NovelToon NovelToon
NIKAH KONTRAK, CINTA NYATA

NIKAH KONTRAK, CINTA NYATA

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

ELINA seorang guru TK yang tengah terlilit hutang warisan dari kedua orangtuanya terus terlibat oleh orang tua dari murid didiknya ADRIAN LEONHART, pertolongan demi pertolongan terus ia dapatkan dari lelaki itu, hingga akhirnya ia tidak bisa menolak saat Adrian ingin menikah kontrak dengannya.

Akankah pernikahan tanpa cinta itu bisa berakhir bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31: Gangguan Kecil dari Claire

Langkah-langkah Elina menyusul pelan di belakang Adrian. Gaun malam yang tipis itu berdesir lembut mengikuti gerak tubuhnya, menyapu lantai seolah mengaburkan keraguan yang sempat tersisa. Di depannya, Adrian berjalan tanpa tergesa, namun penuh keyakinan. Ketika sampai di kamar, pria itu menoleh singkat, memberi tatapan singkat namun membakar, sebelum kembali membuka kancing kemejanya yang tersisa.

Satu per satu, tanpa ragu, hingga bagian dada dan perutnya terbuka sempurna. Elina menahan napas, matanya seakan tak mampu berpaling.

Adrian mendekat. Tangan hangatnya menarik tubuh Elina ke dalam pelukan, meniadakan jarak dan menyisakan kehangatan yang memusingkan. Bibirnya menunduk, membisik di dekat telinga istrinya dengan suara rendah yang membuat bulu kuduk Elina meremang.

"Aku ingin kamu membantuku... membersihkan setiap inci dari tubuhku malam ini," ucapnya dengan pelan namun sarat makna.

Elina menelan ludah. Pipinya kembali memerah, tapi dia tak bergerak menjauh. Napasnya berembus lebih cepat, sementara tangan Adrian menggenggam jemarinya dan menariknya perlahan menuju kamar mandi.

Cahaya di sana temaram, uap tipis mulai memenuhi udara dari bathtub yang hampir penuh. Adrian berdiri di hadapan Elina, mengulurkan tangan untuk membuka kancing terakhir celana panjangnya, ketika tiba-tiba...

"Daddy..."

Sebuah suara lembut, mengantuk dan polos memecah udara.

Keduanya sontak menoleh. Di ambang pintu kamar mandi, berdirilah Claire, si kecil dengan piyama berwarna pastel, memeluk boneka kelinci lusuh kesayangannya. Matanya masih mengantuk, mengucek pelan sisi wajahnya, lalu menatap mereka berdua dengan polos.

"Apa Daddy juga dimandiin sama Mama...?"

Suasana mendadak beku.

Elina langsung menarik tubuhnya menjauh, hampir tersandung langkah sendiri. Wajahnya nyaris menyala karena malu, sementara Adrian menahan napas, lalu... tertawa. Suara tawa rendah yang ia tahan dengan telapak tangan, hingga hanya terdengar seperti embusan geli di dada.

"Elina..." bisiknya nyaris tanpa suara, sebelum melangkah cepat menuju Claire dan menunduk di hadapannya. Ia mengusap pelan rambut si kecil.

"Kenapa Claire bangun, hm?" tanyanya lembut.

Claire mendongak, masih memeluk bonekanya. "Mau pipis... terus nggak lihat Mama di tempat tidur..."

Elina segera menghampiri, ikut berjongkok dan mengelus bahu Claire dengan lembut. "Maaf sayang... Mama dan Daddy baru mau mandi," ujarnya, berusaha terdengar tenang.

"Mandi bareng?" Claire masih bertanya sambil menguap lebar.

Adrian menoleh pada Elina, sejenak menyembunyikan senyum geli di balik kesungguhan wajah. "Iya... kadang orang dewasa mandi bareng juga," ucapnya hati-hati.

Claire tampak berpikir, lalu mengangguk kecil, seolah menerima penjelasan itu sepenuh hati. "Oh... kalau gitu Claire pipis dulu... terus balik tidur lagi."

"Baik," jawab Elina cepat, berdiri dan mengantar Claire menuju kamar mandi kecil di dekat kamar tidur.

...****************...

Elina menutup pintu kamar Claire perlahan, memastikan si kecil benar-benar terlelap. Nafasnya berembus pelan, tubuhnya bersandar sebentar di daun pintu, menenangkan diri. Malu... itu pasti. Tapi entah mengapa, hatinya juga terasa hangat. Sejak kapan rumah ini terasa seperti rumah sungguhan?

Ia kembali melangkah menuju kamar utama. Begitu membuka pintu, sosok Adrian baru saja keluar dari walk-in closet. Ia tidak lagi bertelanjang dada seperti sebelumnya, melainkan mengenakan kaus hitam tipis dan celana jogger abu-abu yang santai, rambutnya masih sedikit basah, menunjukkan bahwa ia sudah mandi.

Namun, bukan hanya penampilannya yang memikat. Senyum miring di bibirnya yang dalam, penuh makna, jauh lebih menggoda.

"Aku kecewa," ucapnya begitu saja, berjalan mendekati Elina sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. "Aku benar-benar mandi sendiri. Padahal tadi ada janji bantuan penuh perhatian dari seorang istri cantik."

