NovelToon NovelToon
ISTRI GEMUK CEO DINGIN

ISTRI GEMUK CEO DINGIN

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Hamil di luar nikah / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:20.6k
Nilai: 5
Nama Author: aufaerni

Mateo Velasco, CEO muda yang tampan dan dingin, terbiasa hidup dengan kendali penuh atas segalanya termasuk reputasinya. Namun hidupnya jungkir balik saat suatu pagi ia terbangun di kamar kantornya dan mendapati seorang gadis asing tertidur telanjang di sampingnya.
Gadis itu bukan wanita glamor seperti yang biasa mengelilinginya. Ia hanyalah Livia, seorang officer girls sederhana yang bekerja di perusahaannya. Bertubuh gemuk, berpenampilan biasa, dan sama sekali bukan tipe Mateo.
Satu foto tersebar, satu skandal mencuat. Keluarganya murka. Reputasi perusahaan terancam hancur. Dan satu-satunya cara untuk memadamkan bara adalah pernikahan.
Kini, Mateo harus hidup sebagai suami dari gadis yang bahkan tidak ia kenal. Tapi di balik status sosial yang berbeda, rahasia yang belum terungkap, dan rasa malu yang mengikat keduanya sebuah cerita tak terduga mulai tumbuh di antara dua orang yang dipaksa bersama oleh takdir yang kejam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufaerni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PENYELAMATAN

Malam telah turun ketika mobil yang dikendarai Justin dan Mateo melaju kencang menuju pinggiran kota. Angin dingin menerpa kaca jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma tanah lembap dan dedaunan kering.

Villa tua milik Samuel berdiri angkuh dalam gelap, sebagian besar bangunannya ditelan lumut dan semak liar. Penerangan minim dari lampu depan mobil menyoroti pagar besi berkarat yang tampak sudah lama tidak disentuh manusia.

Mateo menggenggam gagang pintu mobil dengan kuat, rahangnya mengeras. “Kau yakin ini tempatnya?” tanyanya, matanya menatap penuh kemarahan.

Justin mengangguk, menurunkan volume suaranya. “Orang dalamku bilang Samuel sering ke sini. Tempat ini tidak ada CCTV, cocok untuk menyembunyikan orang.”

Mereka melangkah pelan melewati gerbang berderit, kaki mereka menapaki dedaunan kering yang berisik. Justin memberi isyarat diam, lalu mengeluarkan senter kecil dari sakunya.

Begitu mereka mendekati pintu depan villa, Mateo merasakan detak jantungnya semakin cepat. Bau lembap bercampur dengan aroma amis samar menyambut mereka begitu pintu dibuka sedikit demi sedikit.

Interior dalamnya gelap dan sunyi, hanya terdengar suara angin menembus sela-sela papan kayu yang lapuk. Namun, samar-samar dari lantai atas terdengar isakan tertahan, lemah dan mematahkan keheningan malam.

Mateo menoleh cepat ke arah Justin. “Itu suara Livia.”

Tanpa berpikir panjang, mereka naik menaiki tangga kayu yang mengerang di setiap langkah. Di ujung lorong lantai atas, sebuah pintu terlihat sedikit terbuka dengan cahaya temaram keluar dari dalamnya.

Mateo mendorong pintu itu dan langsung terpaku.

Di dalam ruangan, Livia terbaring lemah di atas ranjang reyot, tangannya terikat, wajahnya pucat penuh air mata. Tapi yang membuat darah Mateo mendidih adalah dua sosok yang berdiri tak jauh dari ranjang, Nathan dan Samuel.

Samuel memutar tubuhnya perlahan, senyum sinisnya menyambut mereka. “Lihat siapa yang datang… suami penyayang dan sahabat pecundang.”

Mateo melangkah maju, matanya menatap tajam penuh amarah. “Lepaskan dia… sekarang.”

Nathan mengangkat alisnya, bermain-main dengan pisau kecil di tangannya. “Terlambat, bro. Kau terlalu sibuk percaya omong kosong, dan sekarang kau baru sadar siapa musuhmu sebenarnya.”

Mateo berdiri gemetar menahan amarah. Sorot matanya tajam menatap Nathan, pria yang dulu ia peluk seperti saudara, kini berdiri di hadapannya sebagai penghianat.

"Kenapa kau mengkhianatiku, Nathan? Kita sahabat… bahkan aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku! Tapi kau malah tega menghancurkan aku!" umpat Mateo, suaranya bergetar antara marah dan kecewa.

Nathan menyeringai dingin, seakan tak ada beban sedikit pun di hatinya. “Sahabat? Saudara?” Ia mendekat, tatapan matanya tajam seperti belati. “Mimpi, Mateo.”

