NovelToon NovelToon
KAMU : Setitik Rasa

KAMU : Setitik Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Meridian Barat

Milana, si gadis berparas cantik dengan bibir plum itu mampu membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama pada saat masa kuliah. Namun, tak cukup berani menyatakan perasaannya karena sebuah alasan. Hanya diam-diam perhatian dan peduli. Hingga suatu hari tersebar kabar bahwa Milana resmi menjadi kekasih dari teman dekat Rayn. Erik.

Setelah hampir dua tahun Rayn tidak pernah melihat ataupun mendengar kabar Milana, tiba-tiba gadis itu muncul. Melamar pekerjaan di restoran miliknya.

Masa lalu yang datang mengetuk kembali, membuat Rayn yang selama ini yakin sudah melupakan sang gadis, kini mulai bimbang. Sisi egois dalam dirinya muncul. Ia masih peduli. Namun, situasi menjadi rumit saat Erik mencoba meraih hati Milana lagi.

Di antara rasa lama yang kembali tumbuh dan pertemanan yang mulai diuji. Bagaimana Rayn akan bersikap? Apakah ia akan mengikuti sisi dirinya yang egois? Atau harus kembali menyerah seperti dulu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meridian Barat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 31 (Aku Maju Satu Langkah)

.......

...SELAMAT MEMBACA ...

.......

.......

Rayn sampai 30 menit lebih cepat dari Milana dan Erik di kafe milik Ferry. Hatinya diliputi rasa tidak rela membayangkan Milana dan Erik berduaan. Meskipun ia juga tahu, mereka datang ke kafe itu bukan untuk berduaan. Tetap saja, ia merasa cemburu.

'Salahkan saja hatiku.'

Rayn Masuk ke dalam kafe kecil itu. Setelah memesan segelas kopi ia mengambil duduk di dekat jendela tepat di samping pintu masuk. Dari posisinya dia bisa melihat jalanan di depan.

Kopi di hadapannya tak disentuh sama sekali. Matanya menatap ke luar jendela. Seolah mata elang yang sedang mengintai mangsa.

Setelah beberapa saat akhirnya mobil Erik memasuki area parkir kafe.  Milana dan Erik turun dari mobil hitam itu. Dapat Rayn lihat dua orang berlawanan jenis di depan sana berjalan beriringan. Tidak ada yang istimewa dari adegan itu, tetapi cukup mampu membuat Rayn merasa cemburu.

'Kali ini, aku tidak akan diam di tempat seperti di masa lalu.'

Kenyataan bahwa Erik pernah mengisi hati Milana di masa lalu membuat sesuatu di hatinya ada yang terasa diremas. Pandangannya terus mengikuti arah langkah Erik dan Milana hingga mereka masuk.

Ketika Milana dan Erik baru saja masuk ke dalam kafe, mata mereka langsung bertemu tatap dengan sepasang mata Rayn.

Dari jarak dua meter, untuk sepersekian detik mata dua pemuda itu saling bertaut dalam diam. Tatapan datar yang dingin, seolah bisa membuat udara sekitar mereka ikut terasa canggung.

Milana memandang Rayn dan Erik bergantian. Dia sadar dengan arti tatapan mereka berdua bahwa itu bukan tatapan seperti layaknya teman lama yang bertemu.

'Bukankan mereka teman kuliah? Kenapa mereka saling melempar tatapan tajam?'

Dengan mata yang masih saling tatap dengan Erik, Rayn berdiri.

"Sedang apa kau di sini?" Pertanyaan yang meluncur fari mulut Erik itu lebih terdengar seperti introgasi di telinga Rayn

Rayn tersenyum tipis. "Ini 'kan kafe milik temanku juga. Terkadang aku memang biasa menikmati kopi di sini."

Erik dan Milana saling pandang sejenak. Erik kembali menatap Rayn dengan tatapan curiga. "Aku sering datang ke sini saat pulang kerja, tapi tak pernah lihat kamu di sini. Apa ini sebuah kebetulan?"

