NovelToon NovelToon
Bukan Dukun Beneran

Bukan Dukun Beneran

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:17.1k
Nilai: 5
Nama Author: Gerimis Senja

_Simple Komedi horor_

Demian, seorang anak miskin yang mencoba kabur dari bibi dan pamannya malah mendapat kesialan lain. Ya.. ia bertemu dengan seorang pemuda sebayanya yang tidak masuk akal dan gila. Lantas apakah Demian akan baik-baik saja??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Istana Mewah milik Alsid

Mobil mewah berwarna hitam itu melaju perlahan melewati gerbang besi tinggi yang terbuka otomatis. Dari balik jendela, mata Demian membelalak tanpa bisa dikendalikan. Jalan masuk menuju rumah besar itu bukan sekadar jalan biasa—melainkan hamparan paving berkilau dengan sisi kanan-kirinya ditumbuhi pohon palem menjulang, seolah sedang menyambut tamu kerajaan.

Sejenak Demian merasa tubuhnya mengecil, seperti bocah dari kampung reyot yang nyasar ke negeri dongeng.

Begitu mobil memasuki halaman, pemandangan lain yang lebih menggetarkan hadir di depan matanya. Halaman itu begitu luas—seluas lapangan bola, bahkan lebih. Di beberapa sisi, taman-taman bunga berderet rapi, menampilkan warna-warna mencolok: merah mawar, kuning kenanga, biru lavender, hingga putih lili yang harum semerbak. Air mancur di tengah halaman memancur tinggi, dan cipratan airnya berkilau terkena sorot lampu taman. Beberapa kupu-kupu beterbangan riang, menambah kesan magis.

“Mashaa allah…” lirih Demian, tak sadar ia mengucapnya. Matanya tak lepas dari pemandangan itu, bahkan sampai mobil berhenti.

Kirana, yang duduk santai di kursi pengemudi, melirik sekilas dan tersenyum samar. “Cantik, kan?” tanyanya seolah biasa saja.

Demian hanya mengangguk. Lidahnya kelu, sementara dadanya penuh rasa campur aduk antara kagum, heran, sekaligus getir. Betapa timpangnya dunia ini—dirinya, si anak jalanan yang bahkan untuk makan sehari saja harus berjuang, kini berdiri di depan istana yang begitu megah.

Mereka turun dari mobil. Tepat di depan pintu utama rumah itu, barisan asisten rumah tangga sudah menunggu. Berjumlah lebih dari sepuluh orang, semuanya berpakaian rapi: seragam putih-biru dengan jas hitam klimis. Begitu Kirana melangkah keluar, mereka menunduk hormat serentak, layaknya pasukan yang menyambut seorang putri bangsawan.

“Selamat datang, Nona Kirana,” suara mereka kompak.

Dua di antaranya langsung bergerak membuka pintu besar berwarna cokelat tua, dengan ukiran khas Eropa. Pintu itu menjulang hampir setinggi dua kali lipat tubuh manusia, begitu berat dan gagah hingga sekali dibuka menimbulkan gema khas kayu solid.

Demian nyaris menahan napas ketika melangkah masuk. Ruang tamu yang menyambutnya seperti dunia lain. Lantai marmer putih berkilau memantulkan cahaya lampu gantung kristal raksasa yang tergantung di tengah ruangan. Kursi-kursi megah dengan bantalan empuk dan sandaran ukiran emas tersusun rapi. Di belakang kursi, tangga besar meliuk ke atas, dengan pegangan kayu berlapis emas.

“Ya Allah…” bisik Demian lagi, ia sampai takut kakinya meninggalkan jejak di marmer yang lebih mengkilap dari cermin.

Kirana berjalan santai, seolah ini hal lumrah baginya. Ia menoleh sebentar ke arah Demian. “Duduk aja. Anggap rumah sendiri.”

Demian buru-buru membersihkan celana lusuhnya dengan tangan, lalu menaruh pantatnya perlahan di kursi empuk itu. Ia duduk kaku, punggung tegak, kedua tangannya saling menggenggam erat di pangkuan. Ia takut kalau gerakannya terlalu bebas, kursi itu akan kotor oleh debu bajunya.