Ia tertawa kecil, sinis dan menyakitkan. “Semua orang… semua orang selalu melihat ke arahmu. Mateo si pewaris, Mateo si cerdas, Mateo si sempurna. Sementara aku? Aku cuma bayangan. Aku dan Justin seperti bayanganmu, kacung yang kebetulan beruntung punya teman sepertimu.”

Justin yang berdiri tak jauh ikut melangkah maju. “Nathan, kau salah. Mateo tak pernah menganggap kita rendah. Kau yang selalu menanam racun itu di kepalamu sendiri.”

Nathan melirik Justin sambil mengepalkan tangan. “Diam! Kau tak tahu rasanya jadi aku. Selalu jadi yang kedua, selalu dibandingkan. Bahkan saat aku berusaha, orang-orang tetap memilih menyanjung Mateo.”

Mateo menahan diri, namun rahangnya mengeras. “Lalu balasannya adalah… membuat istriku trauma? Menjebak Dion hingga aku harus menguburkan seseorang yang tak bersalah? Kau yang memberi foto-foto itu ke Samuel, bukan?”

Nathan tersenyum miring, lalu menunjuk dirinya sendiri. “Akhirnya kau sadar juga. Ya, aku yang memberikannya. Aku yang menyulut semuanya. Dan aku menontonnya dengan puas… saat dunia menjatuhkanmu.”

Samuel tertawa dari sudut ruangan, menambahkan, “Dan aku hanya membantu Nathan menunjukkan siapa Mateo Velasco yang sesungguhnya, pria manja yang tidak punya apa-apa jika semua kekayaannya direnggut.”

Mateo memejamkan mata, mencoba mengendalikan emosinya.

“Kalau kalian pikir ini sudah cukup…” gumamnya pelan, lalu membuka mata yang kini penuh dendam, “…kau salah besar. Karena aku belum selesai.”

Samuel tertawa sambil meletakkan rokoknya, kemudian berjalan menghampiri Mateo dan Justin dengan langkah tenang seolah ia masih memegang kendali penuh.

“Aku sudah bilang pada Nathan… orang sepertimu harus dicabik pelan-pelan. Biar kau merasa seperti tak berdaya, seperti kami dulu di bawah kakimu,” ucap Samuel, matanya menyala dengan kebencian.

“Dan Livia?” tanya Mateo, suaranya nyaris gemetar karena amarah. “Apa yang kalian lakukan padanya?”

Nathan menyeringai. “Dia hanya pion. Tapi pion yang sangat berarti… terutama karena dia mengandung anakmu.”

Mata Mateo membelalak, sementara Justin dengan cepat menahan bahunya agar pria itu tidak langsung menyerang.

“Kau menyentuhnya, ya?” desis Mateo, nadanya berubah dingin dan mematikan.

Samuel tidak menjawab langsung. Ia hanya mengangkat bahu. “Kau akan lihat sendiri nanti… apakah dia masih utuh atau tidak. Tapi hei, jangan khawatir… kami belum membunuhnya. Belum.”

Dalam sekejap, Mateo menerjang maju tanpa pikir panjang. Tinju pertamanya mendarat tepat di wajah Samuel hingga pria itu terjengkang. Justin ikut bergerak, berusaha menghalangi Nathan yang akan membalas.

Pertarungan pecah. Debu di ruangan kosong villa itu beterbangan, suara benturan, desahan keras, dan makian memenuhi udara. Mateo seperti kehilangan kendali tangannya mencengkeram kerah Samuel dan memukulinya habis-habisan.

Samuel berdarah, bibirnya pecah, tapi ia malah tertawa di sela-sela batuk darahnya. “Kau terlambat, Mateo… terlalu sibuk menjadi korban untuk menyelamatkan orang yang paling berarti dalam hidupmu.”

Sedangkan Justin berhasil menjatuhkan Nathan, dan menendang pisau yang sempat coba Nathan tarik dari balik jaketnya.

Mateo berdiri, terengah. Matanya menatap Samuel seakan ingin membunuhnya saat itu juga.

Mateo menatap tajam ke arah Samuel yang berdiri dengan napas tersengal. Matanya tak berkedip, menahan gejolak amarah yang seakan membakar tubuhnya dari dalam.

"Aku tidak mengerti… mengapa kau berniat menghancurkanku?" desis Mateo, suaranya dingin, penuh luka dan kemarahan yang ditahan selama ini.

Samuel tertawa pendek, suara tawa yang getir dan penuh dendam. Matanya merah, basah oleh emosi yang meledak-ledak.

