Fiona Amartha Dawson, hidup berdua dengan kakak perempuan seibu di sebuah kota provinsi pulau Sumatera yaitu kota Jambi.
Jemima Amelia Putri sang kakak adalah seorang ibu tunggal yang bercerai dengan suaminya yang tukang judi dan suka melakukan kekerasan jika sedang marah.
Fiona terpaksa menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal secara mendadak karena suatu insiden guna menyelamatkan harga dirinya sebagai seorang perempuan lajang.
AKBP Laksamana Zion Nugraha tidak menyangka akan menikahi gadis gemoy yang tidak ia kenal karena ketidakadilan yang dialami gadis itu. Niatnya untuk liburan dikampung kakak iparnya menjadi melenceng dengan menjadi seorang suami dalam sekejap.
Bagaimana reaksi Fiona saat mengetahui jika suami yang ia kira laki-laki biasa ternyata adalah seorang kapolres muda di kota Medan?
Akankah ia bisa berbaur pada kehidupan baru dikalangan ibu-ibu anggota bhayangkari bawahan suaminya dengan tubuhnya yang gemoy itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurhikmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini bukan masalah kecil!
Fiona masih bersikap tenang dan santai saat melihat wajah kaget ketiga pria itu. Zion dengan cepat mengendalikan ekspresi nya dan merasa jika pembicaraan mereka bukanlah pembicaraan biasanya yang bebas didengar orang-orang.
"Tahan dulu jika mau bicara! Ini bukanlah masalah yang kecil dan bukan disini tempat kita membicarakannya!" ucap Zion dengan menatap mereka semua termasuk sang istri dengan wajah datar tetapi terselip kegundahan dalam sorot matanya.
Bima dan Satria mengangguk kecil, Zion menghampiri Fiona dan menautkan telapak tangan kanannya pada tangan kiri Fiona dengan erat.
"Sayang, setelah mandi dan membersihkan diri, kita akan pergi ke suatu tempat selama satu hari dan akan kembali sebelum acara kita dimulai!" ucap Zion dengan menatap dalam mata biru sang istri.
"Aku mengerti, Mas! Sekarang aku akan bersiap-siap sambil membersihkan diri! Aku tunggu dikamar ya?" jawab Fiona dengan tersenyum lembut.
Ia lalu pergi memasuki rumah dan sekarang tinggal tiga pria yang masih terdiam dengan lamunan masing-masing.
"Apa pendapat kalian tentang dugaan yang dikatakan istriku tadi?" tanya Zion dengan nada dingin.
"Sempurna, Ndan! Hanya orang bodoh yang mau memakai kulit palsu kecuali orang itu terkena penyakit kulit atau semacamnya sehingga ia malu untuk tampil dimuka umum dengan penampilan lamanya," jawab Satria dengan wajah serius.
"Atau bisa saja ia adalah penjahat yang kabur dan tidak ingin di temukan sehingga ia melakukan hal ini agar bebas mau kemana-mana!" sahut Bima dengan hasil pemikirannya.
"Atau orang itu boronan sehingga jika ia memakai kulit palsu otomatis polisi tidak akan bisa melacaknya!" celetuk Satria yang membuat Zion seketika menoleh kearah pria itu.
"Buronan ya??" gumam Zion sambil berpikir keras keterkaitan masalah ini dengan kata buronan.
Pria itu terdiam dengan pikiran yang menerawang tengah memikirkan sesuatu. Tiba-tiba saja mata elangnya berkilat tajam saat satu kata terlintas memasuki otaknya.
Aura Zion tiba-tiba saja berubah yang mana disadari betul oleh Satria dan Bima sehingga keduanya mengusap tengkuk leher mereka yang tiba-tiba merinding.
"Kalian berdua segera bersiap-siap dan tunggu saya dimobil Papa dalam waktu sepuluh menit dari sekarang!" perintah Zion dengan muka datar dan nada suara yang dingin.
Saat ini dirinya mengabaikan teguran ramah orang-orang yang berpapasan dengannya saat memasuki rumah lebih dalam. Pria itu hanya mengangguk sekilas pertanda saat ini situasinya sudah tidak lagi sama untuk beramah tamah.
Sikap Zion yang tiba-tiba berubah menjadi dirinya yang dulu jika bertemu orang lain bukan keluarganya dirasakan oleh Mama Widuri yang kebetulan hendak ke lantai atas menemui Arimbi.
"Ma, malam ini aku sama Fiona ada urusan penting! Kami akan pulang besok malam dan jangan khawatir karena kami berdua baik-baik saja. Aku ada masalah darurat di kesatuan dan butuh Fiona untuk bersamaku!" ucap Zion memberitahu sang Mama tanpa sempat Mama Widuri menanggapinya.
