NovelToon NovelToon
ISTRI RAHASIA

ISTRI RAHASIA

Status: tamat
Genre:Horor / Misteri / Supernatural / Tamat
Popularitas:376.8k
Nilai: 5
Nama Author: D'Wiz

Dengan bersekutu jin ular, kehidupan Abay berubah. Tetapi dia harus bersusah payah mencari korban untuk tumbalnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'Wiz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Istri Rahasia Bab 31

Di kamar Dina terjadi keributan kecil antara Dina dan Ami. Sementara Maya menatap gelisah pada keduanya, dia ingin melerai cuma tak cukup punya keberanian.

Awal pertengkaran sepele, Ami meminta kamar Dina untuknya. Karena dia sudah mendengar dari mulut Poppy, dirinya bakal dititip di rumah Sanusi dan Wati.

Ami tertarik menempati kamar Dina, karena dia suka dengan pernak pernik di dalam kamar Dina yang didominasi warna merah muda.

"Kagak bisa, kamar ini buat gue! Lo pindah aja ke kamar yang lain. Lagian gue curiga, lo ini bukan anak kandung Tante Santi. Karena gue tahu, Tante Santi itu belum punya anak. Kalau begitu lo cuma anak tiri! Ini rumah Opa dan Oma gue, jadi gue yang berhak di kamar ini!" ucap Ami kasar.

"Tapi ini kamarku, Kak," jawab Dina masih tetap tenang, meski wajahnya memerah.

"Sekarang udah jadi punya gue! Lo bawa keluar semua baju lo!" perintah Ami masih dengan nada kasar.

"Nggak mau!" Ami menggelengkan kepalanya.

"Harus mau! Satu lagi, semua barang yang ada di sini, kecuali baju sama buku-buku lo, itu tetap di dalam kamar. Terutama semua boneka!" Ami menunjuk ke boneka yang ada di kasur dan juga lemari pajangan.

"Enak aja! Gue kagak mau!" Dina terpancing amarahnya dan dia pun berkata kasar. Matanya membulat besar menatap Ami.

Ami menjerit takut, lalu dia berlari keluar kamar. Tetapi tanpa sengaja, dia menginjak kaki Dina yang menghalangi jalan.

Ami terpeleset jatuh, kepalanya membentur daun pintu kamar. Terdengar jeritannya dan dia menangis sakit.

Ketika itulah Sanusi berteriak.

Sanusi tiba lebih dulu di depan kamar Dina. Dia kaget melihat Ami sedang duduk di lantai dan menangis dengan tangan mengusap kening. Di belakangnya menyusul Wati dan Poppy.

"Dina apa yang terjadi?" bentak Sanusi marah.

"Dina mengusir aku keluar dari kamarnya Opa. Terus mendorong aku jatuh dan menabrak pintu. Keningku benjol, eh ada darah!" Ami lebih dulu membuka mulut dibanding Dina.

Poppy yang sudah tiba melihat kening Ami terluka, meski bukan luka yang besar, tapi mengeluarkan darah.

"Aduh, masih kecil udah galak. Kalau besar bisa jadi macan ganas, nih!" sindir Poppy.

"Kejadiannya bukan seperti itu Opa, Tante!" ucap Dina sambil menatap Sanusi dan Poppy.

"Oh, nggak mau mengaku salah? Buktinya sudah ada, kamu membikin Ami terluka keningnya!" Poppy menggeram marah.

Wati waktu melihat kening Ami berdarah, dia memutar tubuhnya untuk mengambil obat merah dan plester yang tersimpan rapi.

Tak lama Wati kembali datang membawa botol obat merah, plester dan kapas.

"Sini, Ami!" Tangan Wati menarik tangan Ami.

"Tadi aku itu cuma memuji betapa bagusnya kamar Dina. Terus bilang, wah betapa senangnya kalau bisa tidur di kasur empuk berteman boneka. Eh, tahunya aku diusir sama Dina. Dina pelit Oma. Aku sih tak masalah, karena memang sering dihina orang. Cuma, baru kali ini aku dilukai seperti ini. Aku diusir tak masalah, tetapi Dina melukaiku!" Ami dengan pintarnya mengolah kata.

"Dina, kamu pindah ke kamar belakang! Kamar ini buat Kakak Ami. Kamu cukup bawa baju dan alat sekolahmu. Itu hukuman bagimu yang sudah jahat pada Kakakmu!" tegas Sanusi yang langsung pergi.

"Opa, aku tak jahat!" teriak Dina dan air matanya mulai menetes turun.

Tetapi Sanusi sudah pergi dan tak peduli dengan teriakan kesedihan Dina.

Ami diam-diam tersenyum puas. Sementara Wati sudah berdiri dan menatap sedih Dina.

"Kamu bisa kan pindahkan baju dan alat sekolahmu sendiri?" tanya Wati, setelah itu dia mengajak pergi Poppy dan Ami dari depan kamar Dina.

Dina menyusut air matanya. Dia percaya, percuma saja dia menangis, karena keputusan Sanusi dan Wati tak akan berubah. Baru kali ini dia kena marah Sanusi, biasanya meski Sanusi tak senang hati, paling dia hanya diberikan nasihat dengan kata-kata yang lembut.

