NovelToon NovelToon
TERJEBAK DALAM LUKA DAN HASRAT

TERJEBAK DALAM LUKA DAN HASRAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Romansa
Popularitas:24k
Nilai: 5
Nama Author: Reetha

Sudah 12 tahun sejak Chesna Castella Abram tidak lagi pernah bertemu dengan teman dekatnya saat SMA, Gideon Sanggana. Kala itu, Gideon harus meninggalkan tanah air untuk melakukan pengobatan di luar negeri karena kecelakaan yang menimpanya membuat ia kehilangan penglihatan dan kakinya lumpuh, membuatnya merasa malu bertemu semua orang, terutama Chesna. Di tahun ke 12, saat ia kini berusia 27 tahun, Gideon kembali ke tanah air, meski kakinya belum pulih sepenuhnya tapi penglihatannya telah kembali. Di sisi lain, Alan saudara kembar Chesna - pun memiliki luka sekaligus hasrat mengandung amarah tak terbendung terhadap masa lalunya sejak lima tahun silam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Chesna tidak menjawab. Ia hanya menyandarkan kepalanya di dada Gideon, mendengarkan degup jantung pria itu yang berpacu dengan detaknya sendiri.

Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya ia berkata lirih, nyaris seperti gumaman.

“Menjawab tuduhan itu.”

Gideon mengernyit, menunduk sedikit untuk menatap wajahnya. “Tuduhan?”

Chesna mengangguk pelan. Ia menarik napas, lalu menatapnya lekat.

“Tidak ada pria lain di hatiku, selain kamu, Gideon Sanggana.”

Kata-kata itu jatuh begitu tenang, tapi mengguncang seisi dada Gideon.

Ia mematung, mencoba memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi. Tapi kehangatan di pelukannya nyata. Tatapan itu nyata. Suara itu juga nyata.

Lalu, tanpa bisa menahan senyum kecil yang mulai tumbuh di bibirnya, Gideon membalas dengan nada setengah berbisik, “Kamu sadar, kalau sekarang kamu baru saja membuatku kehilangan sisa pertahanan terakhirku?”

Chesna tertawa kecil, tapi masih dengan wajah yang bersemu. “Mungkin memang sudah waktunya kamu berhenti bertahan.”

Gideon membalas tawa itu dengan lembut. “Kalau begitu... aku gak akan menahan diri lagi.” Deon menatap lekat wajah cantik itu, meneliti dengan seksama, tatapannya seperti hendak menyantap sesuatu.

“Kalau itu....,” bisik Chesna, menunduk sedikit, “aku nggak keberatan.”

Seketika ruangan itu menjadi saksi dari sesuatu yang begitu sederhana tapi dalam, hangat.

Tidak  ada kata manis berlebihan, hanya dua orang yang akhirnya berhenti saling menyangkal perasaan mereka.

Di luar jendela, langit siang perlahan berubah warna, memantulkan cahaya yang menembus tirai tipis. Dan di tengah cahaya itu, Gideon dan Chesna masih berdiri dalam pelukan yang lama, seolah dunia boleh berhenti selama mereka masih saling menggenggam.

Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka.

“Chesna, Nak-”

Suara itu sontak membuat Chesna dan Gideon hampir melompat bersamaan.

Nyonya Reva berdiri di ambang pintu dengan wajah kaget setengah tidak percaya.

Satu tangannya masih memegang pintu, sedangkan tangannya yang lain… menutup mulutnya, seperti baru saja menangkap anak kecil mencuri kue di dapur.

“Ya Tuhan… ini yang disebut terapi, ya?” katanya akhirnya, dengan nada menggoda yang tidak bisa disembunyikan.

Chesna dan Gideon serentak mundur satu langkah.

Chesna berusaha menata rambutnya yang sedikit berantakan, sementara Gideon yang biasanya begitu tenang, tiba-tiba tampak gugup.

“Ma... Mama Reva! Ini, ini bukan seperti yang Mama pikir,” ucap Chesna cepat, wajahnya memerah habis-habisan.