“Tidak mengerti?!” bentaknya. “Kau lupa, bajingan? Siapa yang menyusun cerita busuk dan menanamkan bukti palsu padaku? Kau, Mateo Velasco! Kau yang menjerumuskanku ke dalam neraka itu! Kau yang membuatku membusuk di balik jeruji, dipukuli seperti binatang, dipaksa berlutut seperti pengemis!”

Ia melangkah maju, menunjuk dada Mateo dengan telunjuk gemetar.

"Selama bertahun-tahun aku dihina, direndahkan, dipukuli setiap malam. Sementara kau hidup nyaman, dihormati, dicintai, dipuja seperti dewa! Dan kau masih bertanya kenapa aku ingin kau hancur?!"

Mateo menggertakkan giginya, tapi tak menjawab.

Nathan ikut menimpali dengan nada penuh cemooh, "Sama seperti aku, Sam hanya pecundang di mata semua orang. Dan kau… kau yang membuat kami terlihat seperti sampah. Tapi kini, lihat dirimu, Mateo. Lihat siapa yang jadi bangkai hari ini."

Samuel menatap Mateo penuh kebencian, lalu meludah ke lantai di dekat kaki Mateo.

“Aku membencimu, seperti aku membenci semua orang yang membuatku merangkak demi bisa kembali berdiri. Kau pikir kau bisa lolos dari dosa lamamu? Tidak, Mateo. Nerakamu baru saja dimulai.”

Mateo mencengkeram kerah Samuel dengan kedua tangannya, matanya merah dan nafasnya berat.

“Aku memang berdosa… tapi apa kau pikir ini cara untuk membayar semuanya? Menyiksa istriku? Mengancam anakku yang bahkan belum lahir?!”

Samuel terkekeh dingin. “Keadilan tidak pernah bersih, Mateo. Kadang, ia harus berdarah... dan kali ini, darahmu yang akan menebus semuanya.”

Nathan, ternyata menyimpan pistol dibalik jaketnya dan tanpa terduga menarik pelatuk dengan tatapan penuh dendam. Namun di detik yang sama, Justin berteriak keras,

"Awas, Mateo!"

Mateo reflek membungkuk, dan

BRAK!

tembakan meledak di udara.

Peluru meleset, tidak mengenai Mateo, tetapi menembus tubuh Samuel yang berdiri di sampingnya. Pria itu menatap Nathan dengan mata terbelalak, tangannya memegang dada yang kini berlumur darah.

“Bangsat… Nathan…” gumam Samuel sebelum tubuhnya ambruk menghantam lantai dengan suara berat.

Nathan terkejut sepersekian detik, tidak menyangka pelurunya justru mengenai sekutunya sendiri. Tapi sebelum ia bisa menarik pelatuk lagi, Justin menerjangnya, dan keduanya terlibat dalam pergulatan sengit.

Mereka saling dorong, saling pukul, dan saling memperebutkan pistol yang nyaris terlepas dari tangan Nathan.

"Kau sudah gila, Nathan!" hardik Justin, matanya merah penuh emosi.

Akhirnya, dengan satu hentakan kuat, Justin berhasil merebut pistol itu dari tangan Nathan dan menjatuhkannya ke tanah. Nathan terpental, terhuyung, dan tersungkur jatuh ke lantai, napasnya terengah dan wajahnya penuh luka.

Sementara itu, Mateo langsung berlari ke sudut ruangan tempat Livia terbaring lemah di atas ranjang reyot, wajahnya pucat dan tubuhnya tak bergerak.

"Livia!" seru Mateo panik, berlutut di samping wanita yang ia cintai.

Ia menggenggam tangan Livia yang dingin, menepuk pipinya pelan.

"Livia, bangun... ini aku, Mateo. Kumohon, buka matamu sayang. Aku di sini…"

Napas Mateo memburu, tangannya gemetar memeluk tubuh istrinya yang masih pingsan, berharap satu gerakan kecil sedikit pun sebagai tanda bahwa Livia masih bersamanya.

Di Rumah Sakit

Ruangan rumah sakit itu sunyi, hanya terdengar suara alat monitor detak jantung yang berdetak stabil. Mateo duduk di sisi tempat tidur, menggenggam tangan Livia erat, seolah tak ingin kehilangan koneksi dengannya.

"Livia, bangunlah sayang…" bisiknya pelan, penuh harap. Ia menatap wajah pucat istrinya yang tertidur lemah di bawah selimut putih, dengan infus menempel di tangannya.

