Kegaduhan dunia sihir membawa malapetaka di dunia manusia, petualangan seorang gadis yang bernama Erika Hesly dan teman temannya untuk menghentikan kekacauan keseimbangan dunia nyata dan sihir.
apakah yang akan dilakukan Erika untuk menyelamatkan keduannya? mampukah seorang gadis berusia 16 tahun menghentikan kekacauan keseimbangan alam semesta?
Novel ini terinspirasi dari novel dan film Harry Potter, jadi jika kalian menyukai dunia fantasi seperti Harry Potter maka kalian wajib baca yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elicia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 4
Senandung merdu terdengar dari para siren yang sedang bernyanyi, aku duduk di tepian danau di bawah pohon oak, membaca buku yang barusaja ku beli kemarin sore. Lembar demi lembar aku habiskan dengan memakan buah apel di tanganku.
"Giseler obat penetralisir sihir yang sering digunakan dalam alat pengukur energi, didapat dengan mencampurkan bahan alami dari hewan dan beberapa dari tumbuhan hidup di bukit gelap..." Bibirku terus bergumam saat aku membaca buku
"Ramuan pinkbery dari Paris di tahun 1456..." Aku membalik kan lembar demi lembar
Suara gemericik air danau dengan hembusan halus angin menambah kesan nyaman saat aku duduk di sebuah kursi kayu.
Tukk
Aku melihat keatas pohon, sekor tupai menjatuhkan biji ek di kelapaku, membuatku dengan refleks mengelus kepalaku yang sedikit sakit.
Aku memperhatikan tupai itu turun dari pohon dan mengambil biji ek yang terlempar ke sisi lain pohon oak, setelah mendapatkan biji ek nya tupai itu kembali memanjat dan masuk ke lubang yang merupakan sarangnya, saat aku menoleh untuk kembali ke fokus ku tiba-tiba....
BOO!!
Brukk
Aku tersungkur dari kursi dan jatuh ketanah, rasa sakit menjalar di permukaan punggungku, membuatku menggeram kesakitan.
"Maaf...aku tidak bermaksud membuatmu terjatuh....aku benar-benar minta maaf" ucap seseorang yang mengejutkanku tadi.
Aku menatapnya setelah bangkit dari jatuh ku, jariku membenarkan kacamataku yang sedikit merosot.
"Apa kau tidak apa-apa?" Tanyanya yang disertai mimik wajah yang khawatir, sepertinya dia sungguh-sungguh saat dia mengatakan jika dia tidak bermaksud membuatku tersungkur, ucapku dalam hati
"Yah...mungkin sedikit terkejut" jawabku
"Oh...maaf...aku tidak berfikir panjang tadi..." Sesalnya
"Tidak masalah" jawabku membuat dia merasa sedikit lega
"Aku memperhatikanmu dari tadi, sepertinya kau sedang membaca buku sendirian di sini, apa aku boleh bergabung?" Tanyanya
Aku memperhatikan orang itu, laki-laki dengan rambut gondrong dan mata coklat almond yang tajam, mataku mengarah ke jubahnya, namun aku tidak menemukan jubah yang biasa bertengger di tubuh siswa Akademi Gilforda.
"Kau....dari kelas mana?" Aku bertanya karena rasa penasaran
"Em...menurutmu dari mana?" Tanyanya kembali
Aku menatapnya dengan pandangan aneh, tapi dia tertawa saat aku malah diam dan hanya menatapnya.
"Lupakan tentang kelasku, namaku Xavier kau bisa memanggilku vier" dia mengulurkan tangan
"Aku Erika" jawabku singkat dan menerima uluran tangannya.
"Jadi Erika...apa kau berencana menghabiskan waktumu dengan membaca buku itu?" Tanyanya sambil menunjuk buku di depanku
"Mungkin" jawabku singkat
Xavier mengagguk kemudian menatap danau di belakangnya, disana terdengar alunan lagu siren yang menenangkan
"Sepertinya mereka sedang berlatih bernyanyi" ucapnya
"Apa kau tidak terganggu dengan suara mereka?" Lanjutnya dengan nada bertanya
Mataku masih berfokus di buku yang ku baca saat aku mendengar pertanyaannya aku beralih menatap kearah Xavier.
