Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.
Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.
“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hantu di Warnet Kumuh dan Dewa yang Jatuh
Pixel menyembulkan kepalanya dari dalam tas, menjilat pipi Hana untuk menenangkannya.
Ray menatap jalanan Seoul yang sepi. Malam ini mereka selamat. Tapi besok? Dengan Moderator yang bisa menghapus apapun dengan satu jentikan jari?
"Kita butuh rencana yang lebih baik," kata Ray. "Dan senjata yang lebih besar."
Markas Rahasia Ujang – Pukul 04.30 Pagi
Suasana di gudang toserba sangat suram. Ray sedang menempelkan koyo di punggungnya yang sakit akibat benturan taksi, sementara Hana sibuk memeriksa data Mahkota Emas yang kini disimpan dalam kotak kaca anti-sinyal.
"Moderator," kata Zero (hologram) dengan nada serius. "Itu adalah protokol pembersihan level akhir. Kalian tidak bisa membunuhnya karena dia tidak 'hidup'. Dia adalah kode penghapus berjalan."
"Jadi kita hanya bisa lari sampai dia menghapus kita?" tanya Ray frustrasi. "Hebat. Rencana yang bagus."
"Ada satu cara untuk melawannya," kata Zero ragu-ragu. "Moderator bekerja berdasarkan aturan sistem. Kita butuh seseorang yang tahu celah-celah kode lama. Seseorang yang pernah menjadi 'Tuhan' di sistem ini."
Hana mendongak. "Maksudmu... Kang Min-Ho?"
"Tepat," jawab Zero. "Jejak datanya belum sepenuhnya hilang. Aku melacak sinyal residu yang sangat lemah tapi sangat... arogan. Sinyal itu berasal dari sebuah Warnet kumuh di distrik Yeongdeungpo."
Ray mendengus. "Min-Ho? Di warnet? Aku pikir dia akan bersembunyi di server bank Swiss."
"Datanya rusak parah, Ray. Dia bersembunyi di mana pun dia bisa muat."
Warnet "Cyber Demon" – Pukul 05.15 Pagi
Warnet itu terletak di basement sebuah gedung tua yang lembap. Baunya seperti campuran mi instan basi, rokok murah, dan keringat gamer yang belum mandi tiga hari.
Ray, Hana, dan Ujang (yang membawa senapan shotgun di balik jaketnya) masuk dengan hati-hati. Tempat itu sepi, hanya ada beberapa pelanggan yang tertidur di depan komputer dengan mulut terbuka.
"Zero bilang dia ada di PC nomor 404. Pojok paling gelap," bisik Hana.
Mereka berjalan ke sudut ruangan. Di sana, ada sebuah komputer tua dengan monitor tabung (CRT) yang berdebu. Layarnya berkedip-kedip.
Di layar itu, tidak ada game canggih. Hanya tampilan desktop Windows 98 yang kuno.
"Di mana dia?" tanya Ray. "Min-Ho! Keluar kau!"
Tiba-tiba, sebuah jendela pop-up muncul di layar.
Gambar di jendela itu adalah Kang Min-Ho, tapi dalam versi pixel art 8-bit yang kecil dan cebol (Chibi). Dia mengenakan jas putih piksel, tapi wajahnya terlihat sangat kesal.
[SYSTEM MESSAGE]
"Siapa yang berani mengganggu istirahat Yang Mulia?!"
Suara itu keluar dari speaker komputer yang pecah, terdengar cempreng seperti tupai.
Ray menahan tawa. "Itu kau, Min-Ho? Kau terlihat... pendek."
Avatar Min-Ho di layar melompat-lompat marah. "Diam kau, Tikus Got! Ini hanya bentuk sementara! Aku sedang mengumpulkan tenaga untuk bangkit kembali!"
"Bangkit kembali?" cibir Ujang. "Kau terjebak di komputer yang bahkan tidak kuat menjalankan Solitaire."
Hana mendekatkan wajahnya ke layar. "Min-Ho, kami butuh bantuanmu."
"Bantuan?" Min-Ho tertawa (teks: Hahaha.exe). "Kenapa aku harus membantu orang yang menghancurkan kerajaanku? Pergilah sebelum aku mengirim virus Trojan ke ponsel kalian!"
"Moderator ada di sini," kata Hana singkat.
