Pernikahan yang awalnya didasari rasa saling cinta, harus berakhir karena sang istri yang tak kunjung hamil selama 3 tahun pernikahan.
Benarkah sang istri yang mandul?
Setelah itu mantan suami masih datang mengganggu saat mantan istri membuka hati pada pria lain. Siapakah yang akan dia pilih?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Binti Ulfa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Kedatangan Saudara
*****
"Alhamdulillah! hampir saja terlewat."
Romi mengucap syukur, melihat Bu Kanti dan Yulia sedang mencegat taksi. Ia lalu melambatkan laju mobil dan berhenti tepat didepan mereka. Lalu segera turun.
"Assalamu'alaikum, Bu! Gimana keadaan ibu?" menyalami bu Kanti ta'dzim.
"Seperti yang kamu lihat Nak Romi. Sakit saya kumat gara gara perkelahian Nak Romi semalam." ketus Bu Kanti. Yulia masih sibuk mengedarkan pandangan siapa tahu ada taksi lewat.
"Saya benar benar minta maaf Bu, saya hanya... saya hanya tak suka Andre mendekati Yuli." ucap Romi terus terang, Romi menatap Yuli. Merasa namanya disebut Yuli pun menoleh padanya.
"Apa ibu mau berobat, kalau begitu mari saya antar Bu, Yulia!" Mempersilakan Yulia dan Bu Kanti untuk masuk ke mobilnya.
"Eh, kok tahu ibu mau berobat?" raut heran terlihat pada kedua wajah wanita itu. Romi hanya tersenyum.
"Nggak usah, pak Romi. Ngerepotin njenengan. Lebih baik kami naik taksi saja!" ucap Yulia. Dingin. Namun Romi tak ambil peduli.
"Bu, terimalah tawaran saya, anggap ini sebagai permintaan maaf saya!" Yuli berpandangan dengan ibunya.
"Sudah saya bilang, gak usah nak Romi. Itu kamu mencoba meluluhkan hati saya. Saya tetap tak terima kamu dekat sama Yuli. Saya masih marah sama kamu!!!"
"Buuu!"potong Yuli. Mengguncang lengan ibunya.
"Sudahlah Nak Romi pulang aja, kerja saja yang baik sana!"
Ya Alloh Bu, ini kebalik, harusnya dia yang memperingatkan aku , kenapa ini malah ibu?
" Buuu! Dia yang harusnya bilang gitu sama Yulia, kebalik Bu, kalau ibu ngomong gitu. Aku kan yang kerja jadi bawahan dia!" bisik Yulia pada ibunya. Namun masih bisa terdengar oleh Romi. Rupanya kejadian tadi malam membuat Bu Kanti kesal dan marah. Begitu juga Yulia.
Romi membuka pintu mobil.
"Ayo Bu, keburu siang. Udah ada janji sama dokter?" Romi setengah memaksa.
"Sekarang jarang taksi beroperasi Bu, biasanya sih mereka menerima orderan secara online."
"Saya akan buatkan janji dengan dokter ahli penyakit dalam yang menangani ibu saya. Silakan masuk mobil Bu, ibu jangan terlalu lama berdiri disini, gak baik buat kesehatan ibu!" meraih pundak Bu Kanti yang masih ngeyel menunggu taksi lewat. lalu menuntunnya masuk mobil.
Bu Kanti dan Yulia tak bisa berbuat apa apa, karena taksi tak juga lewat. Mungkin betul apa kata Romi. Mereka akhirnya masuk ke dalam mobil. Yulia menemani ibu duduk di jok belakang. Romi menghela nafas, andai tidak bersama Bu Kanti, ia pasti akan menyeret Yulia buat duduk didepan, di sampingnya.
"Jadwal praktek kerja dokternya sampai jam sepuluh. Semoga aja kita gak telat!" ucap Romi sebelum menstarter mobilnya dan melaju ke arah rumah sakit tempat dokter langganan Bu Alvi.
Dalam perjalanan terdengar Romi bicara dengan seseorang di seberang telpon, ternyata ia mendaftarkan Bu Kanti secara online.
"Alhamdulillah, pasien dokter Rama tidak terlalu full, masih bisa masuk." ucap Romi sesudah menutup telponnya. Sesampainya di rumah sakit mereka masih harus mengantri selama setengah jam sampai nama Bu Kanti dipanggil.
