Tiga sahabat sejak kecil. Azalea, Jenara, dan Mohan, memasuki dunia kampus dengan kisah masing-masing.
Azalea diam-diam mencintai Mohan, tapi harus rela melihat cowok itu mencintai orang lain.
Di tengah luka itu, Jenara—sahabat yang selalu ada, menjadi tempat Azalea bersandar. Namun siapa sangka, Jenara justru menyimpan cinta yang lebih dalam.
Ketika akhirnya Azalea membalas perasaan itu, masa lalu Jenara muncul dan menghancurkan segalanya. Lalu tragedi terjadi, menyeret nama Mohan dan membuat Jenara pergi tanpa pamit.
Bagaiman kehidupan Mohan dan Azalea setelah tragedi itu?
Apakah Jenara akan kembali menepati janjinya untuk selalu di sisi Azalea?
Mungkin hidup Azalea tak lagi sama. Lukanya masih ada, namun disimpan rapi dibalik senyum gadis itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Faroca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tatapan yang Membeku di Antara Ramainya Kantin
Azalea, Fani dan Regi duduk melingkar ditaman belakang gedung psikologi. Tempat paling nyaman untuk ketiganya, membahas tugas yang sedang mereka kerjakan saat ini. Pohon besar berdaun lebat menaungi ketiganya dari sinar matahari siang ini.
Azalea nampak bersandar di batang pohon besar tersebut. Matanya nampak fokus pada layar laptop yang menyala.
"Capek banget otak gue hari ini," Fani tiba-tiba bersuara.
Azalea melirik sekilas lalu mulai fokus lagi. "Kalo otak lo capek, mendingan lo kasih minum aja Fan... Biar nggak dehidrasi," ceplos Azalea.
"Lo kira gue lagi haus, aneh lo." kesalnya.
"Gimana sambil ngerjain tugas, lo cerita tentang penembakan yang terjadi semalam," usul Regi
"Nah bener tuh, biar nggak capek-capek banget otak gue. Seenggaknya cerita lo bikin otak gue ada iklannya," timpal Fani
Azalea menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan. "tentang itu ya? Gimana ya? Kayanya semesta lagi iseng aja deh, terus ngeklik tombol 'shuffle pasangan' dan hasilnya kami," ucapnya santai sambil melirik ke arah kedua temannya.
Regi mengambil buka Azalea dan memukul tangan gadis itu pelan."Kalo ngomong sembarangan lo, kalo semesta ngeklik tombol shuffle lagi... Terus jodoh lo ganti Pak.Tanjung atau Bima, mau lo?" omelnya.
"Hahahaha... Gue nggak bisa ngebayangin, kalo Azalea sama Bima jadian. Itu kaya botol Yakult sama gapura kabupaten lagi pacaran," Fani tertawa puas mengutarakan analoginya.
"Nggak usah dibayangin Fan, karena itu nggak mungkin terjadi. Regi aja yang mikirnya kejauhan," ucap Azalea sambil menutup layar laptop yang dipangkunya.
"Akhirnya selesai juga, makalahnya..." Azalea berseru senang.
"Serius udah selesai Za?" tanya Fani senang, karena tugas kelompoknya sudah selesai.
"Udah di cek lagi Za? Takut ada yg typo tulisannya, atau di formatnya?" bawel Regi, takut ada satu saja yang salah.
"Aman Gi... Udah di cek berkali-kali kok," Azalea menenangkan.
"Lo nggak nulis nama Jenara kan di anggota kelompok?" Fani mulai menggoda Azalea.
"Nama Jenara udah tertulis dihati sama otak gue Fan, nggak mungkin nyasar ke makalah..." ucapnya bangga, senyumnya mengembang.
"Bisa aja nih anak kecil ngegombal," Regi mencubit pipi Azalea gemas.
"Regiiiii... Sakit tau pipi gue," Azalea berteriak sambil memegang pipi chubby nya.
"Sakit ya, maaf loh... habis gue gemes banget sama lo," Regi memasang muka sok polosnya namun sedikit meledek.
"Jadi gimana nih? Habis ini mau pulang dulu atau mampir kantin utama?" tanya Fani sengaja untuk melerai keduanya.
"Kantin utama lah, kan kita mau ditraktir sama Aza..." Regi langsung berucap.
"Gue?janji?kapan?" ucap Azalea dengan ekspresi kaget tapi cantiknya nggak ilang. Fani dan Regi langsung bertukar pandangan, keduanya memasang wajah polos dengan senyum jailnya.
Regi memegang pundak Azalea, dan berkata : "Menurut penelitian terbaru, teman yang baru jadian punya kecenderungan lebih dermawan. Dan hidup Lo bakalan bahagia. Jadi Za, Lo harus buktiin hipotesis itu." ucap Regi sambil mengangkat satu alisnya.
Azalea membuang nafas kasar, "Secara psikologis, mentraktir temen setelah jadian bisa menimbulkan rasa kehilangan saldo, bukan kebahagian." ujar Azalea tak mau kalah.
