NovelToon NovelToon
Peluang Pulih

Peluang Pulih

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: jvvasawa

"Hai, aku gadis matematika, begitu Sora memanggilku."

Apa perkenalan diriku sudah bagus? Kata Klara, bicara seperti itu akan menarik perhatian.

Yah, selama kalian di sini, aku akan temani waktu membaca kalian dengan menceritakan kehidupanku yang ... yang sepertinya menarik.

Tentang bagaimana duniaku yang tak biasa - yang isinya beragam macam manusia dengan berbagai kelebihan tak masuk akal.

Siapa juga yang akan menyangka kekuatan mulia milik laki-laki yang aku temui untuk kedua kalinya, yang mana ternyata orang itu merusak kesan pertamaku saat bertemu dengannya dulu, akan berujung mengancam pendidikan dan masa depanku? Lebih dari itu, mengancam nyawa!


Pokoknya, ini jauh dari yang kalian bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jvvasawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33 | KEKACAUAN ZOFAN

Harap bijaksana dalam membaca, karya ini hanya lah fiksi belaka, sebagai hiburan, dan tidak untuk ditiru. Cukup ambil pesan yang baik, lalu tinggalkan mudaratnya. Mohon maaf atas segala kekurangan, kecacatan, dan ketidaknyamanan, dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala dukungan; like, vote, comment, share, dan sebagainya, Jwasawa sangat menghargainya! 💛

Selamat menikmati, para jiwa!

Betapa terkejutnya aku mendengar pernyataan yang meluncur begitu mulusnya dari mulut Kak Sea. Mulutku menganga lebar, sampai-sampai aku bisa mendengar bunyi geser pada rahangku.

“Mereka … mereka sepupu?!”

Pita suaraku bergetar meminta konfirmasi atas informasi yang tertangkap telingaku. Dingin udara menyapu lidahku saat kutarik napas secara berkala melalui mulut. Mulutku terasa kering – kelu.

“Ck,” Sora mendecak, sementara Zofan mengusak rambutnya. Mereka seperti tak bisa berkata-kata atas reaksi yang kuberikan, dan aku masih tak bergeming dengan pernyataan yang baru kudengar.

Pandanganku mengedar pada posisi persembunyian para penggemar Zofan. Kurasa sebagian dari mereka sama terkejutnya, sementara sebagiannya lagi seperti sudah tahu. Apa itu rahasia umum? Tapi … kenapa aku tak pernah mendengar kabarnya?!

“Lihat? Ini hasil perbuatanmu sendiri, Sor! Kau bodoh!”

“Zoey, sudah lah! Apa, sih, yang kalian permasalahkan?” Kak Sea menjangkau dan menurunkan tangan Zofan yang menunjuk tepat di wajah Sora yang tengah buang muka, raut penuh emosi tergambar di wajahnya. Aku semakin bingung dihadapkan dengan situasi ini.

“Jangan membelanya seakan Kakak tahu apa permasalahan kami!”

“Kalau begitu beri tahu aku, Zoey!”

“Tidak bisa!”

“Tapi aku pacarmu, kupikir aku berhak tahu tentang apa yang sedang terjadi?”

“Tidak segala hal harus kau ketahui, Kak! Jangan terlalu ikut campur urusan pribadiku.”

Sekalipun aku tidak begitu berpengalaman soal cinta, tapi kurasa celetukan Zofan cukup menyayat hati Kak Sea. Netra Kak Sea hanya memperhatikan Zofan dengan kerutan di dahinya.

“Itu! Itu alasan hubungan kita selalu jalan di tempat! Kau hanya sibuk dengan dirimu sendiri. Tidak segala hal harus aku ketahui? Aku bahkan tidak tahu satu hal pun darimu, Zoey. Aku tak pernah merasa penting untukmu. Terlalu banyak banyak yang kau rahasiakan sampai aku tak tahu lagi mana yang benar, Zoey.”

Kak Sea tampak menggigit bibir bawahnya, matanya terlihat berkaca-kaca. Kepalanya merunduk, dan aku juga lihat tangannya tampak meremas tas yang ia jinjing.

“Itu alasan aku tak mau hubungan kita tersebar. Apa yang harus aku katakan kalau orang-orang menanyakan soal dirimu padaku, sementara aku tak tahu apa pun tentangmu?”

Suara Kak Sea terdengar lirih. Dengan refleks kupalingkan penglihatan pada Zofan, terlihat semburat penyesalan dan gurat luka di balik ekspresinya.

