NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Keluarga
Popularitas:556
Nilai: 5
Nama Author: Pchela

“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.

“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.

“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permintaan aneh Herman

“Kasihan Ibu Herman, dia lagi sakit…kalau kamu ada perlu dengan mas mu, biar aku panggilkan dia ada di perternakan sekarang.” Ujar Lastri dengan nada yang masih lembut.

“Kamu itu tidak usah ikut campur Las!! Disini masih ada hak gue!! Ini juga rumah gue!! Terserah gue mau ngapain!! Itu hak gue!! Paham!!” Bentaknya menunjuk ke arah Lastri.

Lastri yang saat itu tengah hamil muda, berusaha mengatur nafasnya. Tanganya otomatis memengang perutnya, yang sudah mulai tumbuh janin. “Aku tidak pernah melarang mu untuk datang ke rumah ini!! Aku tahu kamu sangat berhak Herman, tapi aku cuma mohon kecilkan suara kamu, kasihan Ibu…Ibu Sri lagi sakit.” Ucapnya.

“Mau orang tua itu sakit kek!! Koma kek!! Memang aku perduli. Dia aja tidak pernah mau perduli sama aku!! Aku hilang selama enam bulan ini, dia ngapain!? Dia buat pesta meriah menyambut menatu rendahan seperti kamu!!” Teriak Herman, kali ini ucapnya bagai belati yang menancap di dada Lastri.

Suara Herman akhirnya terdengar juga oleh Ibu Sri. Perempuan yang sudah renta, dan sedang sakit sesak nafas itu pun akhirnya keluar. Dengan tubuh yang masih sempoyongan, Bu Sri memaksakan langkahnya.

“Herman… sudah cukup,, sudah….” Ucap Bu Sri dengan suara seraknya, tanganya menopang pada dingding. Kepala Bu Sri masih terasa pusing.

Lastri segera memapah ibu mertuanya. “Ibu, ibu masuk saja ya…Ibu istirahat lagi, biar aku yang mengurus mas Herman.” Ujar Lastri dengan lembut.

Namun Bu Sri menggeleng, dia tetap melangkah ke depan menuju tempat Herman yang tengah berdiri. Bagimana pun, bu Sri sangat rindu dengan anak keduanya ini setelah enam bulan anaknya tidak ada kabar.

“Nak…apa kabar mu nak? Dari mana saja kamu? Di mana selama ini kamu tinggal? Kamu baik-baik saja kan nak? Kamu sudah makan? Kamu pulang mau makan masakan ibu nak?biar ibu buatkan…” ucap bu Sri dengan lembut, dia juga memengang wajah putra keduanya.

Belum selesai mencurahkan semua kerinduannya, Herman yang masih benci dengan ibunya dan menganggap ucapan ibunya adalah kebohongan langsung terbakar api amarah. “Alahhh!!! Tidak usah bohong Bu, aku tahu di hati ibu hanya ada mas Adi aja, anak kesayangan ibu yang bisa ngasilin banyak duit itu!! Tidak seperti aku!!” Teriak Herman, dengan tangan kasarnya, dia mendorong tubuh ibunya yang sudah renta itu.

“Ibuu…” teriak Lastri panik.

Kejadiannya begitu cepat, tidak pernah terpikirkan oleh Lastri bahwa adik iparnya dengan tega mendorong tubuh ibu mertuanya. Tubuh Bu Sri yang masih lemah, dengan mudah terayun hingga membentur sudut lemari kayu yang berujung runcing.

Duk!!

“Akkk…” darah mengalir segar dari dahi Bu Sri. Lastri panik lalu berlutut mendekap ibu mertuanya. “Astaghfirullah..,Ibu!! Ibu sadar Bu….herman!! Lihat apa yang kamu lakukan ke Ibu…Ibu, sadarlah bu…” ucap Lastri sangat panik.

Tubuh Herman gemetar, dia menatap kedua tangannya. Herman masih berdiri membeku tak terpikir olehnya bahwa dia akan tega mendorong ibunya sendiri. “Itu bukan salahku! Ibu yang datang ke arah ku tiba-tiba!!” Ucapnya gelagapan.

“Udah!! Ini bukan waktunya salah-salahan. Kamu, cepat bantu ibu, cari bantuan!! Kita harus selamatkan ibu!!” Teriak Lastri sembari menangis.

Suara gaduh membuat tetangga para berdatangan. Mereka mendengar teriakan dari bu Sri. “Astaghfirullah, Bu Sri kenapa??” Teriak panik salah satu Ibu-ibu yang datang, setelah melihat darah merah mencair dari dahi Bu Lastri.

