Di kehidupan sebelumnya, Duchess Evelyne von Asteria adalah wanita paling ditakuti di kerajaan. Kejam, haus kekuasaan, dan tak ragu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Namun, semuanya berakhir tragis. Pengkhianatan, pedang yang menembus perutnya yang tengah mengandung besar itu mengakhiri segalanya.
Namun, takdir berkata lain. Evelyne justru terbangun kembali di usia 19 tahun, di mana ia harus menentukan jodohnya. Kali ini, tekadnya berbeda. Bukan kekuasaan atau harta yang ia incar, dan bukan pula keinginan untuk kembali menjadi sosok kejam. Dia ingin menebus segala kesalahannya di kehidupan sebelumnya dengan melakukan banyak hal baik.
Mampukah sang antagonis mengubah hidupnya dan memperbaiki kesalahannya? Ataukah bayangan masa lalunya justru membuatnya kembali menapaki jalan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Mendisiplinkan Para Pelayan
“Kedepannya, ini adalah ruang kerja Anda, Evelyne. Selamat datang.” Piter membukakan pintu ke ruangan yang sangat luas, dengan banyak rak yang masih kosong. Ada meja kayu jati yang kokoh, sofa yang nyaman, perapian, dan juga balkon yang mengarah ke hutan Zisilus.
Evelyne tersenyum melihat kenyamanan yang ada, bahkan di balkon terdapat tempat untuk bersantai dan minum teh. Dia menatap suaminya yang masih berdiri di tempatnya semula.
“Siapa yang memperjuangkan semuanya ini, Piter?” tanya Evelyne merasa terpesona, bahkan di kediamannya saja tak sampai seperti itu.
“Kepala pelayan yang mengurus segalanya,” ucap Piter. Evelyne tersenyum dan berdiri di balkon itu, ia menghirup udara segar di sana hingga tangan besar melingkari perutnya.
“Selanjutnya, Anda harus memilih pelayan dan kesatria penjaga Anda, bukan?” tanya Piter di sudut telinga Evelyne. Evelyne tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Kepala pelayan, panggil semua pelayan di berbagai bidang. Biarkan istriku sendiri yang memilih pelayannya,” ucap Piter. Kepala pelayan mengangguk dan pergi sejenak. Ya, sejak awal kepala pelayan memang mengekor dari belakang dengan jarak aman, tentu saja.
Evelyne menatap rimbunan pohon hutan Zisilus, warna jingga terlihat dari daun-daun yang tengah berguguran. Evelyne tersenyum dan menyenderkan kepalanya di dada suaminya.
“Sepertinya keluarga ini akan menyaingi kekayaan Duke Astria ke depannya,” kekeh Evelyne. Dia sudah memiliki banyak rencana untuk mengembangkan bisnisnya ke depan. Tentu saja dengan bekerja sama dengan sang ayah, namun tak serta-merta Evelyne angkat tangan begitu saja.
“Tuan Duke, saya sudah memanggil para pelayan dan meminta mereka berkumpul di aula,” ucap kepala pelayan seraya mempersilakan Duchess dan Duke menuju ke aula.
“Terima kasih, kepala pelayan. Ruangan ini sungguh luar biasa,” ucap Evelyne berterima kasih.
“Sudah menjadi kewajiban saya, Nyonya Duchess.” Ucap kepala pelayan dengan sopan. Evelyne mengangguk dan bersama Piter, dia berjalan ke arah aula.
Semua pelayan nampak tengah berkumpul. Evelyne menatap mereka satu per satu.
“Bukankah mulai sekarang aku berhak melakukan apapun pada mereka, suamiku?” tanya Evelyne. Piter mengangguk membenarkan.
“Kepala pelayan, mohon bantuannya,” ucap Evelyne. Kepala pelayan menunduk di belakang tubuh sang nyonya.
“Salam kepada Tuan Duke Zisilus dan Nyonya Duchess Zisilus,” ucap semua pelayan serentak memberi salam. Evelyne menatap mereka satu per satu, melihat bagaimana mereka memberikan salam.
Evelyne berjalan menuju ke arah tengah para pelayan dan dengan sengaja menjatuhkan satu berlian, yaitu gelangnya. Kepala pelayan yang paham apa yang dilakukan sang Nyonya hanya lewat dengan mata lurus ke depan seolah tak melihat apa yang dilakukan oleh sang Nyonya.
Sedangkan beberapa pelayan yang melihatnya nampak kebingungan hingga akhirnya seorang mengangkat tangannya dan berjalan mendekat ke arah Evelyne.
“Nyonya, gelang Anda jatuh,” ucapnya menyerahkan gelang itu. Dia berpikir bahwa gelang itu adalah ujian pertama untuk menjadi pelayan sang Duchess.
“Keluar dari barisan!” perintah Evelyne. Pelayan itu nampak tersenyum kegirangan. Sedangkan kepala pelayan yang paham maksud sang Nyonya masih terdiam membisu.