Tak lama, Bian dan Nero datang menghampiri. “Kenapa wajah kalian tegang semua?”

“Oh, ada Kak Sea? Kok tumben? Sudah mau terang-terangan, ya, sekarang?” Bian menyandarkan sikunya di bahu Nero, sementara Nero hanya menyelipkan tangan ke dalam saku celana, menyimak.

Wah, pertanyaan yang sangat bagus. Menyiram bensin di atas api.

Tanpa menanggapi pertanyaan Bian, kekasih Zofan itu mengambil langkah mundur lalu berbalik pergi meninggalkan perkarangan sekolah, dari belakang dia terlihat mengangkat tangannya ke wajah, dan bahunya terlihat bergetar.

“Loh, malah pergi? Apa aku salah bicara? Hei, Zo, ada apa ini?”

Kurasa ini sudah bukan ranahku. Lagipula, kehadiranku yang sempat disalahpahami oleh Kak Sea, kekasih Zofan, sepertinya sudah jelas dan sudah cukup aku luruskan.

Perlahan kakiku melangkah mundur selagi mereka tak menyadari keberadaanku.

“Kau mau ke mana?”

Baru saja aku akan mengendap-endap kembali pada Klara yang masih setia menunggu – atau lebih tepatnya menonton drama yang tak sengaja melibatkanku, suara Zofan menghentikan niatku. Dia berjalan mendekatiku, mengabaikan panggilan Bian.

“Uh … kurasa, aku tak ada urusan di sini,” jawabku jujur.

“Ada, kau masih ada urusan denganku, Natarin. Apa kau tak ingat dengan … dengan janjimu untuk mengajariku pelajaran matematika?”

Kepalaku meneleng mendengar penuturan Zofan, yah, tentu aku tahu maksudnya. Zofan pasti ingin tetap merahasiakan misinya, terutama dari Sora yang dia minta untuk tak ungkit ini kepada Sora. Tapi, kurasa waktunya bukan sekarang.

Tatapan Sora yang berdiri di belakang Zofan seperti mengulitiku hidup-hidup, dan kali ini, tak ada kelembutan dalam sorot matanya. Itu membuatku mengurungkan niat untuk membantu Zofan, tidak hari ini.

“Lain kali saja. Kau kejar dulu kekasihmu itu, selesaikan urusan kalian, minta persetujuannya dulu, baru aku mengajarimu. Aku tak mau jadi korban kesalahpahaman kalian lagi, oke? Dan, ingat untuk membayarnya dengan yang sudah kau janjikan.”

“… tapi, Nat—”

“Sudah cukup,” timpalku. “Tidak ada negosiasi hari ini.”

Aku kembali melirik ke arah Sora, kemudian sedikit merendahkan suaraku, “kau selesaikan dulu juga urusanmu dengan Sora. Dia melihat ke sini dan seperti ingin memakanku, atau membunuhmu. Kalian semakin tak beres.”

Bisa-bisanya Zofan berencana menoleh ke arah Sora begitu mendengar ucapanku, untung aku cepat melarangnya. Dasar bodoh! Kalau Sora tahu kita membicarakannya, bisa benar-benar dimakan aku.

Sora tidak terlihat sakit seperti kata Zofan. Dia justru terlihat sangat sehat, dan … berbeda.

Zofan menghela napas gusar dan mengacak rambutnya, mungkin frustrasi. Kurasa dia perlu mengambil waktu istirahat dan menyegarkan otaknya. Masalahnya terlalu banyak, bakan pada orang-orang.

Sebelum aku benar-benar meninggalkan lingkaran Zofan, dia sempat menyampaikan permintaan maaf atas keributan yang di luar dugaan ini. Ya, bukan hanya di luar dugaan, tapi ini sudah di luar antariksa.

Ada satu hal lagi yang sempat dia sampaikan padaku, dan sekarang aku tahu apa yang terjadi pada Sora. Aku masih belum puas dengan apa yang kudengar, tapi kepalaku pun sudah cukup banyak menampung kenyataan hari ini, membuatnya sampai berdenyut.

Begitu berbalik menghampiri Klara yang sedari tadi menjadi saksi, derap langkah kaki terdengar menyusul di sisiku. Kukira si mulut remix belum menyerah, tapi ternyata itu langkah orang lain.

“Klara Mandala.”

Nero berdiri di hadapan Klara, menutupi pandanganku.

“Apa-apaan, sih, segala memanggilku dengan nama lengkap?”

“Kekuatanmu sama denganku?”

Tertarik dengan topik yang Nero angkat, kulanjutkan langkahku mendekati mereka.

