Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Tanpa ragu, Cat langsung meninggalkan ruangan atasannya. Suara langkah kakinya yang menjauh masih terngiang, meninggalkan keheningan yang berat.
Maximilian menarik napas dalam, lalu kembali duduk di kursinya dengan gerakan penuh wibawa. Matanya menyipit, sorot dingin terpancar tajam.
“Max, dia hanya staf kecil. Kita bisa cari penggantinya. Bahkan mereka yang lebih berpengalaman pasti banyak,” ucap Selina dengan nada lembut, berusaha terdengar menenangkan, meski hatinya berdebar karena takut pria itu marah.
Namun Maximilian menoleh tajam. “Sejak kapan kau ikut campur urusan perusahaan? Walau aku atasan di sini, bukan berarti kau boleh ikut campur seenaknya.” Suaranya berat, dingin, seakan mengiris udara.
Selina tersentak, buru-buru tersenyum pahit sambil mendekat. “Max, aku hanya ingin membantumu saja. Aku tidak tahu bisa terjadi seperti ini. Aku tidak menyangka kalau Nona Liu begitu mudah tersinggung,” katanya lembut, suaranya dibuat lirih, lalu menambahkan, “Bahkan dia ingin menamparku.”
Maximilian mencondongkan tubuh sedikit ke depan, sorot matanya tajam menembus Selina. “Menamparmu? Kenapa yang kulihat justru dia menahan tanganmu? Kalau dia yang ingin menampar, seharusnya kau yang menahan tangannya. Selina, kau adalah tunanganku. Tapi ingat baik-baik, kau tidak berhak ikut campur urusan bisnisku.”
Wajah Selina memucat. Ia buru-buru mengganti ekspresi dengan senyum manja, berusaha mengurangi ketegangan. “Max, baiklah, jangan marah. Besok kita akan bertunangan. Jangan sampai orang luar merusak suasana hati kita.” Suaranya bergetar halus, menyembunyikan rasa panik.
“Keluarlah. Aku masih ada urusan,” kata Maximilian dingin, suaranya penuh penolakan.
Selina menelan ludah, hatinya berdesir tidak tenang. Ia tersenyum tipis sambil berucap, “Baiklah. Ingat, besok datang tepat waktu. Aku tidak sabar menunggu acara itu.” Setelah itu ia melangkah keluar, meninggalkan aroma parfum yang samar namun menusuk.
Keheningan menyelimuti ruangan beberapa saat, sebelum akhirnya Luo Jin membuka suara dengan hati-hati. “Tuan, maaf atas kejadian ini. Saya tidak menyangka Cat akan melawan Anda.”
Tatapan Maximilian langsung beralih padanya, penuh tekanan. “Luo Jin, kau sebagai pengurus di sini, kenapa tidak bicara yang sebenarnya? Cat adalah bawahanmu selama bertahun-tahun. Dia berjuang mati-matian di luar sana, mempertaruhkan nyawa, dan perusahaan yang mendapat nama. Tapi kenapa hari ini kau malah membela orang lain?”
Keringat dingin menetes di pelipis Luo Jin. Ia buru-buru menunduk. “T-Tuan Zhang, saya tidak membela siapa pun. Saya hanya mengatakan yang sebenarnya,” jawabnya dengan suara gemetar, berusaha menyangkal.
Maximilian mengetukkan jarinya di meja, suara ketukan itu terdengar menekan. “Sudahlah. Pergi hubungi Cat. Kalau sampai besok dia tidak kembali, kau juga angkat kaki dari sini!” perintahnya dengan nada tegas, membuat Luo Jin terperanjat.
“I-iya, Tuan. Saya laksanakan sekarang juga.” Luo Jin menunduk dalam, lalu segera beranjak keluar dengan langkah tergesa, wajahnya pucat pasi.
Charles yang sejak tadi diam akhirnya bersuara, menatap tuannya dengan penuh penasaran. “Tuan, bagaimana Anda bisa tahu kalau Luo Jin membela Nona Chen?”
Maximilian bersandar di kursi, tatapannya menusuk kosong ke depan. “Aku mengenal gadis itu bukan hanya sehari atau dua hari. Dengan sikapnya yang aku kenal, dia tidak akan bereaksi emosional ketika kita berlaku adil. Sudah terlihat jelas Luo Jin bermasalah.”
Ia berhenti sejenak, lalu suaranya terdengar semakin berat. “Selidiki bagian keuangan perusahaan. Periksa gaji semua staf di sini.”
Charles mengangkat alis, terkejut. “Gaji staf? Bukankah selama ini Luo Jin yang mengurusnya?”