Sementara itu, ART bergerak cepat. Beberapa orang menaruh gelas kristal berisi jus segar di meja, yang lain menaruh piring kecil berisi kue-kue manis. Semua dilakukan dalam hening, penuh disiplin.

Kirana duduk di hadapannya. Ia mengamati Demian sebentar, lalu tersenyum tipis. “Tak sangka, ya. Ini rumahnya Alsid.”

Demian menoleh cepat. Hatinya berdesir. Ia tahu itu, tapi tetap pura-pura kaget. “Serius? Jadi ini rumahnya Alsid itu? Ya Allah… gak nyangka banget, ternyata cowok oon itu, dia kaya banget…” gumamnya, suaranya seperti orang yang benar-benar terkesima.

Pandangan matanya jatuh ke arah dinding besar. Di sana, terpajang bingkai foto keluarga: ayah Alsid yang gagah dengan jas resmi, ibu Alsid yang anggun duduk di kursi, dan di sampingnya Alsid kecil dengan senyum ceria. Ada juga foto-foto lain: Alsid remaja, Alsid bersama teman sekolah, semuanya tampak bahagia.

Namun, satu hal yang mencolok: tak ada satu pun foto Kirana di sana.

“Hm? Kakak Kirana, sebenarnya kakak siapa di rumah ini? Ku pikir, kakak kandungnya kan?” tanya Demian polos, menunjuk ke arah foto. “Tapi kok Kakak nggak ada di sini?”

Kirana tidak terlihat kikuk. Senyumannya masih sama—tenang, bahkan sedikit misterius. “Ah, foto keluarga itu udah lama banget. Banyak yang belum ter-update,” jawabnya singkat, menutup kemungkinan pertanyaan lanjutan.

Demian hanya mengangguk, berpura-pura percaya. Dalam hatinya, justru pertanyaan itu makin menumpuk. Kalau benar Kirana bagian dari keluarga ini, kenapa tak ada wajahnya di mana pun? Artinya benar kan, dia belum menjadi bagian dari sini. Ia masih tersimpan rapi sebagai selingkuhan papa Alsid yang sombong itu.

Belum sempat ia menanyakan lebih jauh, tiba-tiba ponsel Kirana berdering. Suaranya nyaring, membuat suasana hening itu terganggu.

Kirana berdiri cepat, mengeluarkan ponselnya. Matanya menatap Demian dengan awas, seolah ingin memastikan anak itu tidak menguping. “Maaf ya, ada urusan kantor sebentar.”

Ia melangkah menjauh, masuk ke lorong sebelah kiri, sambil menempelkan ponsel ke telinga. Suaranya mengecil, nyaris tak terdengar.

Sebelum pergi sepenuhnya, Kirana sempat menoleh lagi. “Kalau bosan, jalan-jalan saja. Semua bagian rumah ini boleh kamu lihat. Ada bibi yang akan menemanimu.”

Demian mengangguk. Dalam hatinya, ia tersenyum tipis. Ini kesempatan emas.

Tak lama kemudian, seorang ART perempuan setengah baya mendekat. Wajahnya ramah, berbeda dengan kesan kaku ART lainnya. “Tuan kecil, mau saya antar berkeliling?” tanyanya lembut.

Demian bangkit perlahan, lalu berjalan beberapa langkah di belakang si bibi ART itu. Mereka menyusuri lorong panjang dengan dinding penuh lukisan. Sesekali Demian melirik, masih kagum dengan setiap detail rumah itu.

Namun, dalam diam, pikirannya bekerja cepat. Ia mengingat pesan Alsid, tentang liciknya Kirana. Dan ia tahu, untuk mengerti permainan ini, ia harus menemukan jawaban dari sumber lain—bukan Kirana.

“Kalau boleh tahu,” Demian membuka suara, “ibu… eh, bagaimana kabar Mamanya Alsid di sini? Sehat-sehat saja, kan? Atau masih sakit?”

