NovelToon NovelToon
Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Permainan Kematian / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP
Popularitas:435
Nilai: 5
Nama Author: Dev_riel

Sebuah kota dilanda teror pembunuh berantai yang misterius.
Dante Connor, seorang pria tampan dan cerdas, menyembunyikan rahasia gelap: dia adalah salah satu dari pembunuh berantai itu.
Tapi, Dante hanya membunuh para pendosa yang lolos dari hukum.
Sementara itu, adiknya, Nadia Connor, seorang detektif cantik dan pintar, ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuh berantai ini.
Nadia semakin dekat dengan kebenaran.
Ketika Nadia menemukan petunjuk yang mengarah ke Dante, dia harus memilih: menangkap Dante atau membiarkannya terus membunuh para pendosa...
Tapi, ada satu hal yang tidak diketahui Nadia: pembunuh berantai sebenarnya sedang berusaha menculiknya untuk dijadikan salah satu korbannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dev_riel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Potongan Tubuh Pelacur

"Kasus kali ini istimewa, ya?"

"Yang ini saranku, Dante. Maksudku, dengan menyamar sebagai pelacur," jarinya mengacung ke arahku. "ARTINYA aku punya peluang mengusut, diakui, lalu pindah ke Bagian Pembunuhan."

Aku memberi senyum. "Wah... ambisi pribadi ya?"

"Iya, tentu saja dong!" Dia menjawab. "Aku sudah muak. Mau keluar dari Bagian Susila. Juga dari kostum sialan ini. Aku mau masuk Bagian Pembunuhan, Dante. Ini bisa jadi tiketku. Dengan satu keberuntungan kecil..." Dia terdiam. Lalu menyambung dengan kalimat mengejutkan. "Tolong bantu aku, Dante. Aku muak gini terus." Dia memelas.

"Tolong? Nadia sayang, kamu minta tolong sama aku? Kamu tau itu membuat aku gugup?"

"Jangan berchyaaanda, Dante."

"Tapi Nad, beneran..."

"Aku bilang diam! Kamu mau bantu atau tidak?"

Kalau sampai minta tolong begini, aku bisa bilang apa lagi? "Tentu saja aku mau, Nad. Kamu pasti tau itu."

Nadia menatap tajam, tidak jadi memelas. "Aku serius, Dante. Jangan main-main."

"Sumpah Nad. Aku mau bantu." Aku mengulang, mencoba tampak tersinggung. Lalu, dengan lagak imitasi apik seorang yang tersinggung harga diri, aku menyusul ke tong sampah bersama tikus-tikus lab yang lain.

Daphne Merry sedang mengaduk sampah mencari sidik jari. Seorang wanita pendek-gemuk berusia tiga pukul lima berambut pendek yang tidak pernah merespons basa-basiku.

Tapi saat melihat, dia langsung tersipu, menatapku tanpa bicara. Entah kenapa dia selalu menatap dan tersipu tiap kali melihatku.

Di ujung tong sampah besar itu, duduk di karton bekas susu yang di jungkirkan sambil menisiki segenggam sampah, adalah Haruki Takahashi. Keturunan jepang yang hobi melontarkan candaan garing.

Ada yang aneh dari senyum Khas Haruki Takahashi. Seolah hasil belajar dari gambar di buku. Meskipun saat bercanda dengan rekan polisi kadang kelewatan, tidak ada yang marah karena becandaannya, tapi tidak ada yang tertawa juga.

Haruki tetap tidak peduli. Tancap terus dengan bahasa tubuh yang benar, tapi terasa palsu atau di paksakan. Itu sebabnya aku suka dia. Satu lagi makhluk malang yang pura-pura jadi manusia. Seperti aku.

"Hai Dante. Ada apa kemari?" Sapa Haruki tanpa menoleh.

"Sekedar melihat bagaimana para pakar sejati bekerja dalam atmosfer profesional," Aku mencoba bercanda.

"Ha-ha." Katanya. Mestinya dimaksudkan sebagai tawa, tapi malah tampak lebih palsu ketimbang senyumnya.

"Serius nih, ngapain kamu kemari?" Dia bertanya lagi.

"Memangnya kenapa? Tidak boleh? Ini TKP kan?" Aku berlagak marah.

"Kamu analis cipratan darah," sahut Haruki sambil melempar benda di tangan, lalu mulai mencari yang lain.

"Udah tau nanya."

Dia menatap dengan senyum lebar paling palsu. "Tidak ada darah disini, Dante."

Kepalaku mendadak melayang. "Maksud kamu? Tidak ada darah di dalam maupun di sekitar TKP. Sama sekali tidak ada darah. Beneran aneh banget."

Tidak ada darah sama sekali. Bisa aku dengar frasa itu bergema di kepala, dan makin keras setiap kalinya. Tidak ada darah yang bikin lengket, panas, berantakan, dan menggerahkan. Berarti tidak ada cipratan. Tidak ada noda. TIDAK ADA DARAH SAMA SEKALI.

Kenapa tidak terpikir sebelumnya?

Memikirkan darah selalu membuatku miris. Toh, anehnya aku malah membuat itu jadi pekerjaan---jalan karier, kajian dan Bagian tugas sehari-hari.