"Din, maaf aku tadi tak berani bicara. Takut!" bisik Maya.

"Tak apa-apa May. Kamu bertindak benar! Daripada nanti kena omel Opa." Dina tersenyum pahit.

"Apa mau aku bantu bawa baju dan alat sekolahmu?" tanya Maya.

"Kamu mau bantu aku?" Dina menegaskan.

"Kenapa tidak, kita kan teman. Apalagi bantuanku tak perlu seperti kamu yang menolong Suta. Hiii, aku masih kebayang ular itu!" Maya menggetarkan tubuhnya. Sebagai tanda, betapa dia masih merasa takut melihat keberanian Dina menangkap ular.

Mendengar kata ular, tanpa sengaja mata Dina menatap ke arah kasurnya. Di tepi kasurnya sudah duduk Bwalika.

"Apa kamu mau aku gigit mati anak tadi?" bisik Bwalika tertuju pada telinga Dina seorang.

"Jangan!" jawab Dina cepat.

"Eh, kamu menolak bantuanku, Din?" tanya Maya kaget. Padahal dia sudah mulai merapikan alat sekolah Dina.

"Bukan, aku malah senang kamu mau bantu!" seru Dina pada Maya.

"Tadi kamu bilang jangan?" Maya memastikan apa yang didengarnya tadi..

"Maksudku, jangan bawa boneka. Biar saja buat Ami! Anggap saja aku sedekah!" sahut Dina.

Maya mengangguk.

"Kamu terlalu baik, Dina. Tetapi anak tadi itu mulutnya beracun. Aku kok kesal padanya dan masih berhasrat untuk memberi dia hukuman. Kamu setuju saja ya, aku bikin anak itu menjerit takut dan tak berani tinggal di sini!" ucap Bwalika lagi yang tetap tertuju pada Dina seorang.

"Jangan, biarkan saja!" jawab Dina.

"Jangan apalagi sih Din?" tanya Maya dengan kepala menengok dan mata menatap heran pada Dina.

"Iya, bonekanya jangan!" ucap Dina pada Maya.

"Aku sudah tahu Dina!" cemberut Maya.

Dina melotot pada Bwalika dan memberi tanda diam. Dia lakukan itu ketika Maya tak memperhatikan dirinya.

Kamar belakang berada di dekat dapur dan kamar mandi. Lebih kecil dari kamar Dina yang diminta Ami.

Bolak balik Dina dan Maya membawa baju dan alat sekolah ke kamar belakang.

Namun saat Dina membawa laptop, Ami muncul dan berdiri di depannya dengan menyeret tas besarnya.

"Kata Opa kan kamu cuma disuruh bawa baju dan alat sekolah. Kalau begitu laptop jangan dibawa!" Ami merebut laptop dari tangan Dina.

Dina biarkan Ami mengambil laptop dari tangannya. Dia tak mau mencari keributan tambahan. Sementara Maya yang melihat hanya bisa menghela napas sedih.

"Kenapa kamu biarkan Kak Ami ambil laptop. Kan itu buat kamu belajar dan juga buat hobi kamu menulis?" tanya Maya.

"Biarkan saja, mungkin dia tak pernah lihat dan pegang laptop. Ya, anggap saja sedekah pada orang yang lebih membutuhkan. Aku bisa minta dibeliin sama Papa lagi!" jawab Dina santai.

"Oh, tahu gitu mending dari dulu aku bawa pulang saja laptop itu!" seru Maya lalu tertawa.

"Ya, salahmu sendiri!" Dina pun tertawa.

"Tolong, ular!" teriak Ami kencang.

1
Ulun Jhava
Lambat gerakan dina suta yg baik kasian sdh jd korban..
Ulun Jhava
Jgn lebay deh dina
Ulun Jhava
Abay jg lebay ngapain sih sok bijak sm ami
Ulun Jhava
Labay si dina
Ulun Jhava
Dina trll naif dan ke lebayaann tingkat dewa
Ulun Jhava
Dina trll naif padahal kuat..authorx cemen
Ulun Jhava
Terlalu gegabah abay
Isnaaja
berarti nyi malini kurang sakti, gak bisa membaca hati sasan dan meramal kedepannya seperti apa.
Isnaaja
memang benar, hidup diperantauan dan bertemu orang sekampung itu bahagianya luar biasa banget.
Isnaaja
gaya lo
Isnaaja
ya gak bakalan ikut lah,, takut kepanasan dia
Isnaaja
abu abu berarti
Isnaaja
itu namanya teman gak tau diri.
sudah bagus medi mengizinkan menginap
Isnaaja
😂😂 itu namanya karma.
Isnaaja
obat apa ya?
Isnaaja
satu tahun sekali mah boros atuh, boros nyawa
Narliswati Wati
kok mati semua ga seru
Usmi Usmi
kelamaan Dina Sampek banyak korban
Elisanoor
hanjayyyy si Abay, Jurus si borokokok di keluatkan untuk merayu calon tumbal 🤣
Elisanoor
ih seru,nagih ini saya baca nya 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!