Si bibi ART menoleh, wajahnya berubah terkejut. “Nak… ka, kamu siapa sebenarnya?” tanyanya hati-hati. "Kok bisa tau tentang Mama Alsid yang lagi sakit. Dan... kok bisa tau tentang tuan muda?"

Demian tersenyum polos, mencoba meyakinkan. “Saya teman sekosan Alsid. Kami tinggal bareng sekarang. Jadi… ya, saya ingin tahu kabar keluarganya. Khawatir aja.”

Mata si bibi ART membesar, jelas kaget. “Tuan muda Alsid… tinggal di luar? Di kosan? Astaga, akhirnya saya dengar juga kabarnya. Bagaimana keadaannya sekarang?”

“Baik-baik saja,” jawab Demian cepat. “Masih keras kepala seperti biasanya, dan konyol juga.”

Bibi ART itu menghela napas panjang, seolah kelegaan luar biasa merayapi dadanya. “Syukurlah… kami semua di sini sering membicarakannya. Kami merindukan tuan muda. Rumah ini jadi kaku dan sepi semenjak kepergiannya. Tuan muda itu orang yang ceria dan baik hati, keluarnya tuan muda, membuat kami merasa sangat kehilangan.”

Demian menunduk sebentar, lalu mengangkat kepala dengan tatapan serius. “Bibi… bolehkah saya minta tolong satu hal?”

“Apa itu, Nak.”

Demian menahan napas sebentar. Lalu kalimat itu keluar, tegas dan penuh keyakinan.

“Tolong antar saya… ke kamar mamanya Alsid.”

Bibi ART tertegun. Wajahnya berubah antara ragu, takut, dan heran. “Ke… kamar nyonya?” suaranya nyaris berbisik, seolah menyebut sesuatu yang tabu.

Demian mengangguk mantap. “Ya. Ke sana.”

Bersambung...

1
Nana Colen
🤣🤣🤣🤣🤣ampuuuuun deh udah trgang tegangan terus ngakak gara-gara nehara 🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️
Ayanii Ahyana
blajar masak sama crlia kayaknya
a_
kotak hitamnya dikemanakan ya, apakah ditinggal dirumah itu
lanjut thor kerenn/Smile/
Debby_🦐
aaaaa senangnyaaa ada novel baru ..
ada kun sm agam ga ini
RY22
seruuuuuu
Ika Ratnasari
hebattt😍😍😍
Ayanii Ahyana
heran kenapa crita sebagus ini sepiiiiii ..ayo dong ramein tmen tmen biar naik novel ini
Nurindah
lanjut y kak /Heart//Heart/
Nacita
anjirlah seruuuu 😍😍😍
Nana Colen
lanjut thooooor dari yang dukun KW sekarang mulai merambat ke dukun benerean hehehe aku pada mu ka rima 😍😍😍😍
Ika Ratnasari
apa mungkin pesugihan yaa
Lisyati Supriyati
jangan2 keluarga alsid punya perjanjian gaib , pesugihan kali yak ,,,,,begini nih klo baca on going , penasaran ga jelas/Facepalm/ tebak2 buah manggis,,ga taunya meleset jauh /Casual/ semangat menanti update buat diriku and semangat up buat mu thoorrr/Drool//Angry/
Dinda Putri
lanjut
Nana Colen
laaah jadi terhubung ke alsid yaaaa... makin dbuat penasaran aja thooooor🥰🥰🥰🥰
Rere Emon
dari anak orang kaya berubah jd dukun/Facepalm/
Arlena Lena
dan sya nunggu Kun selanjutnya 😁
Arlena Lena
yg dapet nma si sid..yg usaha di deym
Lisyati Supriyati
lama2 jd dukun beneran itu alsid somplak 🤪 ,,,untung demiy sabar ya ngadepin temen ga da akhlak model alsid😂 semangat demiy
Ranucha
woooaahh ikutan tegang, lanjut kak/Grin/
Nurindah
semangat kak upnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!