Jelas ada trauma mendalam yang melatarbelakangi, tapi aku tidak pernah sampai penasaran mencari tau. Aku adalah apa adanya aku. Tidak pernah menyesal telah membunuh pembantai bocah.

Tapi ini...

"Kamu tidak apa-apa, Dante?"

"Aku baik-baik saja, bagaimana bisa begitu. Tidak ada darah sama sekali?" Kataku.

"Tergantung."

Ku tatap Haruki. Lelaki itu menatap segenggam ampas kopi, memeriksa hati-hati dengan tangan terbungkus sarung tangan.

"Tergantung apa Haru?"

"Tergantung pada siapa dia dan benda apa yang dia kerjakan." Jawab Haruki.

Aku mengernyit bengong, lalu menggelengkan kepala. "Kadang kamu terlalu berusaha sehingga bercandamu garing dan tidak jelas. Maksud aku, bagaimana caranya si pembunuh menyingkirkan darah?"

"Sulit memastikan sekarang. Kami belum menemukan setetes pun darah. Dan mayat korban juga dalam kondisi rusak. Sulit menemukan jejak."

Kalau gaya si pembunuh tidak lebih dari seekor anjing menggerusi tulang, sama sekali tidak menarik buatku.

Aku mendesak sedikit lega. "Mana mayatnya?"

Haruki menolehkan kepalanya, menunjuk sebuah lokasi berjarak enam meter di kejauhan. "Di sana, sedang ditangani Sofia."

"Ini kasus Sofia Ramirez?" Aku mengeluh.

Sekali lagi senyum palsu itu terkembang. "Beruntung sekali si pembunuh ya?"

Aku melongok. Beberapa orang berdiri mengelilingi ka tong sampah dalam tatanan rapi. "Mana? Aku tidak lihat apa-apa?"

"Di sana. Dalam kantong-kantong sampah itu. Setiap bungkus berisi potongan tubuh. Korban di potong-potong, lalu dibungkus seperti kado natal. Pernah lihat yang seperti itu sebelumnya?"

Tentu saja pernah.

Itu gayaku.

* * *

Ada yang terasa aneh dan menyenangkan dalam menyaksikan TKP di siang hari. Entah kenapa mampu membuat pembunuhan paling brutal sekali pun jadi nampak terasa antiseptik---seperti pertunjukan panggung.

Bukan berarti aku gampang muntah melihat mayat termutilasi mana pun. Aku hanya tidak tahan melihat hasil kerja berantakan, terutama soal penanganan cairan tubuh seperti darah, cairan otak, usus,... sungguh harus ditangani hati-hati.

Selain itu, buatku tidak ada bedanya melihat bangkai binatang di toko jagal. Polisi-Polisi baru dan pengunjung TKP selalu muntah-muntah di sini. Mungkin karena matahari di sini lebih menyengat.

Hari ini Shadowfall City terasa indah dan panas. Hanya ada lima atau enam mobil plus tong sampah yang jadi objek TKP. Tong sampah itu sengaja di dorong ke pojok, persis di sebelah kafe. Pintu belakang kafe juga tampak jelas.

Seorang wanita bertampang cemberut mondar mandir keluar masuk melakukan kesibukan kafe. Sebal melihat kerumunan polisi serta teknisi forensik. Padahal mereka memberi keuntungan dengan membeli kopi dan kue.

Para petugas Forensik tidak mengenakan seragam khusus. Ku dekati petugas berkemeja rayon terdekat di antara kerumunan petugas. Namanya Alejandro Morales, dia berstatus pemeriksa medis. Dia sedang berjongkok di sisi salah satu kantong sampah penyimpan potongan tubuh, mengintip ke dalam.

Aku ikutan mengintip. Tidak sabar ingin melihat dalamnya. Apa pun yang bisa membuat Nadia merinding pasti patut di lihat.

"Alejandro, dapat apa kita?" Ujarku menyapa.

"Apa maksud kamu 'kita' bocah? Tidak ada darah mayat di sini. Keahlian kamu tidak terpakai disini." Ketusnya.

"Iya, aku sudah tau. Ini lokasi primer dan sekunder... Pembunuhan di lakukan di sini atau mayatnya dibuang di sini?" Sahutku sambil berjongkok di sampingnya.

Alejandro menggeleng. "Sulit memastikan. Tong sampah selalu dibersihkan pihak kafe dua kali seminggu. Kemungkinan mayat sudah berumur dua hari."

Aku melihat sekeliling parkiran. "Motel itu bagaimana? Apa tidak mungkin dilakukan disitu?"

Alejandro mengangkat bahu. "Masih diperiksa, tapi aku rasa tidak akan ditemukan apa pun. Tampaknya si pembunuh lebih suka pakai tong sampah. Eh," katanya mendadak.

"Apa?"

Dengan pensil Alejandro membalikkan lapisan kantong plastik. "Lihat hasil potongannya."

Ujung sambungan salah satu kaki menonjol keluar. Tampak pucat dan mati di terik matahari. Potongan ini berakhir di pergelangan, dengan kaki terpotong rapi. Ada tato kupu-kupu terdapat di kulitnya, Bagian sayapnya terpisah oleh potongan kaki.

1
Yue Sid
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Dev_riel: Besok kelanjutannya ya😄🙏
total 1 replies
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
Dev_riel: Makasih🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!