“Sama denganmu? Maksudmu, aku pengendali tumbuhan seperti kau?” Klara memastikan.

Lantas Nero mengiyakan dengan anggukan.

“Tidak,” jawab Klara akhirnya.

“Aku melihatnya.”

“Apa? Dimana? Mungkin kau salah lihat,” Klara kembali menyanggah.

Jika tadi mengangguk, sekarang kepala Nero menggeleng.

“Malam itu, saat aku mengantarmu pulang dari kafe. Bunga-bunga di pohon sepanjang jalan bermekaran,” jelas Nero, masih menolak jawaban Klara yang sepertinya tak sesuai harapan.

“Lalu, apa hubungannya denganku? Mungkin kebetulan sudah saatnya pohon-pohon itu berbunga.”

Aku tahu Klara menjawab asal untuk yang satu itu.

“Tidak, pepohonan besar di daerah ini seharusnya sudah tidak lagi berbunga banyak.”

Ekspresi Klara terlihat gugup setiap mendengar bantahan yang Nero lontarkan. Dia seperti kriminal yang tertangkap basah melakukan kejahatan.

“Pasti itu perasaanmu saja. Kau melamun, kan, saat kendarai motor? Kau bahkan tak merespon segala omonganku di sepanjang jalan.”

“Bagaimana caraku merespon saat sinyal dari pohon-pohon yang kau paksa berbunga itu menggangguku? Kau menyakiti mereka dengan perbuatan sembaranganmu itu, seharusnya kau tahu sebagai sesama ahli tumbuhan.”

“… tentu saja aku tidak tahu. Sudah kubilang aku tidak sama sepertimu!”

“Tak apa kalau tak mau mengaku, tapi jangan diulangi. Perdalam wawasan tentang kekuatanmu sendiri, sebelum menggunakannya. Jangan membuat kesalahan yang merugikan makhluk hidup lain.”

Setelah memberi Klara sedikit petuah, Nero beranjak kembali pada teman-temannya. Aku melipat tangan di dada mengamati punggung Nero, lalu kepalaku berpaling pada Klara.

“Jadi, kemampuanmu itu?”

“Tidak … Nero salah. Jangan dengarkan dia, Nat.” Klara menepuk bahuku, kemudian menggandeng lenganku untuk membawa diriku pergi menjauhi perkarangan sekolah, melenggang keluar gerbang sekolah.

“Padahal tak apa kalau benar, Klar. Atau … kau malu karena masih belum menguasai kekuatanmu seperti Nero, ya?”

Klara berdecak menanggapi, kemudian dia percepat jalannya hingga kakiku otomatis ikut mengimbangi, agak tertatih menyamakan langkah cepat Klara.

“Hari ini aku bawa motor, jadi kau pulang denganku saja.”

“Lalu, mana motormu? Kita malah meninggalkan parkiran?”

“Motornya kuparkir di lapangan sebelah.”

Duduk di belakang Klara yang fokus berkendara, wajahku mendongak memandangi langit-langit biru yang terbentang jernih, bersih, tak ada awannya.

Melamun seperti ini membuat detik-detik Kak Sea mengungkap fakta bahwa Sora dan Zofan punya ikatan darah sebagai sepupu terus berputar dalam benakku, berulang-ulang bagai kaset rusak.

Kedua telapak tangan kubawa meremas kepalaku sendiri. Bukan salahku tak mengenakan helm. Klara tak membawa helm dua, dan dia memaksaku ikut dengannya.

Lagi-lagi suara Kak Sea beberapa waktu lalu kembali terngiang, dan getarannya pun seperti masih berdengung nyaring dalam gendang telingaku.

Ternyata, itu alasan Sora dan Zofan begitu dekat.

Ternyata, perkiraanku di pertemuan awal Zofan dan Sora tidak pernah meleset.

Mereka memang sudah saling mengenal sebelum hari kepindahan Sora ke sekolah ini.

...

Bersambung

1
Avocado Juice🥑🥑
Luar biasa kisahnya
Avocado Juice🥑🥑: Semangat kak /Smile/
total 2 replies
Aishi OwO
Mantap, gak bisa berhenti baca
Jwasawa | jvvasawa: Waaaa terima kasih banyak! Semoga betah terus bacanyaa. /Whimper//Heart/
total 1 replies
Tsuyuri
Thor, tolong update secepatnya ya! Gak sabar nunggu!
Jwasawa | jvvasawa: Aaaa terima kasih banyak dukungannya! 🥺 akan aku usahakan! ♡♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!