NovelToon NovelToon
Benci Jadi Cinta

Benci Jadi Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi rani

Artha anak kaya dan ketua geng motor yang dikagumi banyak wanita disekolahan elitnya. Tidak disangka karna kesalahpahaman membuatnya menikah secara tiba-tiba dengan gadis yang jauh dri tipikal idamannya. Namun semakin lama bersama Artha menemukan sisi yang sangat dikagumi nya dari wanita tersebut.

mau tau kelanjutannya....??
pantau trus episodenya✨✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25

Naira melotot. Tangan yang sejak tadi mengusap luka Artha dengan lembut kini langsung ditekan sedikit kuat, membuat lelaki itu menjerit.

"Nai, sakit!" desisnya menahan sakit akibat

perbuatan Naira.

"Lo juga nyebelin." Pandangan Naira mengarah pada bibir yang tampak bengkak itu, lantas mengulurkan jemarinya tanpa alas. Dia menyentuh di sana, memiringkan wajahnya.

"Masih sakit?" tanyanya kemudian.

"Lumayan."

"Lo sih berlagak jadi pahlawan. Padahal ilmu bela diri belum juga mumpuni. Masih mending lo babak belur, gimana kalau lo sampai terkena senjata tajam preman itu?" Naira malah menceramahi Artha.

"Jadi menurut lo gue mirip pahlawan, ya?"

"Cih!" Naira menggeleng. Dikatain, Artha malah meninggi. Sangat sulit menurunkan kepercayaan

diri lelaki itu yang tak ada obat.

“Gue besok akan masuk sekolah lagi."

Sudah dua hari sejak kematian Maya, Naira belum menghadiri pelajaran sekolah. Pihak sekolah pun memaklumi sehinga memberikan gadis itu

kelonggaran.

"Gue takut ketinggalan banyak pelajaran," imbuh Naira kemudian.

"Lo yakin?"

"Heem. Tadi saat Om Fadli menanyakan tentang sekolah, gue teringat akan pelajaran yang dua hari ini gue tinggalin. Gue akan mulai sekolah lagi besok."

Mendengar nama Fadli disebut membuat Artha tak suka.

“Lo sedeket apa sih sama dia? Lo udah cerita apa saja? Jangan terlalu mengobral masalah lo dengan orang yang baru saja lo kenal."

"Gue nggak cerita macem-macem, kok. Dia hanya menanyakan hal-hal umum, seperti sekolah dan .."

"Dan ....?" Artha tak sabar menunggu perkataan Naira.

"Hal lain. Mungkin terkait kesukaan atau apa yang tidak gue sukai."

"Untuk apa dia bertanya hal seperti itu?"

Naira menggeleng.

"Gue rasa agar ada topik yang diobrolkan. Bukankah itu hal wajar."

"Tidak. Itu sama sekali bukan hal wajar. Lo harus mencurigai Om Fadli itu. Gue rasa dia bukanlah orang baik-baik."

Artha tiba-tiba marah. Naira mengerutkan

kening merasakan tingkah Artha yang aneh.

"Lo tahu dari mana kalau Om Fadli bukan pria baik-baik? Dia bilang hanya ingin ngebantu gue,

bukan ada hal lain."

"Pokoknya jangan diterima apa pun bantuannya. Bukannya apa, kita harus bisa membedakan orang

yang beneran baik sama orang yang pura-pura baik."

"Tapi ... dia udah ngebantu lo kan? Dia juga mau

nganterin gue tanpa diminta."

Artha merengut. Naira malah terus-menerus membela Fadli di depan Artha.

"Lo jangan salah, Nai. Dia gitu karena ada maunya. Pokoknya lo percaya sama gue. Pasti nggak lama setelah ini dia akan nunjukin jati dirinya ke lo!"

Naira tak menanggapi. Terkadang Artha selalu memaksakan pendapatnya untuk diikuti orang lain dan itu memutuskan Naira tak banyak berdebat.

Bukannya mencari kesepakatan, adanya malah

Pertengkaran.

Namun, di saat Artha masih bicara, terdengar suara perut yang kelaparan dari lelaki itu. Terlalu banyak mengeluarkan tenaga akibat pertengkaran melawan dua orang preman, membuatnya

kelaparan.

Naira terkekeh kecil dibuatnya. Dia beranjak dari duduk, lalu menuju meja di mana makanan yang sempat Fadli belikan berada.

Naira memindahkan wadahnya dengan mengambil piring di dapur. Artha tak menghalanginya. Wajahnya masih memerah saat ini. Bisa-bisanya perutnya bunyi saat bicara serius

dengan Naira. Memalukan sekali.

Tak selang berapa lama, Naira kembali dengan beberapa piring di tangan. Ada beberapa macam olahan seafood yang dibakar lengkap dengan bumbunya, juga cemilan lain yang sudah tersaji di depan mata.

"Lo laper, kan? Kita makan saja makanan ini?"

