📌 Pembuka (Disclaimer)
Cerita ini adalah karya fiksi murni. Semua tokoh, organisasi, maupun kejadian tidak berhubungan dengan dunia nyata. Perselingkuhan, konflik pribadi, dan aksi kriminal yang muncul hanya bagian dari alur cerita, bukan cerminan institusi mana pun. Gaya penulisan mengikuti tradisi novel Amerika Utara yang penuh drama dan konflik berlapis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ardin Ardianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
puncak penyergapan
Delapan mafia meledak dari F33 seperti peluru hidup, kaki menghantam tangga beton dengan dentuman keras. Rom melemparkan diri ke samping, perisai anti peluru berkilat menahan serpihan granat yang meledak di dekatnya—BANG! Shadaq meluncur rendah, menembakkan tiga peluru berturut-turut tepat di antara kaki mafia, percikan beton beterbangan seperti hujan abu.
**CRASH!** Seorang mafia menendang tabung gas, benda logam berguling menuruni tangga dengan suara menggelegar. Prakai melompat tinggi, menangkap tabung di udara, memutar tubuh 180 derajat, lalu melemparkannya kembali—tabung menghantam dinding dengan ledakan yang memekakkan telinga.
Lima mafia bergerak dalam formasi zigzag, tubuh mereka berputar, meloncat dari railing ke dinding, kaki menendang keras permukaan beton untuk mengubah arah. Tangan mereka melemparkan pisau, baut, dan pecahan kaca secara bersamaan. Rom menunduk tajam, pisau melayang tepat di atas kepalanya, menancap ke dinding dengan bunyi **THUNK!**
**WHOOSH!** Granat asap kedua meledak, asap hitam pekat menggulung seperti ular raksasa. Shadaq berguling ke kanan, menembak buta ke arah suara langkah kaki—tiga tembakan beruntun: **BANG! BANG! BANG!** Salah satu mafia terjatuh, tapi langsung bangkit, darah mengucur dari lengannya.
Juliar di belakang mengeluarkan senapan otomatis, menyemburkan peluru dalam ledakan suara yang memekakkan: **BRRRRRRT!** Peluru menghantam railing, percikan api beterbangan, logam berderit keras. Dua mafia melompat ke samping, salah satunya berputar di udara, menendang granat lain yang menggelinding menuju pasukan.
**BOOM!** Ledakan ketiga mengguncang tangga, debu beterbangan, lampu berkedip-kedip. Rom merasakan tubuhnya terpental ke belakang, perisai retak di bagian pojok. Napasnya tersengal, telinga berdengung, tapi tangannya tetap menggenggam senjata.
Mafia pertama meloncat ke railing, berjalan di atas pagar sempit dengan keseimbangan akrobat. Kaki kanannya menendang lampu darurat—**CRASH!**—kaca berserakan, lorong menjadi gelap gulita. Shadaq menyalakan senter tactical, sinar putih menyilaukan mata, dan langsung menembak ke arah bayangan yang bergerak.
**THUD!** Prakai menabrakkan tubuhnya ke mafia yang mencoba melewati sisi kiri, keduanya jatuh berguling di tangga beton. Prakai menggenggam kerah jaket si mafia, kepalan tangannya melayang—**WHAM!**—menghantam rahang. Mafia membalas dengan sikutan keras ke rusuk Prakai.
Tiba-tiba, **RATA-TAT-TAT!** Peluru otomatis menghujani dari lantai atas. Juliar berteriak, "SNIPER!" sambil melemparkan tubuhnya ke belakang perisai. Peluru menghantam perisai seperti palu besi: **CLANG! CLANG! CLANG!** Rom merangkak cepat ke posisi yang lebih aman, lutut bergesekan dengan beton kasar.
Dua mafia melemparkan rantai besi panjang, logam berputar-putar di udara seperti cambuk mematikan. **WHIP!** Rantai melilit kaki Shadaq, membuatnya terjatuh keras. Ia berguling, pisau tactical keluar dari sarung, memotong rantai dengan satu gerakan cepat—**SNAP!**
**CRASH! BANG! THUD!** Suara benda berat jatuh dari lantai atas. Sebuah meja logam dilemparkan dari atas, menghantam tangga tepat di antara pasukan. Prakai melompat ke samping, kakinya tersandung, tubuhnya membentur dinding dengan bunyi yang keras.
Mafia keenam mengeluarkan tabung spray, menyemprotkan cairan yang menyengat mata. **HISS!** Gas menyebar cepat, membuat Rom dan Shadaq batuk-batuk, mata berair. Mereka menembak sambil mundur, peluru meleset menghantam langit-langit, serpihan beton berjatuhan seperti salju abu-abu.
**WHOMP!** Ledakan keempat di lantai atas mengguncang seluruh bangunan. Lampu padam total, hanya senter tactical yang menyinari lorong dengan cahaya putih yang bergerak-gerak seperti hantu. Bayangan-bayangan bergerak cepat di dinding, menciptakan ilusi optik yang membingungkan.