"Tidak ada suara yang lebih menenangkan daripada suara siren kan" jawabku
Xavier mengerutkan dahinya seolah olah ada pertanyaan di otaknya
"Kau tau siren bisa membuat melodi yang indah dan membuat pendengarnya terjebak dalam melodi itu selamanya kan? Apa kau tidak hawatir?" Pertanyaan itu membuatku menutup buku dan menatapnya
"Sepertinya tidak" jawabku
Xavier tertawa terbahak-bahak sambil mengebrak gebrak meja kayu di depannya, aku lihat air mata mengenang di sudut matanya.
"Wah kau bercanda? Saat semua orang takut dengan suara indah siren kau malah menjadikannya lagi penenang saat kau belajar" Xavier menggeleng dan menyeka air matanya
"Sungguh lucu" lanjutnya
"Aku tidak bercanda, aku bilang seperti itu karena aku belum pernah mengalaminya" jawabku membuatnya menatapku
"Apa kau ingin mengalaminya?" Tanyanya dengan nada sedikit terkejut
Aku menggeleng setelah mendengar pertanyaannya
"Maksudku, aku belum pernah mengalaminya dan tidak ingin mengalaminya" jawabku
"Aku tau bahanya suara siren saat mereka tidak bisa mengendalikan kekuatannya..."
"Tapi apa peduliku...saat ini mereka terdengar indah...jadi aku akan mendengarkan mereka bernyanyi sambil membaca buku-buku ini" ucapku membuat Xavier mengaguk.
"Lalu...sebenarnya kau itu dari kelas mana sih? Kenapa ngga pakek jubah ataupun pin dari kelasmu?" Tanyaku
Xavier melebarkan senyumnya dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal
"Aku melupakannya di asrama...tapi itu bagus...sekarang tebaklah aku dari kelas mana?" Xavier masih belum menyerah dari permainannya
"Aku tidak tahu, jadi katakan saja" ucapku
"Tidak mau...kau harus mencari taunya Erika" ucapnya mengedipkan mata
Aku menatapnya dengan jijik, aku menghela nafas pelan dan mengabaikannya berfikir seiring berjalannya waktu aku bisa mengetahuinya.
Hari mulai sore, Xavier masih saja menemaniku dengan tiduran di kursi depanku.
"Hey...apa kau tidak kembali ke asrama mu?" Tanyaku
Xavier menguap dan merenggangkan badannya, dia melihat sekitar dan melihat suasana yang sudah sedikit petang.
"Apakah kau sudah selesai?" Dia kembali bertanya
Aku mengaguk untuk menjawabnya sambil memasukan bukuku kedalam tas
"Kalau begitu aku juga akan kembali" ucapnya, sepertinya dia menungguku dari tadi siang
Xavier berdiri, melangkah menjauh dari pohon oak sebelum berbalik kearahku
"Hey Erika" panggilnya
"Apa?"
"Jangan kesini lagi jika tidak ada aku" ucapnya membuatku menatapnya dengan heran
"Kenapa?" Aku bertanya
Xavier berpikir sejenak sebelum tersenyum lembut kearahku, senyumnya hangat saat sinar senja menerangi wajahnya yang tampan.
"Karena itu permintaanku" balasnya membuatku memiliki banyak pertanyaan di otakku
Saat aku ingin kembali bertanya angin berhembus dari arah danau membuat aku menatap semburat oranye yang hampir digantikan malam, saat aku menatap kearah Xavier, dia sudah hilang dan lenyap entah pergi kemana.
Meninggalkanku sendiri dengan ribuan pertanyaan yang entah kapan terjawab. Xavier sang bocah misterius dibawah pohon oak yang datang dan pergi sesuka nya.