“Siapa yang tahu mengenai gosip keluarga Argenta yang kini dinyatakan bermasalah? Ada yang bisa menjelaskan?” tanya Evelyne. Seorang pelayan nampak dengan yakin mendekat ke arah Evelyne.
“Salam pada Nyonya Duchess. Saya tahu, Nyonya. Keluarga tersebut mengalami kebangkrutan karena sang kepala keluarga yang berjudi dan bermain wanita setiap malam. Bahkan, kekayaan mereka yang awalnya tak terhingga kini hanya tersisa gelar belaka.” Jawab pelayan tersebut. Evelyne mengangkat sudut alisnya.
“Apakah kau mantan pelayan di sana?” tanyanya lagi. Wanita itu mengangguk membenarkan.
“Keluar dari barisan!” Perintah Evelyne lagi. Semua mulai risau dengan apa yang dilakukan Evelyne. Satu demi satu keluar dari barisan hingga tersisa 5 pelayan saja.
“Siapa di sini yang belum pernah bekerja di kediaman bangsawan?” Tanya Evelyne. Seorang gadis kecil yang nampak masih berusia 14 tahun mengangkat tangannya.
Evelyne mengangguk lalu berjalan di sekitar lima orang pelayan tersebut. Dia tersenyum. Ada seorang gadis kecil yang nampak sangat polos, namun tangannya terlihat sangat kasar. Dapat dipastikan bagaimana kerasnya dia bekerja saat ini.
Seorang pelayan dengan wajah yang sedikit rusak dan juga seorang wanita yang nampaknya seorang bangsawan yang tengah menunggu masa untuk menggoda suaminya. Evelyne menghela napas kasar dan menunjuk si gadis kecil serta wanita dengan wajah yang sedikit rusak itu.
“Kalian berdua, sebutkan nama kalian masing-masing.” Ucap Evelyne. Gadis kecil yang nampak ketakutan itu berbicara terlebih dahulu.
“Saya Lauren, saya berasal dari desa di wilayah Utara kekuasaan Zisilus, Nyonya.” Ucapnya dengan gemetaran. Evelyne mengangguk.
“Saya Indri, saya berasal dari suku barbar,” jawab yang satunya lagi dengan singkat.
“Kepala pelayan, saya ingin memecat mereka bertiga. Dan mereka berdua akan menjadi pelayan pribadi saya. Ke depannya, Anda pasti tahu apa yang harus Anda lakukan, bukan?” Tanya Evelyne setelah banyak ujian yang dia terapkan.
Kepala pelayan menunduk hormat, merasa terbantu namun juga merasa sangat puas dengan tindakan Evelyne yang cerdas dan elegan.
“Apa maksud Anda memecat saya, Duchess?” Tanya seorang wanita yang nampak sebagai Lady itu. Evelyne mengangkat sudut bibirnya.
“Saya Nyonya di tempat ini. Ketidaknyamanan saya adalah hal yang saya putuskan sendiri,” ucap Evelyne terkesan egois, namun wanita itu nampak tersinggung.
“Apa maksud Anda?!” Tak terima, wanita itu hendak mendorong Evelyne yang tampak berjalan kurang stabil akibat kelelahan itu.
Namun sayang, dibandingkan dengan menjatuhkan Evelyne dan membuat Evelyne jadi bahan tertawaan, Evelyne justru masih berdiri kokoh.
“Singkirkan lengan kotormu itu!” Ucap Evelyne dengan tatapan tajamnya. Dia mengambil belati milik Azura yang dia sembunyikan di balik pakaiannya dan menggores sedikit bagian tangan Lady pelayan itu.
“Pembu*nuh!” Teriak pelayan itu lagi histeris saat menyadari tangannya bersimbah darah.
“Jangan pernah berteriak dan membuat kekacauan di wilayah kekuasaanku!” Ucap Evelyne, dan berjalan membawa dua pelayan di belakangnya, sementara sisanya dibereskan oleh kepala pelayan.
“Ah, ya. Aku lupa mengenai kalian yang keluar dari barisan.” Evelyne kembali berbalik dan menatap mereka semua.
“Kau yang mengembalikan gelangku, tusuk kedua matanya menggunakan besi panas agar dia tak bisa melihat lagi apa yang dilakukan nyonya majikannya. Seorang pelayan tak harus ikut campur urusan majikannya dan harus pura-pura tak melihat apapun yang dilakukan majikannya,” ucap Evelyne dengan seringainya yang kejam.
“Ampuni saya, Nyonya!” teriak pelayan itu ketakutan. Kepala pelayan tertegun dengan tindakan tegas Evelyne saat itu.
“Baiklah, bagaimana bila kau membuat tanda tangan di atas kertas dan membuat perjanjian bahwa jika kau melakukan hal itu lagi, kau akan memberikan hidupmu pada keluarga Zisilus tanpa syarat! Tentu saja, kau juga bisa tetap bekerja di sini dan bisa keluar semaumu,” ucap Evelyne lagi. Piter yang memperhatikan istrinya juga mulai terdiam melihat sikap tegas Evelyne.