Avatar Min-Ho langsung berhenti tertawa. Wajah pikselnya berubah pucat (menjadi putih polos).
"M-Moderator? Si Penghapus?" Min-Ho gemetar. "Si 'White Death'? Dia sudah datang?"
"Ya. Dan dia menghapus Node pertama tadi malam," kata Ray. "Kalau dia menghapus dunia ini, kau juga akan hilang selamanya, kan? Tidak ada lagi tempat sembunyi."
Min-Ho terdiam. Dia berjalan mondar-mandir di layar desktop, menendang ikon Recycle Bin.
"Baiklah," kata Min-Ho akhirnya. "Musuh dari musuhku adalah alatku. Aku tahu kode kelemahan Moderator. Tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Keluarkan aku dari rongsokan ini! Di sini bau asap rokok dan keyboard-nya lengket! Aku butuh wadah yang layak! Server superkomputer atau robot tempur!"
Ray merogoh sakunya. Dia tidak punya robot tempur. Dia hanya punya satu benda elektronik kecil yang dia sita dari keponakannya minggu lalu.
Sebuah gantungan kunci permainan digital berbentuk telur. Tamagotchi.
"Ini satu-satunya 'rumah' kosong yang kami punya," kata Ray, mengangkat Tamagotchi berwarna merah muda itu.
Avatar Min-Ho melotot. "Kau bercanda. Kau ingin menaruh Dewa Agung Kang Min-Ho ke dalam mainan anak ayam?!"
"Ambil atau kami cabut colokan listriknya," ancam Ray, memegang kabel power PC.
"JANGAN! JANGAN CABUT!" teriak Min-Ho panik. "Baiklah! Aku masuk! Tapi ingat, ini penghinaan yang tidak akan kulupakan!"
Hana menyambungkan kabel USB dari komputer ke Tamagotchi itu.
Transfer Data: 1%... 50%... 100%.
Monitor PC mati. Layar monokrom kecil di Tamagotchi menyala. Wajah Min-Ho muncul di sana, sangat sederhana, hanya terdiri dari titik-titik hitam.
"Sempit sekali di sini!" suara Min-Ho terdengar dari speaker mainan yang sangat kecil dan bit-crushed. "Dan kenapa aku merasa lapar? Beri aku makan!"
Ray menyentil Tamagotchi itu. "Nanti saja. Sekarang beri tahu kami cara mengalahkan Moderator."
"Tidak bisa dibunuh," kata Min-Ho dari dalam saku Ray. "Tapi bisa dipenjara. Moderator memiliki protokol 'Logic Lock'. Jika kita bisa menjebaknya dalam paradoks logika atau Glitch yang tidak bisa dia proses, dia akan freeze (membeku). Dan tempat terbaik untuk melakukan itu adalah Node Kedua."
"Lotte World," kata Hana.
"Tepat. Taman hiburan itu memiliki kepadatan ilusi yang tinggi. Jika aku bisa meretas sistem wahana di sana, kita bisa membuat 'Labirin Tanpa Ujung' untuk mengurung Moderator selamanya."
Tiba-tiba, dinding warnet di belakang mereka mulai memudar menjadi putih.
Bukan hancur. Memudar. Terhapus.
"Dia di sini!" teriak Ujang.
Dari lubang dinding yang terhapus, Moderator melangkah masuk dengan tongkat peraknya. Matanya langsung tertuju pada Ray (dan Tamagotchi di sakunya).
"Terdeteksi: Sisa Data Admin Ilegal," kata Moderator. "Eksekusi pembersihan."
Moderator mengarahkan tongkatnya. Sinar putih melesat.
"Lari!"
Ray, Hana, dan Ujang melompat keluar dari jendela warnet tepat saat seluruh bangunan warnet itu dihapus dari eksistensi, menyisakan tanah kosong yang rata.
Mereka berlari menuju van operasional toserba yang diparkir di depan.
"Ke Lotte World!" teriak Ray, melemparkan kunci mobil ke Ujang.
Di dalam saku Ray, Tamagotchi Min-Ho berteriak: "Hati-hati, Bodoh! Jangan guncang-guncang! Aku bisa muntah piksel!"
"Diam atau tidak kubersihkan kotoran virtualmu!" balas Ray.
Van itu melaju kencang membelah pagi buta, menuju taman hiburan yang menyimpan kengerian berikutnya.