“Ibuu…tolongin, ibu mertua saya… tadi terpeleset kepalanya terbentur meja.” Ucapnya terbata-bata. Herman menatap tidak percaya pada Lastri, dia pikir Lastri akan mengadu dan warga bakalan mengyoroknya. Tapi, yang dilakukan Lastri berbeda dia tidak melaporkan perbuatan adik iparnya itu.

Yang terpenting bagi Lastri sekarang adalah ibu mertuanya cepat ditangani, masalah Herman biar keluarga yang akan mengurusnya. Warga, lain tidak perlu tahu, takutnya malah ada fitnahan yang akan menjadi bumerang bagi keluarga mereka.

“Ya, Allah bu Sri, cepat-cepat bawa ke rumah sakit. Biar, tidak semakin parah, Bu Sri.” Salah satu tetangga berteriak. Dengan cepat, bala bantuan datang Bu Sri di antar ke rumah sakit dengan sepeda motor buntut milik Pak rt, di desanya hanya ada satu sepeda motor saja, dan yang punya hanya Pak rt.

Sampai di rumah prakter dokter desa seberang, Bu Sri segera di tangani. Lastri duduk di teras dengan dengan wajah yang pucat dan penuh air mata, dia takut terjadi apa-apa terhadap Ibu mertuanya itu, yang Lastri anggap sudah seperti ibunya sendiri.

Tidak lama, Pak Adi datang dengan sepedanya. Pak Adi berlari masuk ke halaman rumah dokter. “Mana Ibu? Kenapa ibu bisa seperti itu?” Tanya Adi khawatir.

“Mas tenang dulu, ibu sudah di rawat. Dokter sudah ada di dalam, kita di suruh tunggu disini “ ucap Lastri, berusaha menenangkan suaminya.

Tak lama dokter pun keluar, “Pak, Bu, boleh masuk, Bu Sri katanya mau bicara sama anak dan menantunya. Saya, akan resepkan obat dahulu.” Ujar dokter dengan ramah.

Mereka akhirnya masuk sesuai permintaan Ibunya. Herman yang sedari tadi hanya diam saja, kini ikut masuk ke dalam. “Ibuu…” Lastri langsung mengengam tangan mertuanya khawatir.

Bu Sri mengelus lembut kelapa menantunya, sebelum dia beralih menatap Herman yang berdiri paling belakang. “Kenapa, kamu tega mendorong ibu nak?” Tanyanya pelan.

Sontak hal itu membuat Adi langsung naik pitam, dia pikir Herman pulang dengan baik-baik, ternyata dia masih sama seperti dahulu. Bahkan lebih parah sekarang. “Apa??” Teriak Adi.

Suara hening itu menjadi tegang seketika, mereka takut Adi dan Herman akan bertengkar saat itu. “Mass udah mas…tenang, ini rumah dokter, kita tidak boleh bikin keributan.” Ucap Lastri.

“Kamu dorong Ibu saya seperti ini!! Kamu mau nyari Mati!!” Ucapnya naik pitam, tanganya sudah tergemal hampir memukul wajah sang adik. Namun, dengan cepat Lastri bisa menghentikannya lagi.

“Kalau bukan di rumah sakit!!! Kamu sudah habis sama saya!!” Teriak Adi lagi, ibunya menatap dengan raut wajah sedih.

“Ibu, tidak mau melihat kalian bertengkar seperti ini. Sampai kapan kalian akan berhenti bertengkar? Apa sampai ibu mati? Jika kalian bisa berhenti bertengkar setelah Ibu mati!! Lebih baik, Ibu mati saja sekarang!!” Ucap Ibu Sri yang sudah sangat lelah dengan kelakuan Herman.

Herman mendengus. “Ibu nggak perlu mati demi membuat aku berubah, dan tidak bertengkar sama mas Adi! Aku bisa berubah kok bu, asal dengan satu syarat!!” Ucap Herman tanpa malu, semuanya menantap Herman menuntut kejelasan.

“Apa nak? Apa yang harus Ibu lakukan agar kamu tidak seperti ini lagi? Ibu akan usahakan!” Ucap Bu Sri, dia berharap setelah ini anaknya akan menjadi lebih baik.

“Aku mau, tanah yang di beli mas Adi buat aku saja! Mas Adi beli saja lagi, kan mas Adi punya usaha perternakan ayam.” Ucap Herman dengan lantang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!