Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
Tak menunggu waktu lama, setelah keadaannya sedikit membaik. Rohani pergi ke orang pintar.
Dan jarak antar kampungnya dengan orang yang di maksud ialah sekitar tiga km. Dan Rohani, pergi sendiri dengan mengendarai sepeda motornya sendiri.
Begitu gilirannya tiba, Rohani menceritakan apa yang dirasakan oleh tubuhnya.
Lelaki yang di percayai sebagai orang pintar itu, manggut-manggut dan langsung menyuruh Rohani untuk menjulurkan kedua kakinya.
Orang pintar tersebut menekan di sela-sela jari seraya merapalkan doa-doa, dan Rohani langsung bereaksi kesakitan.
"Wah, sepertinya anda benar terkena guna-guna," ungkap lelaki itu dengan tegas.
"Berarti dugaanku benar," keluhnya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Makanya anda muntah darah, seperti yang anda katakan sebelumnya," lanjut lelaki itu.
Rohani manggut-manggut, dia semakin yakin jika Azhar dan Tari lah, yang mengguna-gunanya.
"Kalo boleh tahu, siapa orang yang memberi saya, guna-guna?" tanya Rohani.
"Orang terdekat, mungkin saja orang itu iri dengan kesuksesanmu," sahut lelaki itu.
"Jadi, apa yang harus aku lakukan?"
"Kamu hanya perlu menyiapkan sejumlah uang, dan juga emas agar aku bisa menjagamu setiap waktu, dan aku akan terus mengirimkan mu doa, dari jauh," jelas lelaki itu.
"Dan mangsa baru kembali datang,"
Rohani mengeluarkan uang sejuta rupiah, dia berjanji besok akan kembali lagi dan juga membawakan tiga gram emas seperti permintaan lelaki itu.
Sepanjang perjalanan pulang, Rohani menggerutu dan menyumpahi Azhar. Namun, mengingat pesan yang di lontarkan orang pintar, Rohani harus bersabar-sabar untuk tidak gegabah.
Apalagi, orang itu mengatakan, jika Azhar dan keluarganya akan mendapatkan balasan kelak.
🍁🍁🍁
Dua bulan telah berlalu, Rohani mulai kembali mengunjungi rumah Tari seperti sebelum insiden iri itu terjadi.
Dia datang dengan kantong berisi buah apel.
"Anakmu mana Tari? Ini, apel yang di belikan Amar, cuma karena aku udah bosan memakannya, sebaiknya untuk kalian aja," ungkap Rohani meletakkan plastik berisi apel di bale yang sedang di dudukinya.
"Dia sekarang, masih ngaji bu," sahut Tari tersenyum ramah.
Tari merasa sedikit janggal, karena tidak biasanya Rohani kembali mengunjunginya.
Namun, buru-buru dia menepis pikiran buruknya. Karena mungkin saja, sekarang Rohani ingin hubungan mereka kembali terulang seperti sebelumnya.
Sebelum perselisihan terjadi diantara mereka.
"Belakangan ini, aku ke rumah mbah Sarip, yang ada di desa sentosa sana," ungkap Rohani membuka suara.
Tari memalingkan wajahnya, menatap Rohani. Guna ingin tahu, kelanjutan ceritanya.
"Dia bilang, ada orang iri dengan kehidupan ku," lanjut Rohani.
"Memangnya mbah Sarip itu bisa di percaya?" tanya Tari.
Karena sebelumnya dia sempat mendengar desas-desus tentang Sarip, yang hanya ingin mengorok uang dari pasiennya.
"Bisa lah, buktinya dengan memegangi sela jempol dan belakang telinga aja, tubuhku terasa sakit. Lagipula semua gejala yang dikatakannya benar," cetus Rohani tak terima, kala Tari meragukan kesaktian Sarip.
Tari hanya bisa tersenyum, tidak menanggapi lebih lanjut. Takut, jika Rohani kembali meradang.
"Setiap malam aku bahkan tidak bisa tidur, karena rasa takut yang menyerang. Tak hanya itu, pikiranku aja tidak pernah tenang," lagi Rohani bercerita.
"Iya, semoga bu Rohani cepat sembuh," ujar Tari, berharap agar Rohani tidak lagi melanjutkan.
