok lusa. Tapi hari itu, Pak Erick pasti harus siap mengeluarkan banyak uang!”
“Sebuah kehormatan bagiku,” Erick tersenyum senang mendengar Irish setuju.
Keduanya saling tertawa kecil, lalu berjalan menuju departemen perencanaan.
---------
Dua hari kemudian...
Irish dan Erick tiba di sebuah restoran barat ternama di kota Verdan.
Irish tampil menawan dengan gaun tanpa lengan, sepatu hak tinggi, dan ikat pinggang ramping. Rambutnya dikepang rapi, menyatu dengan penampilannya yang anggun namun tidak berlebihan. Ketika matanya menyapu dekorasi restoran yang mewah, hatinya langsung bergetar.
Makan malam ini mungkin akan menguras isi dompetnya selama sebulan, pikir Irish getir. Entah harus patungan, atau suatu hari nanti ia harus gantian mentraktir, semuanya tetap berarti, pengeluaran besar.
“Kelihatan gugup. Kamu tidak seperti biasanya.” Erick menatapnya begitu mereka duduk.
Irish tersenyum paksa. Biaya hidup bulan ini akan melayang. Gimana bisa tenang? batinnya. Tapi di luar, ia hanya berkata, “Aku baik-baik saja.”
Di balik senyumnya, Irish membuat tekad, dia tidak akan memanfaatkan Erick. Lebih baik nanti pulang makan mi instan daripada merasa berutang budi.
Di antara musik biola yang mengalun lembut dan cahaya lilin temaram, suasana terasa hangat.
Erick dengan tenang memotong steak dan mendorong piringnya ke arah Irish.
“Terima kasih,” bisik Irish, lalu mulai makan.
Percakapan mereka pun mengalir lancar. Mereka membahas dunia mode, tren, dan filosofi desain. Banyak kesamaan yang membuat obrolan terasa menyenangkan, bahkan membuat jarak di antara mereka seolah memudar.
Namun, suasana tenang itu terganggu ketika sekelompok orang masuk ke restoran. Meski tak satu pun dari mereka bicara, kehadirannya cukup mencolok untuk membuat kepala menoleh.
Irish dan Erick ikut melirik. Seorang wanita anggun berjalan masuk bersama pria tinggi dan tampan, dikelilingi oleh beberapa pengiring.
Saat Irish melihat pria itu, tubuhnya kaku seketika. Sungguh kebetulan macam apa ini? Dia menunduk cepat. Itu Ethan... dan istrinya.
Ia menahan napas, mencoba menenangkan pikirannya lalu kembali fokus pada steak-nya. Namun...
Erick juga melihat Ethan. Sebagai bagian dari lingkaran bisnis di kota Verdan, ia merasa perlu menyapa.
Erick berdiri, lalu menunduk ke arah Irish dan berkata pelan, “Ayo, kita sapa Pak Ethan sebentar.”
Irish ingin kabur. Kalau tahu begini, mending makan sate di pinggir jalan! pikirnya. Tapi ia hanya bisa mengangguk dan bangkit perlahan.
Mereka berjalan menuju Ethan dan istrinya.
“Halo, Pak Ethan.” Erick tersenyum ramah, mengulurkan tangan.
Ethan mengenakan jas abu-abu kasual tanpa dasi, dipadukan dengan kemeja putih sederhana. Namun wajah dan auranya tetap mencuri perhatian di mana pun dia berada.
“Halo, Pak Erick,” jawab Ethan, menjabat tangannya ringan. Tapi dari awal sampai akhir, ia tak sedikit pun melirik Irish, seolah wanita itu tak pernah ada.
“Ini istriku, Carisa,” katanya, memperkenalkan wanita di sampingnya.
Carisa, istri sah Ethan, memang dikenal luas. Meski jarang muncul di depan publik, penampilannya selalu jadi pembicaraan.
Erick menyapa sopan, “Senang bertemu Anda, Nyonya Ethan.”
Carisa tersenyum tipis dan mengangguk dengan anggun.
Irish berdiri diam di belakang Erick, hanya menatap dari balik bahunya.
Harus diakui, Carisa tampak luar biasa malam itu. Dibanding saat Irish sempat melihatnya di toilet waktu itu, penampilannya kini jauh lebih memesona.
Wajah dengan mata bulat, hidung mancung mungil, dan bibir mungil berbentuk ceri.
Gaun lilac satu bahunya dihiasi taburan berlian kecil di tepi rok elegan, tak berlebihan. Tapi yang paling mencolok adalah kalung berlian merah muda di lehernya, berkilau dalam cahaya redup.
Irish menatapnya dengan mata membulat. Ia pernah membaca berita bahwa Ethan membeli kalung itu dengan harga ratusan juta, rekor tertinggi dalam sejarah.
Waktu itu Irish melihatnya dari majalah yang di bacanya, saat itu dia bahkan sangat kesusahan, bingung membayar uang sekolah Vivi dan Nathan. Ia hanya bisa mencibir ketika membaca berita itu.
Kini, melihat berlian itu langsung di leher pemiliknya, Irish merasa seolah ditampar realita.
Saat Irish masih tenggelam dalam pikirannya, tatapan Carisa tiba-tiba jatuh padanya.
Bersambung........
hmm se makin menegangkan