“Oh?” Nyonya Reva menaikkan sebelah alisnya, menatap mereka bergantian dengan senyum lebar. “Jadi kalau bukan seperti yang Mama pikir, berarti lebih dari itu, ya?”

“Mama!” seru Chesna refleks, sementara Gideon hanya menunduk dan menahan tawa yang hampir pecah.

Nyonya Reva melangkah masuk dengan santai, menepuk bahu Gideon. “Nak Gideon, kamu makin lihai aja, ya. Dulu waktu kecil suka kabur dari pelajaran piano, sekarang kaburnya ke pelukan dokter.”

“Ma, tolong jangan dibesar-besarkan…” Chesna nyaris bersembunyi di balik meja.

“Lho, Mama nggak besar-besarkan kok,” jawab Nyonya Reva dengan nada polos tapi tatapan nakalnya jelas. “Mama cuma kagum. Terapi yang efektif itu memang harus disertai kehangatan emosional. Buktinya, anak Mama ini kelihatan bahagia banget.”

Gideon akhirnya tidak tahan lagi dan tertawa pelan. "Aku akui, Ma, mungkin terapi model begini memang paling cocok untuk saya.”

“Gideon!”

Chesna menatapnya dengan wajah yang sudah tidak tahu mau menutupi ke mana lagi.

Nyonya Reva memiringkan kepala, menatap mereka berdua dengan senyum yang lebih lembut kali ini. “Kalian berdua ini...Sama-sama keras kepala, sama-sama nggak mau jujur, tapi selalu kelihatan paling tenang kalau di dekat satu sama lain.”

Ucapan itu membuat keheningan kecil di antara mereka.

Chesna dan Gideon saling berpandangan hanya sesaat, tapi cukup untuk membuat jantung mereka kembali berpacu.

Melihat itu, Nyonya Reva langsung menghela napas panjang sambil pura-pura menyerah.

“Sudah-sudah, Mama keluar dulu. Tapi, Gideon…” ia menoleh lagi dengan senyum geli. “Mama mau pesan satu hal. Kalau nanti kalian lanjut ‘terapi’ lagi, pastikan pintunya dikunci, ya. Mama sudah tua, tapi jantung Mama masih berfungsi dengan baik, jangan sampai kaget dua kali.”

Dan sebelum Chesna sempat memprotes, Nyonya Reva sudah menutup pintu sambil tertawa kecil di luar.

Beberapa detik kemudian, pintu kembali terbuka dengan spontan.

"Mama?" sahut Gideon.

Mata Nyonya Reva tertuju  sebatang tongkat penyangga yang tergeletak begitu saja.

Sedangkan Gideon berdiri tegak… tanpa bantuan apa pun.

Untuk beberapa detik, wajah Nyonya Reva tak menyembunyikan keterkejutannya.

Mulutnya terbuka, tapi tidak ada suara keluar. Ia hanya menatap Gideon dari ujung kepala hingga kaki, memastikan pandangannya tidak salah.

Langkahnya pelan mendekat, sorot matanya mulai basah.

“Ya Tuhan…” bisiknya lirih. “Kamu… kamu berdiri tanpa itu?”

Gideon menatapnya, lalu tersenyum tenang. “Sepertinya, iya, Ma.”

Tangannya terangkat sedikit, seperti hendak menyentuh udara, menegaskan keseimbangannya sendiri.

Nyonya Reva menutup bibirnya dengan tangan, air mata kecil menetes tanpa sempat ditahan.

Ia menoleh ke arah Chesna yang masih berdiri kikuk di samping, wajahnya masih memerah karena salah tingkah  tapi kini, senyum lembut terselip di bibirnya.

“Chesna…” suara Nyonya Reva bergetar. “Lihat, putra mama, calon suamimu, sudah bisa tanpa tongkat?”

Chesna menunduk, matanya ikut berkaca. “Iya. Mama..."

Nyonya Reva menarik keduanya perlahan, memeluk mereka bersamaan dalam perasaan haru sekaligus bahagia. "Pernikahan kalian semakin dekat, sayang... mama doakan kalian berdua akan saling sayang, cinta, seperti sekarang..."