"Pagi dokter Rama!" dokter setengah baya itu menoleh pada Romi yang baru masuk.
"Pagi juga mas Romi! Eh, kirain Bu Alvi yang sakit." celutuk sang dokter saat ternyata dibelakang Romi ada Bu Kanti yang di tuntun Yulia. Dokter Rama menatap Yulia dan Romi bergantian.
"Sakitnya ibu ini seperti ibu saya dokter!" Dokter Rama tertawa.
"Waah, betulkah? Sepertinya jodoh nih! Ya nggak?" rupanya dokter itu cukup akrab dengan Romi, hingga ia meledek Romi yang ditanggapi dengan derai tawanya.
"Harus di amini ini!" Nada suara Romi terdengar serius kemudian.
"Aamiin, ya Alloh! Semoga Alloh mengabulkan." tersenyum dan menoleh pada Yulia yang tersipu, semburat merah terlihat dari pipinya.
"Ahaha... saya doakan lancar deh mas Romi, aku tunggu undangannya. Aku sama istri dan anakku pasti datang dan kubawa semua, ngabisin jatah prasmanan ahaha ...!" mereka masih saja bergurau berdua. Yulia dan Bu Kanti tersenyum saling pandang.
"Insha Alloh, secepatnya. Pasti deh pasti dokter akan aku undang." ucapan Romi begitu mantap.
Pemeriksaan Bu Kanti telah selesai. Tensi Bu Kanti masih cukup tinggi dan terjadi penyumbatan pembuluh darah menuju jantung.
Penyakit jantung koroner yang diderita Bu Kanti adalah penyumbatan atau penyempitan di pembuluh arteri koroner yang disebabkan oleh penumpukan plak. Kondisi ini membuat pasokan darah menuju ke jantung menjadi berkurang. Jika tidak segera ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan serangan jantung, aritmia, dan gagal jantung.
Begitu kata dokter Rama.
"Bu, ibu harus jaga pola makan ya, banyak maka makanan berserat, usahakan tiap hari bisa mengeluarkan keringat, seperti berjemur, atau jalan jalan di pagi hari. Terus juga jangan banyak pikiran. Insha Alloh Bu Kanti cepat sembuh kembali. Akan saya resepkan obat untuk di tebus." dokter Rama memang cukup ramah dan murah senyum.
"Makasih, nak Romi. Atas bantuannya." Yulia dan Bu Kanti telah turun didepan gang rumah mereka.
"Iya, sama sama Bu. Gak usah sungkan, kalau ibu perlu apa apa bisa kasih tahu saya, insyaalloh akan saya bantu sebisanya." ucap Romi pada Bu Kanti, tapi pandangan matanya tertuju pada Yulia. Yulia hanya melengos, tak berani adu pandang dengan bos juteknya yang sekarang sudah berubah ada manis manisnya gitu.
****
Tiba di rumah, mereka dikejutkan dengan kepulangan kak Angga, istri dan anaknya. Mereka telah duduk diteras rumah, karena kunci dipegang oleh Yulia.
"Assalamu'alaikum, Kak Angga, mbak Dila. Apa kabar kalian?" seru Yulia saat melihat kakak kandungnya itu. Rima, anak mereka terlihat cemberut karena terlalu lama dan merasa pegal menunggu di depan rumah.
"Waalaikum salam." jawab kedua suami istri itu. Lalu mencium tangan Bu Kanti. Saat cucunya mendekat, Bu Kanti segera memeluk dan menciuminya.
"Kabar kami baik, Bu! Yulia!"
"Ya Alloh, mimpi apa kalian datang hari ini, apalagi ini cucu ibu makin cantik! Nenek kangen kalian." ucap Bu Kanti berkaca kaca.
"Rima juga kangen sama nenek!"
"Maaf ya Bu, dan Yulia. Kita baru bisa nengok kalian. Alhamdulillah, mas Angga sekarang dapat kerjaan yang hasilnya lumayan. Jadi bisa nengok ibu kemari dan bawa sedikit oleh oleh." kata Dila, kakak ipar Yulia menyerahkan sebuah kresek ke tangan Yulia. Dan mereka akhirnya masuk ke dalam rumah. Wajah Bu Kanti terlihat semringah, melihat anak anak dan cucunya berkumpul.
