Pernikahan seharusnya membuka lembaran yang manis. Tapi tidak bagi Nayara, dia menyimpan rahasia kelam yang akhirnya merenggut kebahagiaannya.
Suaminya membencinya, rumah tangganya hampa, dan hatinya terus terjerat rasa bersalah.
Hingga suatu hari sumber masalahnya sendiri datang dan berdiri dihadapannya, laki-laki yang kini memperkenalkannya sebagai sopir pribadi.
“Sudah aku katakan bukan. Kamu milikku! Aku tidak akan segan mengejarmu jika kau berani meninggalkanku.”
Apakah Nayara akan mempertahankan rumah tangganya yang hampa atau kembali pada seseorang dimasa lalu meski luka yang ia torehkan masih menganga dihatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila_Anta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Dev dengan telaten menyuapinya makan. Meski Nay berusaha menolak, tapi tentu ia tahu kalau usahanya sia-sia saja, karena selama ini laki-laki itu tidak pernah menerima penolakan.
"Sudah kak. Aku sudah kenyang." Menjauhkan piring yang di pegang oleh Dev yang isinya sudah hampir habis.
"Baiklah. Kalau begitu kamu siap-siap. Kakak tunggu di bawah."
"Kita mau kemana?" Kening Nay mengerut. Setahunya, ia tidak meminta untuk pergi kemanapun.
"Ke suatu tempat. Kamu pasti suka." Menoel dagu Nay sebelum akhirnya keluar dari kamar.
Pipi gadis itu memerah. Lalu iapun bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Pagi ini tenaganya kembali pulih. Setelah tidur pagi cukup puas ditambah sarapan disuapi ayang tersayang.
Senyum Nay pagi ini secerah matahari yang kini mulai menghangat. Mereka berdua memasuki mobil yang kini melewati gerbang tinggi yang menjulang.
"Kak, apa alasannya kalau suamiku tau kita berdua pergi?" Pikiran Nay yang sejak tadi khawatir.
Dev mengulas senyumnya. "Tenang saja. Lagian suamimu sendiri yang menyuruh kita ngedate."
"Bohong!" sergah Nay. