Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
menghilangkan ingatan tentang Via
Nathan duduk di kursi seraya menatap layar laptop yang tak benar-benar Ia baca. Ruangan itu sunyi, namun dalam dirinya justru riuh oleh perasaan yang tak ia mengerti, kosong dan hampa, seakan ia telah kehilangan sesuatu.
"Aaaaaa, semua ini semakin membuat rumit, kenapa harus seperti ini." Teriak Nathan frustasi seraya memukul meja di hadapannya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang." Gumamnya lagi.
Tok!!
Tok!!
Tok!!
Sebuah ketukan membuat Nathan menoleh ke arah pintu, "Masuk." Sahutnya.
Ceklek
"Tuan." Marvin masuk ke ruangan Nathan dan nampak tergesa-gesa.
"Ada apa?" Tanya Nathan tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
"Saya memantau Pak Brama, dan ternyata dia saat ini sedang meminta bantuan pada Pak Burhan, pemilik perusahaan Pradipta company." Ucap Marvin.
Nathan mendongak dan menyeringai, "Jadi dia masih ingin bermain-main denganku." Batin Nathan.
"Lalu apa dia bersedia menolongnya?" Tanyanya.
"Saya belum tau Tuan, tapi sepertinya rencana Tuan tidak akan mungkin gagal." Jawab Marvin.
"Kalau begitu, kamu cari tau, kalau Pak Burhan berpihak pada mereka, kita hancurkan dia juga." Titah Nathan terdengar begitu menakutkan.
"Baik Tuan." Sahut Marvin.
"Ohhh ya Tuan, saya sekalian izin pulang lebih awal, karena...."
"Pulanglah." Sela Nathan.
Marvin terkesiap sejenak, lalu "Baik Tuan." Sahut Marvin segera pergi dari ruangan Nathan.
Dia harus segera pulang karena sudah berjanji akan mengantar Via mencari kostan yang baru, dan Nathan langsung mengiyakan karena tau Marvin pulang cepat untuk Via.
"Issshhhh, aku kenapa sih." Gerutu Nathan saat pikirannya kembali pada Via.
Ya, sedari tadi Nathan terus gelisah karena memikirkan Via, namun dia selalu berusaha menghalau pikirannya itu.
"Luna, dia sedang apa ya?" Pikir Nathan yang masih berusaha menghilangkan ingatan tentang Via dan di ganti dengan memikirkan Luna.
"Ohhh ya, bukankah aku punya janji dengan Jay untuk mengajaknya makan di Caffe milikku. Ya, aku akan ajak Jay bertemu, dan aku akan minta Jay membawa Luna." Gumamnya.
Nathan lalu meraih ponsel di samping laptop dan segera menghubungi Jay.
***
"Mas, apa masih lama pulangnya?" Tanya Luna yang duduk di sofa sementara Jay duduk di kursi kebesarannya, karena masih ada pekerjaan yang harus di selesaikannya.
"Masih setengah jam lagi sayang." Jawab Jay, "Kenapa? Kamu bosen ya?" Tanyanya kemudian.
"Ngga kok Mas, hanya saja Luna, laper." Ucap Luna seraya mengusap perutnya yang keroncongan, padahal tadi dia sudah makan siang.
Jay menoleh menatap Luna dengan tatapan heran, Luna begitu cepat lapar, padahal saat makan siang, Luna tadi menghabiskan dua piring nasi beserta lauknya.
"Hmmmm, ya sudah, Mas pesankan makanan di kantin ya buat kamu." Ucap Jay.
"Tapi Luna maunya makan mie ayam Mas." Ucap Luna.
"Mie? Kenapa harus mie sayang, makan nasi aja ya?" Protes Jay.
"Ngga mau, Luna maunya makan mie ayam." Ucap Luna dengan bibir yang sudah cemberut.
"Astaga, Luna kenapa jadi sering ngambek gini? Sabar Jay sabar, inget kata Ayah, perempuan itu suka berubah-ubah mood nya, dan itu biasanya terjadi saat perempuan sedang haid." Pikir Jay.
"Ohhh ya ampun, apa Luna sedang haid?" Lirih Jay menatap Luna.
"Bisa jadi Luna memang sedang haid, makanya dia benar-benar susah di tebak, perasaannya juga lebih sensitif." Pikirnya lagi, "Tapi Luna ngga bilang kalau dia sedang haid, bahkan semalam kami..."
"Mas, ayoo, Luna mau makan mie ayam." Rengek Luna yang langsung membuyarkan lamunan Jay.
"I..iya sayang, Mas akan minta Gani untuk belikan." Jawab Jay segera meraih ponselnya.
"Hallo Gan, kamu dimana?" Tanya Jay saat panggilan nya terhubung.
"Di luar Tuan, saya menunggu di parkiran." Jawab Gani.
"Ohhh, bagus, kamu tolong belikan mie ayam yang ada di ujung jalan." Titah Jay.
"Mie ayam Tuan?" Kaget Gani, karena tak biasanya Tuannya ini mau membeli mie Ayam, karena Gani tau Jay tak suka dengan Mie.
"Iya, Luna ingin makan mie Ayam sekarang, tolong belikan satu porsi, tapi kalau kamu mau boleh sekalian beli buat kamu juga." Jawab Jay.
"Ohhh, buat Nyonya." Pikir Gani.
"Okey Tuan, saya meluncur sekarang." Sahut Gani sumringah.
"Ahhhh benar-benar rejeki ngga kemana, perut lagi lapar eehhh si bos ngasih mie ayam. Siap meluncur atuh, gaskeun." Gumam Gani yang segera menjalankan mobilnya untuk membeli mie ayam.
Sementara di dalam ruangan...
Jay yang baru saja meletakkan ponselnya di meja, segera meraihnya kembali saat ponselnya berdering.
"Pak Nathan." Lirih Jay saat layar ponselnya menampilkan nama Nathan CEO Pram's corporation..
"Sebentar sayang, Mas angkat telpon dulu." Ucap Jay.
Luna mengangguk seraya tersenyum, lalu fokus dengan ponsel milik Jay yang biasa Ia pegang.
"Hallo, selamat sore Pak Nathan." Sapa Jay setelah menerima panggilan Nathan.
"Ya, selamat sore Pak Jay, maaf kalau saya menganggu anda." Sahut Nathan.
"Ohhh tidak Pak, sama sekali tidak." Jawab Jay, "Kenapa Pak? Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya kemudian.
"Iya, ini masalah program itu Pak, kira-kira kalau malam ini Pak Jay datang ke Amarta Caffe, bisa ngga ya Pak?" Tanya Nathan.
"Ohhh bisa Pak, sangat bisa." Jawab Jay seraya tersenyum.
"Okey, tapi kalau bisa Pak Jay juga sekalian ajak istrinya, karena saya juga membawa pacar saya, biar ngga terlalu formal Pak, sekalian kita makan malam bersama." Ucap Nathan.
"Ohhh, siap Pak, saya pasti akan datang bersama istri saya." Jawab Jay menatap Luna yang juga menatapnya.
"Oke, kalau begitu sampai jumpa nanti malam." Ucap Nathan sebelum mengakhiri panggilan.
"Iya Pak." Sahut Jay lalu panggilan pun diakhiri.
"Siapa Mas?" Tanya Luna.
"Ini loh sayang, ada yang mau beli program yang Mas buat, dia ajak Mas bertemu." Jawab Jay.
"Ohhh." Luna hanya ber'oh ria, karena dia tak mengerti program apa yang Jay maksud.
"Tapi kok Mas tadi bawa-bawa Luna?" Tanyanya kemudian.
"Iya sayang, kebetulan orang yang mau beli program Mas minta bertemu, dan dia juga sekalian mengundang kita untuk makan malam bersama." Jawab Jay, Luna hanya manggut-manggut.
***
Sore hari, Nathan mengendarai mobilnya sendirian, tanpa arah dan tujuan yang pasti, entah apa yang sedang di carinya, dia hanya mengikuti kata hatinya.
Saat Nathan membelokan mobilnya ke kawasan gang kecil, dan melewati beberapa rumah, akhirnya Nathan menghentikan mobilnya tepat saat mobil yang Marvin tempati meninggalkan sebuah kontrakan, dan Nathan bisa melihat Via yang melambaikan tangannya pada Marvin.
Nathan langsung mengernyit, "Kenapa aku kesini." Herannya yang terus menatap Via dari kejauhan.
"Apa aku sudah gila." Umpatnya yang hatinya sangat ingin menghampiri Via, namun otak dan tubuhnya menolak untuk mendekat.
"Sudahlah, sebaiknya aku segera pulang, aku harus bersiap untuk bertemu dengan Luna." Pikirnya yang teringat dengan pertemuannya dengan Jay.
"Ehhh, tunggu tunggu, bukankah aku sudah janji akan membawa pacarku." Gumamnya yang teringat dengan ucapan asalnya, "Issshhhh, gila.. Aku benar-benar gila, gimana aku mau bawa pacar, calon pacar aja aku ngga punya." Sambungnya.
"Bagaimana ini." Bingung Nathan, lalu matanya kembali menatap Via.
"Apa aku minta bantuan Via saja." Gumamnya lagi, "Tapi aku ngga yakin Via akan mau membantuku lagi, dia bahkan membenciku." Nathan terlihat sedang berpikir, memikirkan cara bagaimana membujuk Via untuk mau membantunya.
"Ahhhhh, sepertinya itu satu-satunya cara agar dia mau membantuku." Ucap Nathan menjentikan jarinya saat menemukan sebuah cara agar Via mau membantunya.
"Iya, sebaiknya aku samperin dia."
Ia keluar dari mobil dan cepat menghampiri Via, dia berdiri di belakang Via yang tengah duduk di bangku yang ada di taman depan kontrakan.
"Hmmmm, Via." Panggil Nathan dengan suara beratnya.
Via yang merasa kenal dengan suara itu terlonjak, rasanya dia tidak ingin menoleh ke belakang, namun sebuah tangan menepuk bahunya, dia langsung berdiri dan menghadap ke Nathan.
"Kamu..." Kagetnya.