Rayn belum sempat menjawab, pintu besar di belakang meja kasir terbuka. Ferry muncul dari sana. Menghampiri mereka bertiga.

"Wah ... ada angin apa, Rayn kita ini datang ke sini?" Ferry tertawa kecil. Ia cukup heran saat tadi melihat Rayn. Padahal, sebelumnya Ferry seringkali meminta Rayn datang ke kafenya untuk sekedar ngopi, tetapi pemuda itu selalu beralasan sibuk.

Rayn berdehem, kemudian menyahut, "Ah ... kau saja yang nggak pernah lihat aku, padahal aku memang sering ngopi di sini ... Malam sih, biasanya."

"Masa sih? Aku sering di sini sampai kafe tutup." Ferry tidak bohong, ia memang selalu pulang sampai kafe tutup. "Iya 'kan, Rik?" Bertanya pada Erik, meminta persetujuan dari ucapannya.

Rayn mengerling ke arah Ferry. 'Memang sialan sekali mulut teman satu ini.'

Erik tersenyum tipis, setengah mengejek. "Mungkin biasanya Rayn salah masuk kafe, Ferr ... jadi, kita tidak melihatnya di sini," sarkas Erik.

Keheningan sebentar terjadi di antara mereka. Ferry tidak peka sama sekali dengan apa yang sedang terjadi. Milana yang sejak tadi memang menyadari ada sesuatu antara Erik dan Rayn, meski ia tidak tahu itu apa segera mengalihkan pembicaraan. "Maaf, apakah interview-nya jadi?"

Seketika tiga pemuda itu menoleh pada Milana. Ferry tersenyum. "Jadi lah ... oh, kau Milana ...." Ferry sedikit terkejut, matanya melirik Erik. "Mantan kekasih Erik?" tanyanya tanpa rasa sungkan.

Membuat Erik, Milana dan Rayn sama-sama terkejut. Mereka tidak menduga Ferry akan bertanya hal itu. Erik mendelik pada Ferry. Memberi isyarat agar pemuda itu diam.

Ferry yang mengerti akan tatapan Erik, tersenyum canggung. Menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. "Maaf ... maaf. Oke, Milana ayo kita ke ruanganku dan mulai interview."

Milana mengangguk dan mengikuti lagkah Ferry. Mereka berdua masuk ke arah pintu tempat Ferry ke luar tadi.

Menyisakan Erik dan Rayn yang masih berdiri canggung. Rayn berdehem pelan seraya kembali duduk di tempatnya tadi. Erik duduk di kursi sebrang Rayn.

Erik menyandarkan punggung ke kursi. Kedua tangannya bersedekap. Menatap Rayn yang saat ini sedang mengaduk kopinya.

"Kenapa bisa sangat kebetulan sekali ...  kau ke sini di saat aku dan Milana juga datang ke sini?" Erik menatap tajam Rayn. "Dan kau bilang memang sering datang ke sini, padahal aku dan Ferry sering menghabiskan waktu di sini setelah aku pulang kerja, tapi nggak pernah melihatmu." Nada suara Erik datar, tetapi mengandung sindiran.

Rayn menghentikan kegiatan mengaduk kopinya. Menoleh ke arah Erik dan tersenyum miring. "Kebetulan atau bukan, kurasa itu bukan urusanmu." Mengangkat gelas kopi dan menyesap isinya perlahan. "Terkadang orang punya alasan kenapa tiba-tiba muncul di tempat yang jarang dia datangi, Erik."

Erik menatap tajam Rayn disertai senyum miring. "Apa sekarang kau terang-terangan menunjukkan padaku bahwa sedang mengejar Milana?"

Rayn mendengkus pelan. "Kenapa? Aku tidak butuh izin darimu 'kan? Itu hakku."

Erik tersenyum sinis. "Kenapa baru sekarang?"

"Dulu ... dia adalah kekasihmu. Aku nggak mungkin berada di antara kalian dan jadi perusak hubungan orang. Sekarang kalian sudah bukan sepasang kekasih. Aku bebas jika mau mengejarnya." Nada suara Rayn datar, tetapi juga tegas.

Suasana di antara dua pemuda itu tegang. Erik mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. Menatap Rayn dengan tajam. Bibirnya tersenyum tipis. Namun, sangat jelas menahan emosi. "Kau menyukainya, Rayn."

"Ya ... dan kau masih berharap padanya." Rayn membalas tatapan tajam Erik.

"Awalnya aku heran ... kau tahu aku sedang mencari-carinya. Bahkan kau melihatnya setiap hari di restoranmu, tapi nggak memberitahuku ... Sekarang aku paham alasannya." Erik tersenyum sinis.

Lagi-lagi Rayn merespon dengan senyum miring. "Tapi kurasa, Milana juga sebenarnya nggak mau ketemu kamu, Erik."

Ucapan itu membuat Erik mengangkat satu alis. "Apa maksudmu?"

"Beberapa hari lalu, kamu mampir ke restoran dan nggak lihat dia 'kan? Itu karena dia sengaja masuk ke dalam dan berlama-lama di kamar mandi saat kau datang."

Kalimat Rayn seperti batu yang menghantam dada Erik. Berhasil membuatnya terdiam. Meskipun dari pertemuannya dengan Milana tadi pagi, Erik paham gadis itu tidak mau menemuinya, tetapi dia tak menyangka mendengarnya dari orang lain justru lebih pahit.

Rayn sadar dengan perubahan ekspresi di wajah Erik. Dia tahu, teman lamanya itu pasti kecewa. 'Aku tidak bermaksud menyakitimu, Erik. Maaf, tapi kau harus tahu kenyataan itu. Dan kamu nggak bisa terus mengejar bayangan yang bahkan belum tentu mau ditemui lagi.'

Hening menyapa di antara mereka berdua. Rayn dan Erik tak lagi saling tatap. Merenung masing-masing dengan monolog mereka sendiri.

'Kali ini aku nggak akan diam dan menjadi pengecut untuk kedua kalinya. Aku nggak akan lepasin Milana lagi.'

Udara di antara mereka berdua masih berat. Erik menatap kosong ke arah meja, sementara Rayn menyandarkan punggung di kursi, tangan terlipat di dada. Mereka diam, tetapi jelas menyimpan ketegangan yang bisa dirasakan siapa pun yang lewat. Sampai suara langkah mendekat ke arah mereka memecah suasana.

"Ini kenapa semuanya diam saja? Kafe sedang ramai, tapi meja kalian seperti zona bebas keramaian," celetuk Ferry disertai tawa kecil ceria. Tanpa sadar ketegangan di antara dua teman masa kuliahnya itu. "Lagi adu diam kah?"

Milana berdiri di samping Ferry. Menatap dua pemuda di hadapannya dengan pandangan bingung, tetapi juga sedikit cemas. Ia bisa merasakan atmosfer aneh yang menggantung.

Erik tersenyum tipis. "Lagi bahas seseorang yang tiba-tiba saja datang dan ngopi santai di kafe ini, padahal biasanya selalu tidak ada waktu," sindir Erik. Matanya menatap Rayn kembali. Mereka saling tatap lagi sekarang.

"Atau mungkin sedang membahas seseorang yang masih tinggal di masa lalu." Rayn menyahut cepat.

Ferry mengangkat alis, merasa ada sesuatu yang tak terucap.

Milana hanya melirik sekilas ke arah Rayn dan Erik. Menarik napas panjang. "Aku permisi ke toilet dulu, ya." Dia tak ingin terseret dalam ketegangan yang ia sendiri tidak paham. Melangkah ke arah toilet setelah Ferry menunjukkan letaknya.

Ferry menatap Rayn dan Erik bergantian. Ia tahu ada sesuatu.

