Elena Adelyn Alba wanita berparas cantik,elegan karena lahir dari keluarga cukup berada. ibu nya seorang designer bahkan rancangan nya hanya di pasarkan untuk kalangan atas sedangkan ayah nya pemilik perusahaan tekstil yang cukup terkenal. namun kehadiran Elena tidak pernah di anggap ada bahkan di perlakukan sangat buruk oleh keluarga nya, lingkungan bahkan keluarga suami nya. wanita yang selalu di anggap benalu dan tidak mempunyai kemampuan apa pun, tanpa mereka ketahui seorang Elena mampu menghasilkan jutaan dollar setiap minggu nya. Dia memang terlihat bodoh tapi dari kekurangan nya itu ada satu kelebihan.
yuks mari ikuti kelanjutan cerita dari Elena Adelyn Alba dalam Cinta Untuk Elena
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon na4vR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part. 33. Kasih sayang Kania
Di depan sebuah kamar rawat inap, wanita itu berdiri terdiam. Dia mencoba menenangkan hati nya terlebih dahulu serta menyiapkan diri untuk menyapa seseorang di balik pintu yang sudah membuat nya cemas setengah mati.
Begitu merasa siap, pintu di dorong nya perlahan lahan. Mata nya menangkap seseorang yang sangat diri nya cemaskan dan membuat diri nya sampai berlarian dari parkiran sampai kesini sedang tertidur pulas di atas brankar.
"Suster.."panggil nya pelan pada suster yang tengah berjaga sekaligus mengecek infus si pasien.
"Maaf apa Nona ini, keluarga dari pasien?"
"Iya, saya tante nya,"sahut Kania lirih
"bagaimana keadaan keponakan saya?"
"Nona Elena sudah membaik, tadi sempat siuman tapi dokter meminta nya untuk beristirahat kembali, agar cepat pulih."
"Apa tidak hal yang serius, Sus?"tanya Kania penuh harap jawaban dari perawat membawa angin segar untuk nya yang tengah di landa kecemasan.
"Saya tidak bisa memastikan dan tadi dokter sempat berpesan kalau ada salah satu keluarganya datang, diminta untuk segera keruangan dokter, sepertinya Dokter ingin menyampaikan sesuatu pada keluarga pasien."
"Dimana ruangan nya? Saya akan kesana sekarang."
"Di lantai 5, Nona.. Dari pintu lift di sebelah kanan."
"Terima kasih, Sus.."
Kania langsung bergegas pergi menemui Dokter yang menangani Elena, jantung nya mulai tidak karuan. Pikiran negatif nya kembali muncul mengisi otak nya, segala prasangka buruk tiba tiba berputar putar sehingga dia merasa ketakutan.
Takut akan terjadi sesuatu pada Elena, bagaimana jika wanita itu mempunyai penyakit serius. Bagaimana jika penyakitnya tidak bisa di sembuhkan, rentetan pertanyaan dalam hati Kania yang belum ada jawaban.
Tidak lama dia sudah sampai di depan ruangan dokter, setelah mengetuk dan di persilahkan masuk. Kania melangkah perlahan, dia pun duduk langsung berhadapan dengan dokter wanita yang seperti nya seumuran dengan nya.
"Sore, Dok.."sapa Kania gugup.
"Sore, apa anda wali dari keluarga Elena Adelyn Alba?
"Benar, Dok..Saya Tante nya..".
Dokter itu menatap serius jarinya saling bertautan di atas meja, sepertinya akan ada penjelasan panjang yang akan Dokter sampaikan tebak Kania.
"Jadi begini, Nona?"
"Kania, Dok.."Sela Kania
"Oh begini, Nona Kania.. Saya perlu bicara hal serius, mengenai kondisi Nona Elena saat ini."
Dengan langkah gontai serta pikiran yang melayang jauh. Dia mencoba mencerna setiap kalimat yang yadi dokter sampaikan pada nya. Dirinya bukan dokter dan juga bukan manusia yang paham mengenai masalah medis. Tapi Kania mengerti apa yang di sampaikan dokter tadi pada nya, tentang keadaan Elena yang tidak baik baik saja meski fisiknya tidak terluka.
Tiba dirinya di kamar yang di huni oleh Elena, rupanya wanita itu sudah bangun yang sedang mencoba bangun tanpa bantuan dari perawat.
"Tante?"
