Baron sudah muak dan mual menjadi asisten ayah kandungnya sendiri yang seorang psikopat. Baron berhasil menjatuhkan ayahnya di sebuah tebing dan berhasil melarikan diri. Di tengah jalan Baron tertabrak mobil dan bangun di rumah baru yang bersih dan wangi. Baron mendapatkan nama keluarga baru. Dari Baron Lewis menjadi Baron Smith. Sepuluh tahun kemudian, Baron yang sudah menjadi mahasiswa hukum kembali dihadapkan dengan kasus pembunuhan berantai yg dulu sering dilakukan oleh ayah kandungnya. Membunuh gadis-gadis berzodiak Cancer. Benarkah pelaku pembunuhan berantai itu adalah ayah kandungnya Baron? Sementara itu Jenar Ayu tengah kalang kabut mencari pembunuh putrinya yang bernama Kalia dan putri Jenar Ayu yang satunya lagi yang bernama Kama, nekat bertindak sendiri mencari siapa pembunuh saudari kembarnya. Lalu apa yang terjadi kala Baron dipertemukan dengan si kembar cantik itu, Kama dan Kalia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waspada
Tangan Kama semakin gemetar saat melihat ada darah mengalir di sela-sela kakinya, menetes di pahanya lalu jatuh di lantai kamar mandi. Tubuh Kama menggigil, tangannya meremas roknya dengan kuat, lalu menangis saat tahu tidak ada yang bisa ia lakukan. Dia mengedarkan pandangannya dan dia menemukan dirinya sedang berada di ruangan yang gelap, apek, dan anyir.
Kesadaran Kama kian tipis, tapi ia berusaha mempertahankan tubuhnya agar tetap sadar. Dengan perlahan Kama mengambil selang air lalu mendekatkan selang itu ke roknya yang penuh darah. Dan ketika darah itu terkena air, jumlahnya semakin banyak hingga Kama berteriak ketakutan. Lalu, Kama melihat pria tinggi besar berkata cokelat memberikan seringai menakutkan dan di tangan pria tinggi besar itu ada pisau tajam. Kama sontak membuka mata dan membiarkan matanya terbuka lebar yang dibarengi dengan teriakan sangat kencang, "Aaaaaa!!!!!!"
Baron sontak mendongak ke lantai dua dan berteriak panik, "KAMA!!!!TERIAKANMU SAMPAI DI LANTAI BAWAH! KAMU BAIK-BAIK SAJA?!"
Radit ikut panik, "KAMA!!!!!"
Tenggorokan Kama tercekat di tenggorokan karena rasa takut kini mendominasi dirinya. Mata Kama berkunang-kunang
Karena tidak mendengar jawaban dsn teriakannya Kama lagi, Baron berlari kencang menuju ke anak tangga lalu dia melompati dua anak tangga sekaligus agar cepat sampai di kamarnya Kama.
Brak! Baron membuka pintu dengan tergesa-gesa lalu mendobraknya dengan tidak sabar.
"Kalau mau dobrak kenapa kamu buka kuncinya dulu, Ron?" Gumam Radit dan Baron mendelik sekilas ke Radit dengan dengusan kesal.
Radit nyengir dan mengikuti langkah lebarnya Baron dengan wajah panik. Mereka berdua melihat Kama mencengkeram ujung selimut dan tatapan Kama melotot ke langit-langit kamar.
Anik, Lastri, dan Pak Sentot sampai di kamarnya Kama. Anik langsung berkata, "Saya akan buatkan susu hangat untuk Non Kama"
"Saya akan telepon Tuan" Sahut Pak Sentot.
Lastri berdiri di depan ranjang dan menatap Kama. "Non Kama kerasukan, ya?"
"Jangan ngaco kamu!" Baron menunduk Lastri dengan tatapan tajam lalu pemuda tampan itu menepuk pelan pipi Kama yang penuh keringat bercampur airmata. "Kam, ini Baron, Kam? Ada apa?" Baron mengusap lembut wajah cantik kekasihnya.
Radit duduk di tepi ranjang dan bertanya dengan anda khawatir, "Kama mimpi buruk kayaknya"
Kama menoleh ke Baron lalu bangun dan memeluk tubuh kekasihnya dengan erat, "Hiksssss......Baron" Kama terus menangis.
"Kenapa masalah berdatangan tanpa jeda gini?" Keluh Radit dengan bungkuk melengkung.
Baron mengusap rambut Kama yang basah keringat dan mengusap lembut rambut kekasihnya yang menempel di wajah sambil bertanya, "Ada apa, Kam? Kamu mimpi buruk, ya?"
Kama mendongak pelan lalu berkata di sela tangisannya, "Aku menjadi Kalia di mimpiku. Semuanya terasa nyata dan.......dan........"
"Dan apa, Kam?" Tanya Baron sambil mengusap lembut pipi Kama.
"A......aku bertemu dengan pria yang sudah membunuh Kalia. Aku melihat jelas wajahnya"
Radit sontak berdiri dan jantung Baron sontak berdegup kencang.
Semoga bukan b*j*ng*n itu. Batin Baron.
Kama melepaskan pinggang Baron lalu menoleh ke Lastri, "Bi, tolong minta Bi Anil bikin camilan karena teman-teman saya bakalan nginap di sini"
Lastri menyahut, "Baik, Non"
"Hah?! Nginap?" Baron dan Radit terkejut secara bersamaan.
Kama menatap Radit lalu menatap Baron sambil mengusap wajahnya yang penuh airmata lalu berkata dengan suara serak karena dia berteriak dan menangis kencang tadi, "Ini sudah malam dan bahaya banget kalau kalian pulang malam ini karena ada pembunuh gila berkeliaran di luar sana. Aku juga butuh kalian untuk mendiskusikan mimpiku"
"Iya, kita juga akan diskusikan soal paket yang kamu terima tadi karena aku dsn Radit menemukan banyak keganjilan" Ucap Baron yang diikuti anggukan mantapnya Radit.
...♥️♥️♥️♥️♥️...
Antares tiba-tiba mendapatkan telepon dari nomor asing.
Antares bergegas mendekati Jenar yang masih mengobrol bersama Galang dan Akira. "Ada telpon asing. Sepertinya ini dia"
"Terima dan nyalakan speaker!" Sahut Jenar.
Antares menuruti istri tercintanya.
"Halo?" Ucap Antares di depan layar ponselnya.
"Aku anak kecil itu. Anda kalah. Jadi, Anda harus........."
Jenar, Galang, Akira saling melempar pandang saat Antares memotong ucapan pria di telepon, "Baiklah, kamu si anak kecil itu. Baiklah aku akui aku kalah. Tapi, kamu itu pahlawan untuk dirimu sendiri dan sekitarmu ketika kamu memilih untuk menyendiri. Itu adalah cara otakmu bertahan dan hatimu bicara. Tapi, ketika kamu mempertahankan diri dengan cara menciptakan karya seni, maka kamu seorang pecundang"
Tut,Tut,Tut, sambungan telepon langsung terputus.
"Kita harus selalu bersama setelah ini dan jangan sampai Antares terlepas dari pengawasan kita" Ucap Akira.
Antares menghela napas panjang.
"Kama ada masalah, aku dan Antares harus segera pulang jadi kalian nginap di rumah kami mulai malam ini" Sahut Jenar.
"Oke" Sahut Galang dan Akira secara bersamaan.