Air mata menggenang di mata Mateo. Ia merasa bersalah, menyesal karena tak bisa melindungi Livia lebih awal. Tubuh istrinya dipenuhi beberapa lebam, lalu hasil pemeriksaan dokter menyatakan bahwa Livia mengalami dehidrasi parah dan stres berat. Semua itu membuat kondisi kehamilannya juga ikut dipantau ketat.

"Aku di sini, Liv… Kumohon, buka matamu... Kau harus kuat, demi kita… demi anak kita."

Di Kantor Polisi

Sementara itu, Justin dan Don berada di ruang tunggu kantor polisi, memantau proses interogasi terhadap Nathan dan menunggu perkembangan dari penahanan Samuel, yang saat ini masih dalam perawatan rumah sakit karena luka tembak.

Seorang penyidik keluar dari ruangan dan menghampiri mereka.

"Tuan Don, Tuan Justin, kami baru saja mendapat pengakuan dari saudara Nathan. Ia membenarkan bahwa dirinya dan saudara Samuel telah merencanakan penculikan serta skandal kebangkrutan perusahaan saudara Mateo."

Don mengangguk tenang, meski rahangnya mengeras menahan marah.

"Pastikan mereka tidak bisa keluar dari jeruji besi seumur hidupnya," ucapnya tajam.

Justin mengepalkan tangan, teringat wajah pucat Livia yang tak berdaya.

"Mereka tidak pantas mendapat belas kasihan."

Beberapa jam berlalu…

Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis di ruang rumah sakit. Mateo yang duduk di samping tempat tidur masih setia menggenggam tangan Livia, matanya sembab karena kurang tidur.

Tiba-tiba, jari Livia bergerak pelan.

Mateo yang awalnya tertunduk langsung menegakkan kepala. "Livia?" panggilnya dengan suara pelan namun penuh harap.

Kelopak mata Livia mulai terbuka perlahan. Matanya tampak sayu, bingung memandangi langit-langit putih di atasnya.

"Mateo…?" suaranya parau, nyaris tak terdengar.

Mateo langsung berdiri dan mendekatkan wajahnya, air mata haru mengalir tanpa ia sadari.

"Aku di sini, sayang. Aku di sini… Syukurlah kau bangun."

Livia memandang suaminya, lalu menoleh pelan ke arah perutnya yang dibalut selimut.

"Anak kita… dia baik-baik saja?"

Mateo mengangguk sambil tersenyum, meski matanya masih berkaca-kaca.

"Ya… Dokter bilang bayinya kuat, sama seperti ibunya."

Livia mulai menangis pelan, kelegaan dan rasa sakit bercampur jadi satu.

"Aku takut, Mateo… Aku pikir aku tak akan selamat…"

Mateo memeluknya dengan hati-hati.

"Kau selamat, sayang. Kau aman sekarang. Tak ada yang akan menyakitimu lagi. Aku janji."

1
kayla
/Coffee//Coffee/
Uthie
nexxxttt 💞
Uswatun Hasanah
terharu
Uthie
Wadduuhhhh.. susah kalau kejahatan mistis kaya gtu mahh 😥
Uswatun Hasanah
kok ada mistiknya
Ria Nasution
jgn la mati Livia nya. balikkan lg mantra kiriman tersebut
kayla: yang harus kau lenyapkan itu kakekny mateo bukan livia..
kenapa tidak kau lenyapkan kakekny mateo dari sejak awal jika kamu bisa bermain kotor seperti itu.. mungkin alana akan terselamatkan/Sleep/

kayak nonton sinetron bkin emosi kak..
tp penasaran gmna ujungna..
nex kka semangat..
total 1 replies
Uthie
nexxxttt 💞
Uswatun Hasanah
lanjut
Uswatun Hasanah
mantul
Uthie
makin seru 👍👍🤩
dan suka juga niii cerita nya, langsung satset gak pake lama cerita penelurusan Alana nya 👍👍😁🤩🤩
istripak@min
lanjot thor
istripak@min
apa livia kembaran meteo???
Uthie
niceee 👍
istripak@min
menghina livia gakk taunya livia turunan velasco yg dibuang krn ank perempuan pertama ,ku rasa ank liam si livia ini
Uthie
jahatnya 😡
Uswatun Hasanah
mantap
kayla
kasihan livia..
hmm jd gak kuat baca nya..
gak sanggup terlalu banyak kekejaman..
tp mau tahu endingnya..
lanjut kak
jangan kecewakan endingny ya kak/Facepalm/
Susanti
ibunya mateo gendeng 😤
Uthie
lebih menyeramkan adalah musuh dari orang terdekat, Bahkan sangat dekat dan lebih berbahaya.. tak terdeteksi 😡
istripak@min
bos kok begok yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!