Sebenarnya Artha cukup tergoda melihat makanan yang ada di depan mata, tetapi mengingat yang membelikan makanan itu adalah Om Fadli membuatnya malas. Lebih baik kelaparan daripada memakan makanan pemberian orang yang tidak dia sukai.

"Udah, singkirin. Gue nggak laper."

Ah, sungguh keras kepala. Naira menjadi kesal sendiri. Saat Artha masih bicara, Naira dengan sengaja menyuapkan satu potongan seafood ke mulut Artha yang terbuka. Artha melotot, tetapi

kemudian mengunyah makanan itu.

"Gimana? Enak?" tanya Naira kemudian.

"Lumayan."

Bibir Naira menyunggingkan senyum.

"Dasar cowok labil."

"Apa lo bilang?"

Segera kepala Naira menggeleng cepat.

"Enggak ada. Ayo, makan lagi. Tidak ada salahnya, bukan kita menghabiskan semua makanan ini

sebelum tidur."

Akhirnya Artha mengalah. Dia memang lapar. Tidak apalah menurunkan gengsi dengan memakan makanan Om Fadli itu. Namun, ini yang terakhir. Tidak ada lagi ke depannya dia memakan sesuatu yang diberikan oleh Om-om menyebalkan tersebut.

Keduanya berbincang sampai larut malam.

****

Naira berakhir ketiduran di samping Artha, meringkukkan tubuh pada kasur lantai tanpa

selimut. Gadis itu terlihat kelelahan. Telapak tangan Artha mengusap kepala Naira. Seharusnya Artha membangunkan Naira, bukan? Menyuruh gadis itu untuk pindah ke kamar. Atau Artha yang memindahkan Naira dengan menggendongnya seperti sebelum-sebelumnya. Namun, hal itu tidak dilakukannya. Sembari menutup kuapan di bibir, Artha ikut tidur di samping Naira, menarik selimut untuk ditutupkan menjadi satu antara tubuhnya dan Naira.

Mereka sudah sama-sama terlelap dalam hitungan menit, sampai tanpa sadar tangan Artha

memeluk sosok di depannya.

Naira yang awalnya tidur membelakangi Artha tiba-tiba membalikan badan sehingga kini tidur mereka saling berhadapan. Secara naluri karena di luar udara malam semakin dingin, Naira merapatkan diri pada Artha, sementara pelukan Artha pun turut mengerat. Mereka tertidur dalam posisi seperti itu semalaman.

Hingga pagi menjelang, Naira mengeliatkan badan. Matanya mengerjap ringan, merasakan

sesuatu yang terasa menyelinap di balik punggungnya. Begitu mata bulatnya terbuka dengan kesadaran merasuk dalam diri, dia dihadapkan pada dada bidang Artha yang berbalut kaus tipis tanpa lengan.

Matanya seketika membeliak, lalu mendorong dada Artha kuat.

"Arthaaaaaa!"

Teriakan Naira membuat Artha mengernyit. Dia belum sepenuhnya terbangun dari tidur lelap, tetapi terpaksa membuka mata karena suara nyaring Naira melengking di telinga.

"Apaan, sih, Nai? Masih pagi. Subuh juga belum?"

"Apaan-apaan? Apa yang udah lo lakuin semalem. Mengapa kita tidur berdua di sini? Lo nggak macem-macem, kan?" Naira menudingkan protes pada Artha. Dia masih sekolah. Jangan sampai terlibat hubungan yang bisa menyebabkannya

hamil.

"Memang kenapa kalau gue macem-macem?

Gue kan suami lo? Siapa yang bisa ngelarang?"

"Eh, apa? Lo macem-macem, gue pencet bibir lo

yang bengkak itu!"

Artha terkekeh kecil.

"Boleh, kok. Asal lo mencetnya juga pake bibir."

"ihhhhh! Artha mesum." Naira segera mengempaskan selimut pada tubuhnya. Ah, pakaian dia masih lengkap. Pakaian Artha pun saat ini juga masih lengkap.

Syukurlah kalau semalam tidak terjadi apa-apa.

Dia hanya kebetulan ketiduran di sini bersama Artha.

"Nai, ke mana?" tanya Artha saat melihat Naira

berdiri.

"Menghindari godaan setan," ucap Naira seraya

pergi begitu saja meninggalkan Artha.

****

Hari ini adalah hari pertama Naira masuk sekolah pasca kematian Maya. Dia turun dari motor Artha saat lelaki itu hendak memarkirkan motornya di parkiran. Kedatangan Naira tak lepas dari perhatian banyak siswa, terutama geng Thalita. Ternyata semua tidak berubah. Teman-temannya tak satu pun ada yang berubah sikap setelah berita duka yang dia alami.

"Ayo!" kata Artha setelah keluar dari parkiran motor. Keduanya berjalan beriringan. Tidak seperti biasanya di mana Naira diminta untuk masuk ke

kelas duluan, sementara Artha menyusul di

belakangnya. Mereka kali ini berjalan bersama seakan sudah tak peduli dengan gosip-gosip yang

beredar,

"Lo yakin Artha itu ternyata jadian sama Naira?" Sintia berbisik-bisik saat melihat Artha dan Naira

jalan bareng.

