Suatu kondisi yang mengharuskan Zidan menikahi Khansa, teman masa kecilnya yang tinggal di desa, atas permintaan terakhir neneknya yang terbaring di ranjang rumah sakit.
Disisi lain, Zidan memiliki kekasih setelah bertahun-tahun tinggal di kota.
Pernikahan itu terjadi karena satu syarat yang diberikan Khansa, mau tidak mau Zidan menerima syaratnya agar pernikahan mereka bisa berlangsung.
Bagaimana kehidupan pernikahan Zidan dan Khansa?
Lalu bagaimana hubungan Zidan dengan kekasihnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lentera Sunyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencoba Kembali
“Baiklah aku mengerti, aku hanya berharap jika kita berdua bisa menjaga hubungan ini. Dan aku akan mencoba mencintaimu.”
Lagi, aku akan tumbuhkan cinta yang sebelumnya sudah aku pendam. Dengan sedikit rasa cinta yang aku miliki ini, semoga akan mudah untukku kembali mencintaimu, lanjut Khansa dalam hatinya.
Khansa menangkup wajah Zidan, menatap matanya, lalu turun ke bibirnya. Tanpa aba-aba Khansa langsung mencium bibir Zidan.
Sejenak Zidan tertegun, lalu menangkup wajah Khansa, di saat Khansa beralih mengalungkan tangannya.
Untuk pertama kalinya mereka berdua berciuman secara intens. Dan ini ciuman ketiga kalinya sejak ciuman pertama mereka yang tanpa sengaja.
Zidan menatap wajah istrinya dengan nafas yang memburu. Mereka baru saja melepas ciuman mereka yang hampir kehilangan kendali.
Meskipun ciuman mereka sudah terlepas, Khansa sama sekali tidak melepaskan tangannya yang masih berada di leher Zidan.
Khansa justru memeluknya dengan erat, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Zidan. Rasa malunya kini jauh lebih besar dari sebelumnya. Saat ini ia tidak mampu menatap wajah Zidan setelah ciuman mereka, yang bisa dikatakan sangat panas.
“Sa? Kamu baik-baik ajakan?” tanya Zidan yang merasa aneh dengan perubahan sikap Khansa.
“Diamlah! Jangan katakan apapun lagi!” tutur Khansa yang masih menyembunyikan wajahnya.
“Oke, tapi mau sampai kapan aku harus seperti ini? Aku takut kamu tidak nyaman karena aku terus menindihmu.”
Khansa sedikit mengangkat kepalanya, melirik ke arah Zidan. Yang dikatakan Zidan benar.
Tanpa bicara sama sekali, Khansa melepaskan pelukannya. Lalu berpindah posisi dengan berbaring membelakangi Zidan yang menatap dirinya keheranan.
Khansa menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, bahkan dirinya tenggelam dalam lebarnya selimut tebal itu.
Sebelum Khansa menutupi dirinya dengan selimut, ia mengambil ponselnya yang ada di ujung nakas.
Di dalam selimut yang tebal, Khansa mencari pengalihan dengan menonton video lucu agar rasa malunya teralihkan.
Zidan yang tidak mengerti apa-apa hanya bingung menatap gundukan selimut yang di dalamnya terdapat istri kecilnya.
“Sa?” panggil Zidan tapi tidak ada sahutan sama sekali dari Khansa. Yang ada hanya suara dari ponsel Khansa yang terdengar masuk di indra pendengarannya.
Zidan menyibakkan selimutnya, namun bagian yang menutup Khansa tidak terbuka sama sekali. Sepertinya Khansa sudah memprediksinya, sehingga ia sudah memegangi selimutnya dengan kuat.
“Sa, katakan sesuatu. Jangan diam seperti ini, apa aku sudah berbuat salah? Jika iya katakan, jangan mengabaikanku seperti ini.”
“Aku baik-baik aja. Kamu juga tidak melakukan kesalahan apapun. Aku hanya mengantuk,” balas Khansa yang masih berada di dalam selimut.
“Kamu yakin? Jika memang kamu mengantuk, tidak perlu menutupi seluruh tubuh kamu. Yang ada kamu akan merasa sesak karena kurangnya oksigen.” Zidan mencoba menarik selimutnya kembali, namun Khansa menahannya dengan kuat.
“Diam, Zi!” tegur Khansa.
“Kenapa?”
“Biarkan saja seperti ini, aku membutuhkan waktu untuk terbiasa dengan semua ini.” Zidan tidak mendengarkan Khansa, ia membuka paksa selimutnya.
Bisa dilihat jika wajah Khansa yang memerah dengan ponsel yang memperlihatkan video lucu.
“Aku tau kamu sedang malu, tapi jangan lakukan itu. Karena itu akan membuatmu sesak.” Zidan mengambil ponsel yang ada di tangan Khansa. Menyimpannya di atas nakas.