Kania langsung mempercepat langkah nya dan langsung menghampiri Elena dan duduk di atas brankar berhadapan dengan keponakan nya itu. Dia menepuk bahu Elena.."Dasar bocah nakal, bisa bisa nya pingsan di depan mall dan merepotkan orang lain!! Kau lihat sekarang, Tante sampai meninggalkan klien penting hanya untuk memastikan kondisi mu.. Kau selalu ingin membuat Tante mu terkena serangan jantung.."
"Tante..."protes Elena sambil mencebikan bibir nya, dia mencoba memasang wajah memelas agar Kania berhenti memarahi nya seperti anak kecil lagi.
Dia tahu Kania hanya mengkhawatirkan nya namun lebih dari pada itu, Elena juga tidak mau membuat Tante nya cemas berlebihan setiap diri nya sakit.
"Tante tidak peduli, kalau perlu kau Tante marahi tiga hari tiga malam.. Biar kau berhenti membuat ke kacauan yang bisa membuat ku hampir mati mendadak jika harus mendapat kejutan yang kau berikan.."
"maaf sudah membuat Tante cemas.."
"Tante, tidak khawatir, buat apa aku mengkhawatirkan keponakan yang tidak sayang dengan tubuh nya sendiri."
Elene memajukan tubuh nya, memeluk tubuh Kania dan seperti biasa dia akan bermanja manja di dada wanita itu.
"Masih mau marah marah? Keponakan mu ini sakit lo apa tidak di pending dulu marahnya?
"tidak bisa!! Mempunyai keponakan satu saja sudah sangat merepotkan."sungut Kania sambil memejamkan mata nya yang mulai berkaca kaca, bahkan tubuh yang tengah mendekapnya hangat. Dia sempat membayangkan akan pergi meninggalkan nya sendirian tanpa bisa kembali, Kania sangat takut jika itu sampai terjadi.
Begitu tahu Elena baik baik saja, hatinya sangat lega luar biasa. Seperti menemukan air sejuk di tengah padang gurun.
"Aku sudah lebih baik, aku hanya kelelahan di tambah aku semalam kurang tidur, jadi ya..tahu tahu aku sudah pingsan ."
Kania mengusap cairan bening di sudut mata nya, sebelum mengurai pelukan Elena dari tubuhnya.
"Lain kali, pergilah kemana pun dengan pengawal suami mu, percuma kau punya suami kaya raya tapi tidak bisa kau manfaatkan."
"Baiklah, aku akan ikuti nasehat Tante.."
"Telinga mu sepertinya perlu di periksa juga, Tante khawatir semua yang aku ucapkan hanya masuk kuping kanan dan keluar dari kuping kiri."
Elena cemberut, "aku mendengarnya!! Dan telinga ku masih sehat, jangan berlebihan.."
"Apa kau bilang berlebihan? Kau tidak tahu jantung ku ingin copot begitu petugas rumah sakit menghubungi ku, kalau kau tidak sadarkan diri di ruang Igd."
Elena meringis.."iya maaf.. Harus berapa kali aku meminta maaf pada mu? Elena memasang puppy eyesnya.
"harus nya kau, ku hukum berdiri di kamar mandi sampai pagi.."
"Tante, tega?
"Tentu aku tega dan untuk apa aku kasihan sama kamu!!
"selalu saja berbuat kejam.."
Kedua nya terdiam sejenak hanya saling menatap dalam, menyelami kasih sayang yang meleburkan kegelisahan serta ketakutan yang tadi menyapa.
Kania walau pun tidak mempunyai hubungan darah dengan nya, namun kehadiran nya sangat berarti. Menjadi pelipur lara hati nya yang dulu kesepian di tinggalkan seseorang tanpa belas kasih.
"Apa masih pusing? Tanya Kania lembut, rasa kesalnya sudah menguap begitu saja.
"Sudah lebih baik."
"Istirahatlah lagi, Tante akan menunggu mu di sini."
"Nanti saja, aku lapar sekali.."
Kania terkekeh geli, selalu saja begini setiap kali mereka bertemu. Elena seperti anak kecil yang selalu mengadu pada nya jika lapar, hal itu yang membuat Kania begitu sayang pada wanita ini.." mau makan apa?hmmm.."
"Aku mau gelato, pasta, daging asap, burger.. Oh iya Tante juga pesan kita akan makan sama sama di sini."
Kania menggeleng kepala nya, sakit saja Elena makan nya tetap tidak berkurang.." kau ini sakit banyak mau nya?
"Tante ku ini sangat cantik dan belikan ya? Kan keponakan mu sedang sakit."
Sudah begini mau tidak mau Kania menyambar ponsel nya, mencari beberapa makanan yang di inginkan Elena lewat aplikasi delivery.