Zion berlari menuju kamarnya dan saat membuka pintu kamar, Fiona sudah berpakaian rapi dengan menyandang tas kecil di bahunya.
"Mas, salat Asar sebentar sayang! Kamu tunggu Mas didalam kamar saja!" ucap Zion menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Fiona mengangguk kecil lalu menyiapkan perlengkapan salat sangat suami tanpa banyak tanya.
"Sepertinya ini bukanlah masalah kecil, wajah suamiku sangat berbeda dan aku merasakan hal itu!" gumam Fiona sembari membuang pelan napasnya.
Setelah menyiapkan perlengkapan salat suaminya, Fiona duduk disofa yang ada dalam kamar Zion sembari memainkan ponselnya. Ia berbalas pesan dengan Dewi dan sang Kakak yang sedang dalam perjalanan menuju Yogyakarta.
Zion keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan rambut yang basah meskipun laki-laki itu tidak mandi. Ia segera salat dengan Fiona setia menunggu duduk di sofa.
Zion selesai salat lima menit kemudian, lalu mengambil jaket hitam yang ada didalam lemari lalu memakainya.
"Sayang, apa tidak ada yang ketinggalan barang-barang yang penting?" tanya Zion sebelum mereka keluar kamar.
"Gak ada Mas! Oh ya, aku cuma bawa pakaian dalam kita aja sama satu stel baju ganti untuk kita berdua," jawab Fiona memberitahu sang suami.
"Itu aja udah cukup kok, Yank! Ayo, kita turun dan pamit sama Mama Papa!" sahut Zion sambil mengajak sang istri keluar kamar.
Keduanya turun bergandengan tangan dengan mulut diam. Bude Sumirah yang sedang berkumpul bersama Mama Widuri, Papa Nugraha, Bang Firdaus melihat mereka berdua turun dari tangga dengan kening berkerut.
"Mama, Papa, Bude, dan semuanya! Aku ada urusan penting malam ini dan butuh Fiona makanya dia aku bawa! Kalian tidak usah cemas karena kami akan kembali sebelum pesta besok malam. Aku minta doanya karena ini pertemuan penting menyangkut rahasia negara!" pamit Zion sambil menyalami tangan semua orang.
"Hati-hati, Nak! Jagain mantu Mama! Cepat pulang jika masalahnya sudah selesai," sahut Mama Widuri dengan tersenyum lembut.
Zion mengangguk pelan, Papa Nugraha hanya menepuk bahu Zion tanpa berkata-kata. Begitu juga dengan Firdaus yang langsung paham saat melihat wajah datar dan dingin adik iparnya itu. Seperti Mama Widuri, Bude Sumirah juga hanya memberikan pesan singkat sebelum keduanya keluar dari rumah.
"Pa, sepertinya ada masalah darurat di instansinya Laksa," ucap Firdaus dengan sangat yakin.
"Kamu benar, wajahnya seperti menyimpan beba yang berat!" sahut Papa Nugraha dengan suara berat.
"Yah, begitulah resiko jika jabatan kita tinggi! Tapi sepertinya firasat Bude mengatakan jika masalah ini bukan tentang jabatannya Laksamana, ada masalah besar lainnya seperti yang ia katakan tadi sama kita," celetuk Bude Sumirah yang paham situasi sejak menjadi istri petinggi negara.
"Apapun masalahnya, semoga anak-anak kita baik-baik aja, Mbakyu!" ucap Mama Widuri berpikiran positif.
"Aamiin," jawab mereka semua dalam hati masing-masing.
Zion membawa mobil Papa nya berupa avanza hitam dan sengaja tidak membawa Hummer H3 miliknya. Sepanjang perjalanan tidak ada yang bicara dalam mobil, termasuk Satria yang selama ini suka berisik mengomentari apa saja saat berkendara.
"Sayang, besok pagi Mas mau bertemu seseorang dan kamu tinggal sendiri di Vila gak papa kan?" ucap Zion memecahkan kesunyian di dalam mobil.
"Emangnya kita mau ke vila ya, Mas?" tanya Fiona sambil menoleh ke arah suaminya.
"Iya, Yank! Mama punya beberapa vila kecil yang unik dengan dikelilingi sawah-sawah dan itu adalah tempat yang aman untuk bertemu seseorang membicarakan masalah ini! Banyak resiko besar jika membicarakan hal ini di hotel atau di tempat lainnya yang rentan ada kamera pengawasnya. Apalagi yang akan dibicarakan ini tentang keamanan negara dan semuanya harus rahasia," jawab Zion dengan wajah serius.
"Astaghfirullah, berat banget masalahnya Mas! Gara-gara hal sepele ke tumpahan sop panas jadi merambat sampai ke keamanan negara segala," ujar Fiona dengan wajah prihatin.
Bersambung...