"Iya, gak apa apa. Ayo kalian masuk dulu!" Mereka pun masuk rumah sederhana itu.
"Yul, mbak kerja di konveksi, ini Ku bawakan gamis buat kamu, kuharap kamu suka ya! Dan ini juga buat ibu." Rupanya selama ini mbak Dila belajar menjahit, dan telah bekerja di sebuah pabrik garmen.
"Waah, bajunya bagus mbak! makasih ya, pantesan mbak Dila bajunya juga bagus, ternyata kerja sendiri to sekarang. Bagus mbak!" Yulia mengacungkan jempolnya.
"Makasih ya Dila, kamu gak ngeluh dengan suamimu yang penghasilannya sedikit, malah kamu ikutan bekerja untuk ikut menopang perekonomian keluarga. Ibu bangga sama kamu." menepuk pelan bahu menantunya yang duduk di sampingnya, merasa terharu. Matanya terlihat berkaca kaca.
"Ihh, ibu ini ngomong apa. Aku cinta banget sama mas Angga Bu, saya gak ngelihat kekurangannya mas Angga, dan aku merasa sangat senang, bisa membantunya. Kita kan juga tahu, bahwa harta hanyalah titipan Tuhan, yang sewaktu waktu bisa Dia ambil kembali. Sebagai suami istri kita kan juga harus kompak, saling mencintai dan saling menyayangi. Menutupi kekurangan pasangan dan menonjolkan kelebihannya. Insha Alloh keluarga akan aman tentram sentosa, walau materi tak seberapa." wanita berhijab coklat susu itu berkata panjang lebar dengan diplomatis. Lalu memandang suaminya yang juga tengah memandangnya dengan tersenyum.
Pemandangan itu membuat Yulia tersenyum kecut, mengingat perjalanan rumah tangganya yang tak semulus kakaknya. Walau secara materi Wahyu sangat berkecukupan. Sungguh, mas Angga sangat beruntung nasibnya.
Hhhh, mengapa jadi ingat mas Wahyu.
Yulia memandang sang keponakan yang nguyel nguyel lengan neneknya. Ia jadi teringat Shila, mereka seumuran. Sedang apa dia sekarang?
Ah, mas Romi. Baru tadi kita ketemu, Tapi ada perasaan rindu yang menyelinap. Sedang apa dia di sana? Apakah ia di rumah menemani Shila dan Bu Alvi, atau sedang di swalayan sibuk dengan pekerjaan nya?
******
Dua bulan kemudian.
Kenapa lah waktu berjalan sangat lambat, udah kayak siput aja. Sebulan rasanya sewindu. Dua bulan pun rasanya dua windu bagi Romi.
Yulia masih bekerja seperti biasa. Romi menekan perasaannya untuk tak dekat dekat dengan Yulia sampai masa *Iddahnya* selesai. Walaupun ia hampir setiap hari membawa Shila ke toko, dan membiarkan Shila bermain dan mengaji disaat waktu istirahat bersama Yulia. Ia hanya menatapnya dari lantai dua. Dari ruangannya ia bahkan bisa bebas melihat keadaan di bawah. Memandang dari kejauhan kedekatan sang anak dengan Yulia.
Minggu siang besok ia membulatkan niatnya untuk melamar Yulia, dan tanpa memberitahunya lebih dulu.
\=\=\=\=\=\=\=
Maaf ya teman kalau isi novel receh ini tak sesuai ekspektasi.
Jangan bandingkan dengan di dunia nyata, walaupun sebenarnya author ingin sekali menyuguhkan cerita yang bermanfaat dan menambah wawasan buat pembaca semua.
Namun apalah daya, ilmu agama author sangat sangat dangkal. Bahkan beberapa kali diingatkan oleh pembaca. Tak apa, malah saya berterima kasih, karena kita saling mengingatkan dalam kebaikan. Jadi mohon maaf, author masih perlu banyak sekali belajar. Author juga berterima kasih pada pembaca yang juga mau menegur jika author salah. Sekali lagi, kembali pada ilmu author yang cuma sedikit.
Masih bersambung ya....
Maaf note nya kebanyakan hehehe....
Ritualnya jangan lupa.....
Salam Author Receh.....
Binti Ulfa....
kok beda lagi?