Khansa menatap kesal ke arah zidan. Ia berpikir apakah Zidan tidak bisa mengerti situasinya saat ini? Khansa belum terbiasa dengan semua yang terjadi barusan.
Zidan membaringkan tubuhnya di dekat Khansa, membawa Khansa ke dalam pelukannya. Zidan sedikit mengangkat kepala Khansa lalu meletakan lengan kirinya sebagai bantal.
Khansa sendiri hanya diam membisu, tidak ada penolakan. Yang ada Khansa hanya bisa pasrah dengan semua yang dilakukan Zidan padanya.
“Tidurlah, semoga malam ini kamu memimpikan diriku. Yang terpenting kamu tidak mimpi buruk, karena kamu baru saja mendapatkan dua hal baik sekaligus.”
Khansa mendongak, “Dua hal? Aku tidak mengerti.”
Zidan mencium kening Khansa, “Iya. Yang pertama kamu mendapatkan beasiswa dan masuk ke kampus impian kamu. Kedua, karena kamu sudah mau berjalan membangun hubungan ini.”
Khansa menghela nafasnya, melingkarkan tangannya untuk memeluk Zidan.
“Aku cuma berharap kita berdua bisa melewati badai yang akan datang,” tuturnya sambil menyandarkan kepalanya di dada Zidan.
“Tentu saja, kita bisa melewatinya jika kita sama-sama mempercayai satu sama lain.”
“Benar.”
Sayangnya aku belum bisa percaya sepenuhnya padamu, Zi. Maaf, bukan berarti aku meragukan cintamu. Entah kenapa aku sangat sulit untuk memberikan seratus persen kepercayaanku padamu, ucap Khansa dalam hatinya.
...* * *...
“Nay! Tidak bisakah lo liat gue sekali aja? Zidan udah mutusin lo! Tapi kenapa lo masih berusaha buat dapatin dia lagi? Lo pernah bilang kalau lo nggak punya perasaan buat dia! Tapi kenapa lo mau dia balik?” geram laki-laki itu, yang tidak lain adalah seseorang yang selalu ada untuk Naya.
Namanya Dion, bisa dikatakan jika mereka memiliki hubungan dibelakang Zidan. Bahkan mereka berhubungan jauh sebelum Naya bertemu dengan Zidan.
“Aku mau semua pusat perhatian mengarah ke gue! Karena hanya dengan Zidan gue bisa dapatkan semua itu! Jika gue sama Zidan putus, semua itu akan perlahan menghilang!!!”
Naya masih tidak terima jika Zidan memutuskan dirinya. Apalagi setelah pertemuan mereka di mall, Zidan tidak bisa dihubungi. Bahkan semua akses media sosialnya semua diblokir oleh Zidan, sehingga Naya tidak bisa menghubungi Zidan sama sekali.
Apalagi setelah huru-hara yang ia buat, dan Zidan mengambil keputusan yang tegas dengan memberitahu semua orang jika hubungan mereka berdua sudah berakhir.
“Gue tau! Tapi apa lo nggak bisa sekalipun ngasih gue kesempatan? Gue yakin kalo lo akan dapatkan semua yang lo mau!”
“Ck!! Kita pernah jalan bareng, tapi tidak ada satu orang pun yang peduli dengan lo yang ada di samping gue! Begitu gue ada di sebelah Zidan, semua orang melihat ke arah gue!. Dan ini sangat bagus buat karir gue, Dion!!”
“Gue bisa kasih semua itu ke lo, Nay.” Dion memegang tangan Naya.
“Nggak!! Lo nggak akan pernah bisa kasih semua itu ke gue!! Hanya Zidan yang bisa kasih semua itu!!” bantah Naya.
Dion mengepalkan tangannya, mencoba meredam amarahnya agar tidak terpancing dengan semua yang dikatakan Naya.
“Nay, kita bareng nggak cuma satu atau dua tahun! Kita tumbuh bersama dari kecil!! Jika lo mau mencoba, semua itu akan lo dapatkan lagi. Satu kesempatan, tidak akan ada ruginya. Hubungan lo dan Zidan itu salah, Nay.”
Dion menatap Naya dengan seksama, “Saat lo menjalin hubungan dengan dia, lo masih pacar gue. Selain kita teman masa kecil, kita juga mempunyai status lain. Dan itu sudah berjalan lima tahun! Dan itu bukan waktu yang sebentar.”
“Lo tau, kalau kita perlu perhatian dari semua orang untuk memperhalus jalan kita. Kalau bicara mengenai perasaan, lo juga tau kalau gue hanya cinta sama lo!”
“Lo yakin?”
“Apa maksud lo—”
keburu masalah yg datang makin ruwet malahan apa lagi ada ini itu