Dan Ruangan itu menjadi saksi dimana pasangan muda itu mendapat banyak wejangan dari Nyonya Reva.  Ada banyak hal yang mama Reva katakan untuk menjadi pengingat dan pembelajaran dalam rumah tangga keduanya kelak.

__

Ruang tamu keluarga Abram malam itu dipenuhi aroma teh  dan suara tawa dua perempuan paruh baya yang tampak menikmati malam dengan sangat bahagia, melalui telepon.

Rania duduk santai di sofa terdengar sedang bergosip ria bersama calon besan, sambil memegang cangkir teh hangat. Wajah Rania berseri-seri.

“Jadi, kamu tahu, Ra,” Reva mulai sambil menahan tawa kecil, “waktu aku masuk ke ruangan itu, ya Tuhan, kalau kamu lihat! Anakmu dan anakku itu seperti adegan drama romantis. Aku sampai gak tahu harus nangis haru atau ngakak.”

Rania nyaris menyemburkan tehnya. “Masa sih?!” serunya dengan mata membulat.

“Beneran. Gideon berdiri tanpa tongkat! Tapi yang lebih hebat, pelukannya sama Chesna tuh... aduh, manis banget. Aku sampe nahan diri buat gak teriak ‘akhirnyaaa!’ di tempat!”

Keduanya pun tertawa keras.

Di pojok ruangan, Alan  yang sejak tadi pura-pura fokus membaca koran  menurunkan lembaran itu pelan-pelan sambil menghela napas panjang. Ia sudah mendengar nama Chesna dan Gideon disebut hampir sepuluh kali sejak sepuluh menit lalu.

“Lalu kamu tahu nggak, Va?” Rania menimpali sambil mencondongkan tubuh, suaranya makin bersemangat. “Aku yakin banget, kalau mereka nikah nanti, gak butuh waktu lama deh buat ngasih aku cucu pertama!”

“Oh, aku juga udah bilang hal yang sama ke Gideon!” sahut Reva sambil terkikik. “Mereka itu pasangan yang kalau udah bareng, auranya… duh, kayak gula ketemu teh. Nyatu banget. Dan kalau cucu pertama lahir, kita bagi giliran gendong, ya?”

“Tentu! Tapi kalau cucunya lahir di rumahku duluan, kamu jangan protes!” Rania berseloroh.

Tawa keduanya pecah lagi, keras dan ceria.

Alan memejamkan mata sesaat, menahan diri untuk tidak berkomentar. Tapi akhirnya ia tak tahan juga.

“Ma,  katanya pelan tapi jelas, “kalian sadar gak sih, topik kalian dari tadi tuh udah level grup gosip RT?”

Rania melirik sebentar sebelum kembali tertawa. “Ih, denger tuh, Va! Anak bujangku ini iri,” kata Rania. “Iya kan, Lan? Kamu iri karena adikmu bakal nikah duluan?”

Alan mendesah berat. “Bukan iri, Ma. Cuma... masa topik cucu udah dibahas, padahal mereka nikah aja belum.”

“Tuh kan,” potong Reva cepat. “Cowok tuh memang suka pura-pura cuek. Tapi liat nanti, waktu dia nikah, pasti ibunya yang paling heboh.”

Rania mengangguk mantap. “Masalahnya, Va, anakku yang satu ini belum ada tanda-tanda mau nikah!” katanya dengan nada tinggi tapi lucu. “Pacar aja nggak punya! Tiap pulang, yang dicari cuma kopi sama kasur. Selebihnya, paling isengin adiknya”

Reva pura-pura terkejut. “Masa sih, Lan? Kamu gak punya pacar? Ganteng, sukses, masa jomblo?”

Alan hanya bisa tersenyum kecut. “Saya pilih fokus kerja dulu, Tante Reva. Lagi pula, kalau setiap hari dengar dua mama gosip soal cucu, siapa yang berani deketin?”

Jawabannya disambut tawa pecah dari kedua wanita itu.

Tapi Rania tidak berhenti di situ. Ia menaruh cangkir tehnya dengan suara “tuk!” yang khas, tanda kalau omelannya sudah siap diluncurkan.