"Jadi lo, nggak mau bikin saldo lo ilang sedikit Za? Ya gagal dong makan gratisnya," Fani memasang wajah sedih yang dibuat-buat.
"Lebay lo Fan, ayo cepet kita ke kantin. Kalian boleh pesen apa aja yang kalian mau,"
"Serius nih Za?" Ucap Fani antusias, wajah sedih yang dibuat-buat seketika berganti dengan senyum yang merekah.
"Iya beneran, ayo cepet. Keburu sore," Ajak Azalea. Mereka bertiga pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kantin utama dengan perasaan tanpa beban karna tugas kelompok mereka sudah selesai.
****
Suasana kantin utama siang itu penuh dengan kehidupan. Ramai, riuh dan agak kacau namun terasa akrab. Tawa mahasiswa bersautan dengan blender yang sedang mengaduk buah yang akan menjadikannya segelas jus.
Disudut kantin terlihat dua cowok yang masih asik dengan obrolannya. Lama tidak ada interaksi dari keduanya, membuat mereka saling melepaskan rasa rindu dengan kata semangat dan saran yang saling mereka berikan.
Namun keduanya mulai terusik dengan kedatangan Amara dan Nadine yang secara sengaja ingin mendekati Jenara.
"Sayang!!! Aku telpon kamu loh, kok nggak di angkat?" Seru Amara manja sambil duduk disebelah Mohan.
"Ponsel aku silent, karena aku lagi ngobrol bareng Jenara. Udah lama kita nggak ngobrol bareng," Mohan berkata sambil memegang tangan Amara.
"Ok... Sambil nunggu temen aku yang lain datang, boleh dong aku sama Nadine gabung?" Amara melirik Nadine yang masih berdiri di samping Jenara.
"Boleh kok, silahkan... Nad, duduk aja di samping Jenara. Kalian pasti udah saling kenal kan?" ucap Mohan santai. Nadine yang tidak membuang kesempatan, gadis itu duduk disamping Jenara dengan senyum yang menurutnya sangat indah. Gadis itu menatap ke arah Jenara, namun Jenara enggan menatap balik.
"Moh... Kayanya gue balik duluan ya? Aza pasti udah selesai kerja kelompoknya, gue jemput dia aja ke gedung psikologi." Pamit Jenara karena merasa jengah dengan tatapan Nadine.
"Ok Je... Jangan sampe dia lama nunggu," ucapan Mohan membuat Amara melotot tajam ke arahnya.
Jenara beranjak dari kursinya, ketika dia akan melangkah. Nadine dengan sengaja menahan tangan Jenara. Gadis itu ikut berdiri, dengan wajah cantik yang menggoda. Jari lentik Nadine dengan berani menggerayangi setiap inci wajah Jenara dengan pelan, sampai pada bagian bibir tipis yang dimiliki cowok itu. Jari itu berhenti disana. Matanya menatap penuh gairah ke arah bibir tersebut.
Beberapa mahasiswa yang berada di dekat mereka, mulai merasa mempunyai tontonan gratis. Mereka saling senggol dan tidak menghabiskan banyak waktu, Jenara dan Nadine menjadi pusat tatapan mereka.
"Nadine!!! Lo apa-apaan sih," Mohan menegur Nadine.
"Biarin aja dong sayang, Jenara aja nggak keberatan kok." ucap Amara sok lembut.
"Lo terlalu sempurna buat gue lewati Jenara, gue suka semua yang ada di diri lo. Bahkan bisa dibilang gue terlalu obses buat ngedapetin Lo," Nadine makin mendekatkan wajahnya. Namun Jenara hanya diam, entah karena cowok itu menikmati sentuhan Nadine atau ada sebab yang lain.
Tanpa mereka sadari, Azalea dan kedua temannya memasuki pintu kantin tersebut. mereka mengedarkan pandangannya mencari meja kosong yang masih tersisa, namun bukan meja kosong yang didapat oleh Azalea—tetapi adegan mesra antara Jenara dan Nadine. Azalea melihat dengan jelas, gimana jari lentik itu mengelus bibir Jenara lembut.
Azalea menelan ludahnya dengan susah payah, sakit di dadanya mulai di rasa. Tatapan gadis itu seketika membeku. Fani dan Regi menggenggam tangan Azalea, mereka mencoba untuk memberi kekuatan pada temannya itu. Baru tadi kebahagian muncul di mata gadis itu. Namun, saat ini perasaannya mulai dipermainkan lagi.
"Azalea," ucap Mohan yang sadar akan kehadiran Azalea.
Jenara langsung menoleh ke arah tatapan Mohan, dilihatnya gadis mungil itu sedang menatapnya penuh kekecewaan. Jenara langsung menepis tangan Nadine dengan kasar, dan menghampiri cewek yang semalam baru saja menjadi kekasihnya.
Bagaimana reaksi Azalea ketika Jenara menghampirinya?