"Aku sih berharap, jika orang yang iri sama aku cepat sadar," lanjut Rohani melirik sinis ke arah Tari.
Setelah berbincang-bincang banyak hal, Rohani hendak pulang. Namun, seseorang berlarian seraya meneriaki nama Tari.
Sontak Tari dan Rohani berdiri dengan tegang.
"Anakmu, Daffa ... Dia, dia dilarikan ke rumah sakit," ungkap orang itu dengan napas ngos-ngosan.
"Apa?" teriak Tari dengan dada yang berdegup kecang. Bahkan, dia kehilangan tenaga, walaupun hanya untuk bediri.
"Cepat, Tari ... Jangan hanya berdiri disini, dia mengeluarkan banyak darah," ujar orang itu lagi, kala melihat Tari yang pucat pasi.
Padahal, dia tidak melihat keadaan Daffa secara langsung, karena saat itu, orang-orang mulai berkerumunan.
Tari tersadar, dia langsung berlari menuju rumah ibunya yang berada tepat di belakang rumah yang baru dibangunnya.
Tari langsung mengabari kedua orang tuanya, tentang kabar Daffa. Dia mengambil bpjs dan kk.
Tak lupa, Tari mengambil sarung, serta kain batik.
Di perjalanan, Tari menghubungi Azhar. Beruntung, suaminya sudah dalam perjalanan, dan sudah mendekati area rumah sakit.
Begitu tiba di rumah sakit, tubuh Tari bergetar, kala melihat Daffa yang tidak sadarkan diri.
Dia mendekati tubuh kecil itu, dan bertanya lirih pada Azhar yang berada di samping Daffa.
"Dia ketabrak, saat lari-larian, pulang ngaji ..." ungkap Azhar yang tahu cerita selengkapnya dari orang kampung yang langsung mengantarkan Daffa ke rumah sakit terdekat.
"Ya Allah, terus orang yang nabrak?" tanya Tari, karena tahu jika disini pasti anaknya yang salah.
"Disebelah," sahut Azhar menunjukkan pembatas tirai.
Ayah Tari, yang mengantarkan Tari untuk ke rumah sakit, langsung menjenguk orang yang menabrak cucunya.
Namun, saat melihat orang itu sudah berusia lanjut, hati yang di kandung emosi langsung mereda. Apalagi, menurut ucapan Azhar tadi, Raffa tidak mengalami cidera yang serius. Dia hanya shock berat, makanya dia sampai pingsan.
Beruntung, orang itu hanya mengalami luka ringan saja. Dan beliau juga berulang kali meminta maaf, karena tidak sengaja menabrak Daffa.
"Maafkan aku," pinta lelaki paruh baya itu lagi, kala melihat ayah Tari.
Dan ayah Tari hanya bisa tersenyum, dan mengatakan jika itu musibah. Musibah antara Daffa dan juga lelaki paruh baya itu.
Kembali ke Rohani.
Rohani pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri. Karena nyatanya ucapan mbah Surip terbukti.
Dan Azhar serta Tari langsung mendapatkan karma lewat anak mereka. Dan itu, cukup membuktikan jika Azhar dan Tari benar-benar bermain guna-guna.
Rohani kembali mengambil sejuta uang simpanannya. Hari ini, dia harus mengucapkan terima kasih pada mbah Surip. Karena Rohani yakin, kecelakaan yang dialami Daffa, berhubungan langsung dengan doa mbah Sarip.
Tiba disana, Rohani langsung masuk ke rumah yang tidak lagi asing baginya. Dia duduk bersila di depan lelaki yang selalu memakai pakaian berwarna gelap itu.
"Terima kasih mbah, karena doamu, keluarga mereka mendapatkan balasan yang setimpal," ungkap Rohani meletakkan uang diatas meja kecil di depan Sarip.
Senyum tipis terbesit di bibirnya. Hanya sekilas dan Rohani tidak menyadari itu.
"Bagus lah, aku akan terus berdoa disini, demi kamu dan juga keselamatan mu," ungkap lelaki itu manggut-manggut dengan memegangi jenggotnya yang sebagian sudah memutih.
"Terima kasih, mbah ..." ulang Rohani dengan mata berbinar.