"Nggak mungkin. Gue yakin Artha dan Naira tidak ada hubungan serius. Naira itu bukan selera Artha."

"Tapi, karena kejadian Naira dikunciin di toilet, Artha meminta orang tuanya menyumbang CCTV untuk dipasangkan di titik tertentu pada seluruh sekolah ini. Kalau mereka nggak ada apa-apa, nggak mungkin Artha ngelakuin itu."

Thalita merengut. Dia masih teringat jelas bagaimana tatapan tajam Artha saat mengancamnya jika berani mengganggu Naira lagi. Sungguh, sampai detik ini dia tidak terima jika pesonanya dikalahkan telak oleh gadis miskin nan bodoh, dan tak memiliki kelebihan apa pun itu.

"Lo tenang aja. Naira nggak akan lama deketan sama Artha. Gue yang akan ngegantiin dia, dan membuat dia ditendang jauh-jauh oleh Artha." Thalita mengungkapkan semua itu dengan penuh

keyakinan.

Sayangnya rasa terlalu percaya dirinya itu adalah kelemahannya. Thalita tidak tahu jika Artha bukanlah tipe pria yang mudah dihasut, apalagi

hanya dengan omongan seseorang yang sudah itu anggap banyak bohongnya.

Saat pulang sekolah, ketika Artha hendak mengambil motor di parkiran, seseorang yang

sangat dikenalnya tampak berada di luar gerbang

sekolah. Tampilannya yang memukau, jika dibandingkan siswa SMA di sekolahnya, membuat perempuan itu menjadi tontonan banyak siswa laki-laki maupun perempuan. Dia tak sendiri. Ada cowok berseragam sekolah dengan jaket menutupi identitas sekolahnya turut menemani.

"Mesa? Julian?" Kening Artha mengernyit. Tidak biasanya Julian mengajak Mesa ke sekolahnya.

Namun, hari ini tampaknya lelaki itu sengaja melakukannya, menyusul Artha tanpa meminta

persetujuan.

Saat Artha menemui kedua orang itu, tanpa

malu-malu Mesa memeluk lengan Artha, seakan

akan dia sudah jadian semalam.

Julian tersenyum dengan memperlihatkan leretan gigi putihnya pada Artha.

"Sorry, Ta, dia yang maksa gue buat dianterin ke sekolah lo!"

Artha menahan tangan Mesa, tak enak dilihat banyak orang. Naira yang baru saja keluar dari kelas melihat kedekatan Artha dan Mesa yang sengaja dipertontonkan tanpa ditutup-tutupi.

Padahal ini masih di sekolah. Mereka norak sekali.

Namun, masalahnya bukan itu. Thalita juga melihat kedekatan Artha dengan Mesa.

Dia menarik tangan Naira, lalu tersenyum miring kearah gadis itu.

"Oh, jadi itu cewek Artha." Thalita berkata dengan mata menyipit. Senyumnya sinis dipertunjukkan untuk mengejek Naira.

"Lo pasti udah kegeeran kan kalau Artha baik sama lo? Eh, ternyata Artha udah punya cewek. Cantik lagi? Makanya, jadi cewek nggak usah kegatelan, nemplok cowok sana-sini. Sok kecakepan. Ngarep jadi Cinderella lo?"

Naira tak memedulikan perkataan Thalita. Dia terus menjauh agar terbebas dari omongan

menyebalkan itu.

"Woy, gue belum selesai bicara!" Thalita berteriak. Namun, Naira malah mempercepat langkahnya.

Sampai saat tangan Thalita menarik rambut Naira agar gadis itu tak pergi sebelum dirinya selesai memaki dan mengumpat, Naira menahan rambutnya sambil berhenti.

"Dasar cewek murahan! Lo nggak usah sok polos, deh! Nyokap udah nggak ada, lo makan dapat

dari mana? Jangan bilang lo udah jual diri!"

Sebuah tamparan keras mendarat pada pipi Thalita yang tanpa sadar dilakukan Naira. Semua mata yang berada di sana langsung mengalihkan perhatian pada dua orang siswa perempuan yang

kini berdiri di tengah lapangan upacara.

Artha, Julian, dan Mesa pun tak luput melihat

bagaimana seorang Naira menampar Thalita.

Semua terdiam, tak ada yang bersuara. Hanya Thalita yang kini mengusap pipinya yang terasa panas dan sakit.

"Jaga mulut lo!" Naira berkata tegas tanpa takut

sedikit pun.

"Lo berani nampar gue? Lo berani main kasar sama gue?" Thalita menatap tajam Naira, tidak

terima dipermalukan didepan banyak orang.

"Gue nggak takut sama lo!" kata Naira kemudian tanpa peduli dengan umpatan dan makian Thalita yang sengaja di teriakkan padanya.

1
Indriani Kartini
lanjut thor
karina
up lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!