"Kalian ini kenapa seperti debat dua calon presiden?" celetuk Ferry saat menyadari ekspresi Rayn dan Erik kaku. Tidak biasanya dua teman lamanya itu bersikap seeprti itu. Biasanya, saat bertemu mereka akan ngobrol sambil sesekali melempar candaan dan tertawa bersama. Namun, yang ia lihat sekarang hanya saling menatap dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

"Enggak ... hanya bicara santai saja, Ferr. Sambil melihat seseorang yang mengejar kembali apa yang sudah ia lepaskan di masa lalu dan  menunjukkan padanya kenyataan yang mungkin belum bisa diterima." Rayn berusaha biasa saja, tetapi jelas ada ketegangan di antara kalimat yang ia utarakan.

"Bicara santai versi Rayn, kan memang begini, Ferr. Aku sedang melihat ambisi seseorang yang sedang berusaha sedang meraih apa yang sejak dulu ia biarkan menjadi milik orang lain," balas Erik tak kalah tegangnya.

Ferry mengernyit. Kembali memandang mereka secara  bergantian. Ia masih belum tahu kalau Rayn menyukai Milana sejak dulu, bahkan saat mereka masih di kampus.

Namun, Ferry cukup pintar untuk paham bahwa ini lebih dari sekadar ketegangan biasa. 'Ini persaingan yang mulai terasa personal.'

"Aku nggak tahu, apa yang sedang kalian perdebatkan sebenarnya, tapi ini sangat menggangguku. Kita tidak terbiasa canggung begini, Bro," ujar Ferry dengan nada santai.

Tidak ada yang langsung menjawab. Hanya keheningan singkat yang menggantung.  Tatapan antara Rayn dan Erik masih sama tajamnya. Seolah saling mengukur kekuatan yang sama-sama mereka simpan selama ini.

Ferry menatap lekat Rayn. 'Aku nggak tahu apa alasan Rayn bersikap begini, tapi saat ini rasanya seperti Rayn lebih defensif.'

.

.

.

.

Bersambung....

1
Osmond Silalahi
hayo lo
Osmond Silalahi
wkwkwk
Osmond Silalahi
realita mahasiswa
Osmond Silalahi: udah ku add
darkness in you🐣🌼: hihihi ... kak, undang lagi ke gc nya, kemarin aku sapah pencet 🫣
total 2 replies
Osmond Silalahi
aq mampir lagi
Miu Nih.
ih Rayn, diam2 naruh kenangan yg sangat manis. aku jadi suka kamu, semoga kamu cowok yg baik 🤗 ,, salam dari 'lingkaran cinta kita' semoga berkenan mampir~
Miu Nih.
sabar mas sabarrr~
Miu Nih.
tuh, pedeny jadi selangit kan
Miu Nih.
namanya juga Milana 😌😌
Miu Nih.
Milana adalah gadis suci yg gk tau dosa /Facepalm/
Miu Nih.
ceroboh dan frontalny kebangetan 😆😆 gk heran sering dipecat 🤧
drpiupou
Rayn, kenapa kelamaan sih...
udah sikat aja angkut dalam karung
iqbal nasution
hanya si SELAMAAT aja yang disuruh baca ya...
darkness in you🐣🌼: wkwkwkwkw 😭
total 1 replies
Osmond Silalahi
rekor itu. berkali-kali dipecat
Osmond Silalahi
mungkin ada sesuatu
Osmond Silalahi
salah mata ga liat
Osmond Silalahi
mantap. akses langsung
Osmond Silalahi
aq mampir ya kak
HNP
Bagus kak ceritanya ❤️ perkuat kemistrinya lagi 💪.
darkness in you🐣🌼: eii ... terimakasih 💫
total 1 replies
ⒶⓏⓇⒶ
Sama sablengnya wkwkwk
darkness in you🐣🌼: 😭😭 Mas Rayn Ini sweet lho mom 🤧
total 1 replies
ⒶⓏⓇⒶ
Bener" gak idaman bgt si Milana ini Thor 😜🤣
darkness in you🐣🌼: 🤧 buang aja gak seh cewek kayak gitu 🥱🤣🤣
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!