“Justru itu.” Maximilian mengetukkan jarinya sekali lagi, kali ini lebih pelan tapi penuh arti. “Tadi Cat menyebut gajinya rendah. Itu membuatku bertanya-tanya. Walau pekerjaan itu sukarela, gaji mereka tidak termasuk rendah. Karena itu aku ingin tahu berapa gaji sebenarnya yang diterima semua staf di sini.”
Tatapannya mengeras, suaranya tegas penuh wibawa. “Selidiki rekening mereka. Dan juga rekening Luo Jin!”
Charles menunduk dalam-dalam. “Baik, Tuan. Akan segera saya lakukan.”
Malam itu, Cat duduk di salah satu sudut bar club malam. Jemarinya menggenggam gelas, meneguk sisa minuman hingga habis.
“Nona Liu, Anda seorang tabib. Tidak baik minum terlalu banyak,” ucap pria bartender yang menuangkan minuman untuknya.
“Suasana hatiku sedang buruk,” jawab Cat singkat.
“Apa yang membuatmu sedih? Selama aku mengenalmu, kau selalu ceria, seolah tidak pernah ada masalah,” tanya pria itu heran.
Cat tersenyum tipis. “Aku juga tidak tahu. Hanya ingin minum saja… tenanglah, aku tidak akan mabuk.”
Namun dalam hati, pikirannya berputar tanpa henti.
"Kenapa aku harus merasa sedih? Kehilangan pekerjaan bukan masalah besar, aku bisa menganggapnya sebagai waktu istirahat. Tapi yang membuatku gelisah adalah tidak bisa menolong orang yang membutuhkan bantuan…"
"Empat tahun hidupku tenang saja. Lalu dia muncul kembali, dan semuanya berubah. Kenapa aku harus selalu bertemu dengannya? Dan kenapa saat mendengar kabar pertunangannya, aku justru merasa hampa dan ingin menangis? Padahal aku tidak mencintainya… sama sekali."
Saat ia kembali meneguk minumannya, seorang pria tiba-tiba duduk di sampingnya. Beberapa pria lain ikut mendekat, ada yang berdiri di belakang, seakan mengepung.
“Nona, seorang gadis muda sepertimu tidak seharusnya minum sendirian. Bukankah kau butuh teman?” goda pria itu.
Cat menoleh tenang. “Siapa yang mengirim kalian?”
Pria itu terkekeh. “Tidak ada. Kami hanya melihat gadis cantik yang tampak sedih, dan ingin menemani. Bukankah itu hal baik?”
“Suasana hatiku sedang buruk. Lebih baik kalian pergi sekarang juga,” jawab Cat datar sambil menenggak lagi minumannya.
Bartender yang sedari tadi memperhatikan, menaruh botol di meja dengan suara keras. Tatapannya menusuk ke arah para pria.
“Lebih baik kalian jangan ganggu dia… kalau tidak ingin terjadi sesuatu.”
“Hei, bocah, apa kau cari mati?!” bentak salah satu pria pada bartender.
Cat menepuk meja pelan. “Hentikan. Kalian ingin menemaniku, kan? Baiklah… bagaimana kalau kalian semua temani aku minum. Kalau kalian bisa menghabiskan dua botol minuman paling keras di sini, maka aku akan menemani kalian dengan senang hati.”
Bartender terperanjat. “Nona Liu?”
Cat tersenyum tipis, matanya tajam. “Tenang saja. Ambilkan dua botol minuman yang paling keras.”
Meski khawatir, bartender itu tetap menuruti dan meletakkan dua botol penuh di meja Cat.
Salah satu pria terkekeh meremehkan. “Nona, kau yakin ingin minum bersama kami berempat?”
Cat mencondongkan tubuhnya sedikit, nada suaranya menantang. “Benar. Atau jangan-jangan… kalian yang tidak berani?”
Keheningan sejenak menguasai meja itu sebelum tawa kasar para pria pecah.
Di saat yang sama, Maximilian memasuki club malam ditemani Charles.
“Bos, nona ada di sana,” ucap Charles pelan sambil menunjuk ke arah Cat.
Maximilian melangkah santai, matanya tajam mengikuti gerakan gadis itu. Ia lalu duduk di kursi tak jauh dari sana, menyandarkan tubuh dengan tenang.
“Bos, sepertinya nona sedang diganggu. Apakah kita tidak menolongnya?” bisik Charles, waspada.
Maximilian menyunggingkan senyum dingin. “Jangan lupa, dia bukan gadis manja dan lemah. Gadis peracun itu punya ratusan akal. Menyaksikan caranya keluar dari situasi seperti ini… akan jauh lebih menarik.”
seru" smua karya mu thorrrr
amazingggggg
tiap karya punya ciri khas sendiri
tiap up nya ga bisa d.tebak
🤣🤣🤣