Rom berteriak, "FORMATION DELTA!" sambil menembakkan flare merah ke langit-langit. **WHOOSH!** Cahaya merah menyala terang, menerangi seluruh tangga. Lima mafia terlihat jelas: satu di railing, dua di tangga, satu menempel di dinding, satu lagi bersembunyi di balik puing.
Shadaq dan Prakai bergerak sinkron, menembak dari dua arah berbeda: **BANG! BANG!** Peluru bersilangan di udara, menghantam dinding di dekat kepala mafia. Mereka melompat seperti kucing, tubuh berputar, kaki menendang udara, mendarat dengan gesit di anak tangga yang berbeda.
**CLATTER!** Seorang mafia melemparkan tas ransel, isinya tumpah: granat, pisau, dan sesuatu yang berkilat logam. Rom mengenali bentuknya—bom waktu! Layar digital menunjukkan: 00:45... 00:44... 00:43...
"BOMMM!" teriak Prakai, suaranya memecah keheningan. Ketiga pasukan bergerak dalam koordinasi sempurna: Rom melompat ke kiri, Shadaq ke kanan, Prakai berguling ke belakang. **BOOM!** Ledakan menggetarkan tangga, api menyembur ke segala arah.
Juliar, meski terluka, mengeluarkan senapan laras panjang. **CRACK!** Satu tembakan presisi menghantam bahu mafia di railing. Pria itu terjatuh, tapi saat jatuh, tangannya melemparkan pisau bermata dua yang berputar di udara—**WHIRRRR!**
Shadaq menangkap pisau itu dengan sarung tangan taktis, memutar tubuh, dan melemparkannya kembali dalam satu gerakan fluid. **THUNK!** Pisau menancap di dinding, tepat di samping kepala mafia yang bersembunyi.
**SLAM!** Pintu darurat di lantai atas terbuka keras. Suara langkah kaki berat bergema—backup mafia telah tiba! Rom mendengar suara senjata otomatis disiapkan: **CLICK-CLACK! CLICK-CLACK!** Situasi berubah menjadi lebih genting.
Prakai melompat berdiri, mengeluarkan granat asap sendiri. **POP!** Asap putih menyembur, bercampur dengan asap hitam yang sudah ada. Lorong menjadi seperti mimpi buruk—visibility nol, suara echo di mana-mana, napas tersengal, jantung berdegup kencang.
Dalam kegelapan, hanya terdengar: **BANG! CRASH! THUD! CLANG!** Suara peluru, benda jatuh, tubuh berbenturan, logam beradu. Rom bergerak berdasarkan instink, kakinya menapak hati-hati, tangan meraba dinding, senjata siap menembak.
Tiba-tiba, cahaya senter musuh menyorot wajahnya. **CLICK!** Rom reflex menembak ke arah cahaya—**BANG!** Senter pecah, percikan kaca, teriakan kesakitan. Tapi sekarang posisinya terbongkar.
**RATA-TAT-TAT-TAT!** Hujan peluru dari tiga arah sekaligus. Rom berguling, perisai retak total, serpihan beterbangan. Shadaq berteriak, "COVER!" sambil menembakkan flare kedua—**WHOOSH!** Cahaya hijau menyilaukan, membuat semua orang menutup mata sejenak.
Dalam detik itu, Prakai melompat seperti harimau, menabrak dua mafia sekaligus. **WHAM! THUD!** Ketiganya jatuh bergulung, tangan saling mencengkram, kaki saling menendang. Prakai menghantamkan sikunya—**CRACK!**—tulang hidung mafia patah, darah menyembur.
Rom bangkit, napas tersengal, tubuh penuh debu dan keringat. Matanya menyesuaikan cahaya flare, mencari target. Dua mafia tersisa masih bergerak ke lantai atas, tubuh mereka lincah seperti bayangan.
**BANG! BANG! BANG!** Rom menembak berturut-turut, peluru mengejar langkah kaki mafia di anak tangga. Percikan api dari laras senjata menerangi wajahnya yang penuh determinasi. Shadaq bergabung, menembak dari sudut berbeda: **BANG! BANG!**
**CRASH!** Pintu besi di lantai atas dibanting keras. Mafia terakhir berhasil lolos, tapi suara sirene polisi mulai terdengar dari luar gedung. Backup sudah datang.
Rom melihat ke sekitar: tangga penuh puing, asap masih mengepul, Juliar duduk bersandar di dinding dengan perban darurat di dadanya. Prakai berdiri sambil menahan nafas, wajahnya berdarah tapi matanya masih tajam.
"Belum selesai," gumam Rom, suaranya serak. Matanya menatap pintu lantai atas yang masih terbuka. **THUD... THUD... THUD...** Langkah kaki heavy boots bergema dari atas—ini baru permulaan pertempuran sesungguhnya.
Pertanyaan muncul di kepala Rom: mengapa mafia terus ke lantai berikutnya? Apakah ini jebakan atau kelincahan mereka yang luar biasa? Setiap hentakan kaki mafia, setiap ledakan granat, setiap dentuman peluru terasa paralel dengan tekanan mental dan fisik pasukan, menciptakan ketegangan yang hampir nyata di udara.