“Alan, Alan…” ucapnya sambil menggeleng. “Mama ini gak minta banyak, tahu. Minimal bawa kenalan satu aja ke rumah, biar Mama gak dikira nyimpen anak bujang yang alergi perempuan.”

“Mama…” Alan mengangkat tangan, mencoba membela diri. “Aku cuma belum nemu yang cocok.”

“Yang cocok tuh gak bakal nyamperin kamu sambil bawa CV, Nak!”

Rania menatapnya tajam tapi geli. “Kamu tuh kalau terus nunggu waktu yang ‘tepat’, nanti adikmu udah punya anak tiga, kamu masih ngerjain laporan di kantor!”

Terdengar suara Reva terbahak di seberang sana. “Bener juga, Lan. Dulu aku juga ngomel gitu ke Gideon, dan lihat? Sekarang malah dapet calon mantu cantik.”

Alan menghela napas panjang sambil menatap mamanya yang kembali asih bergosip.

Dalam hati, ia sebenarnya ikut bahagia melihat mamanya begitu senang, jika mengingat masa-masa berat dulu. Tapi di sisi lain, ia tahu, mulai besok topik “cari pacar” akan menghantuinya di setiap sarapan.

Dan saat Reva dan Rania mulai membahas kamar pengantin untuk putra putri mereka, Alan berdiri, mengambil jaketnya, lalu menyingkir.

__

Bersyambuuunnnggg...

1
Ophy60
Soalnya sikembar ada gara² kamu ngapa²in Alan y Shen 🤭🤭
Aku malah penasaran sama kehidupan Lila thor.
Dar Pin
ketawa sendiri bacanya Thor jadi sasaran ledekan kan Alan 🤣
Dar Pin
lanjut Thor masih kurang
Dew666
🔥🔥🔥
septiana
jadi terharu,ga terasa ikut ngalir aja ini air mata.. semoga kakek sama Aroon sukses untuk menyatukan kedua orangtuanya
Ophy60
Alana masih sebaik itu.Meski kecewa dengan Shenia tapi tetap memperlakukan Shenia dengan baik.
Dar Pin
bahagianya Thor semoga dilancarkan sampai halal dan chesna selamat sampai melahirkan 💪😄
Diyah Saja
ahh lega nya😍
Diyah Saja
eh jangan salah masih cinta itu mas nya Saama mbak chesnaa 😍
Dar Pin
ayolah sen setidaknya demi anak anak 💪Thor jangan lama lama updatenya
tari
semangat thor
up lagi dong yang banyak 😄😀
Dar Pin
ayo Alan semangat jagain anak anakmu jangan lepaskan shenia 💪😄
Dar Pin
habis nangis nangis Bombay langsung ngakak Thor sama kelakuan mama mertua tersayang ada ada aja hebohnya 🤭 💪 Thor tak tunggu lanjutanya👍
tari
thor up lagi dong yang banyak
Nurminah
akhirnya semoga segera yg manis2 ya Thor buat mereka berdua
tari
akhirnya kebongkar juga thor
Dar Pin
plong deh Alan udah tau kebenarannya pedih deh Thor mataku pengen nangis tp cuma cerita novel tp rasanya ky kisah nyata semangat Thor udah berhasil memporak porandakan hatiku 🤣
RaveENa
kl aku jd alan juga pasti bakalan marah bgt.
dr awal shenia udah salah jd terima aja hasil dr semua perbuatan km.
buat alan gak usah sadis2 amat,bagaimanapun juga Shenia ibu dr anak km.jgn km pisahin seorang ibu dr anaknya,ingat gmn menderitanya ibu km rania waktu jauh dr anak2nya
Dar Pin
tahulah shenia kesel deh nggak kasian malah mana ada ibu tega memberikan anaknya meskipun sama ayahnya sendiri nggak ngerti lah Thor bikin darting aja kenapa nggak jujur 🤣aja sih lanjut Thor bikin emosi 🤭
tari
thor kok anak nya di ambil alan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!