Elina mendelik, wajahnya masih menyisakan merah muda dari rasa malu sebelumnya. "Salah sendiri bikin keributan pas hampir buka celana," balasnya cepat, mencoba terdengar ketus.

Adrian tertawa rendah, menyandarkan tubuhnya ke sisi lemari sambil melipat tangan di dada, matanya menyipit nakal. "Aku salah apa? Aku cuma jujur. Kamu juga yang mulai tampil memprovokasi pakai baju pemberian Nenek..."

Elina segera menghampirinya dan memberi pukulan ringan di lengannya, berulang kali, gemas, malu, dan tak tahu harus membalas apa. "Kamu tuh! Jangan seenaknya menggoda orang habis trauma!"

"Trauma?" Adrian mengangkat alis. "Kejadian tadi malah membuatku ingin mandi dua kali."

"Adrian!" Elina membalas dengan cubitan, sebelum berbalik cepat. "Aku tunggu di ruang makan!"

Ia buru-buru melangkah pergi, meninggalkan aroma sabun Adrian yang masih menempel di udara dan tawa pecah sang suami yang terdengar semakin renyah dari belakangnya.

"Hei," teriak Adrian ringan, masih tertawa, "jangan salahkan aku kalau nanti aku muncul ke ruang makan tanpa kaus, sekadar memperlihatkan abs yang kamu tak sempat bersihkan!"

"Adrian Leonhart, kamu sungguh-sungguh..."

"...penuh semangat dan siap dicintai sepenuhnya. Iya, iya, aku tahu," potongnya sambil tertawa makin keras.

Elina tak menjawab. Tapi senyum di bibirnya tak bisa disembunyikan. Dan jantungnya berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya.

Hari itu, rasa cintanya bertumbuh lagi. Tak meledak-ledak, tapi seperti nyala lilin yang hangat dan konsisten... perlahan, namun pasti.

...****************...

Ruang makan diselimuti cahaya hangat dari lampu gantung. Aroma tumisan yang baru selesai Elina hangatkan memenuhi udara. Di tengah meja, dua piring telah tersaji dengan rapi. Adrian masuk beberapa menit kemudian, masih mengenakan kaus santainya, tapi syukurlah, dia tetap mengenakan kaus. Meski Elina bisa menangkap lirikan geli dari mata suaminya saat duduk.

"Wah..." Adrian duduk, menatap piringnya. "Istriku bukan cuma cantik, ternyata jago masak juga. Apa kamu belajar semua ini buat menghiburku karena batal dimandikan tadi?"

Elina meletakkan sendok sup ke mangkuknya dengan sedikit keras. "Mulai lagi..."

Adrian tertawa pelan, mengambil sendok dan mulai mencicipi makanan. "Aku serius, ini enak. Rasanya... seperti masakan rumah yang sudah lama aku lupakan."

Elina terdiam sejenak. Ucapan itu sederhana, tapi caranya Adrian mengucapkannya... menyentuh.

"Kalau begitu kamu harus sering makan di rumah!" Elina tersenyum tipis sambil menuangkan air ke gelasnya.

Adrian memandanginya, ekspresinya melunak. "Tentu! Karena selalu ada istri cantik yang menemaniku makan."

Elina nyaris tersedak. "Huh?"

Adrian terkekeh geli. "Kamu harus lihat ekspresi kamu barusan, priceless."

Elina menutupi wajahnya dengan tangan, gemas sendiri. "Adrian..."

"Ya?" Adrian memiringkan kepala, tersenyum. "Kalau kamu terus bersikap begini, aku bisa jatuh cinta lebih dalam tiap malam."

Kata-kata itu membuat Elina mendongak. Matanya bertemu mata Adrian, dan untuk sejenak, waktu seakan berhenti. Senyum mereka sama-sama mengembang... hangat, tulus, dan jujur.

"Kamu memang sudah gila," ucap Elina pelan.

Adrian menyendok nasi dan berkata santai, "Gila cinta? Sepertinya iya. Tapi hanya pada satu orang."

Elina terdiam sejenak, menatapnya, lalu ikut tertawa kecil. Ia tidak bisa memenangi perdebatan semacam ini.

Dan malam itu, mereka makan dalam tawa-tawa kecil, tatapan yang mulai lebih dari sekadar simpati... lebih dari sekadar kontrak. Ada cinta yang perlahan mekar di antara obrolan ringan dan godaan-godaan manis di meja makan rumah itu.

1
Dewie
Andrian terlalu lembek,,,kalah sama pelakor, 😂
* bunda alin *
dan tutur kata yg dalam menyentuh relung hati
* bunda alin *
setiap bahasa kata , bahasa tubuh. menggambar kan sesuatu yg penuh makna .. indah
Dewie
buat Andrian lebih tegas Thor jngan lembek begitu,😒
Mia Syara
Adrian slow la..tak tegas..😐
Mia Syara
Awal baca,sudah tertarik dengan alur cerita ini..Salam dari Malaysia
Mia Syara: /Good/
Wiedha: Terimakasih sudah mampir Kak Mia...diusahakan untuk up date setiap hari...🥰
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!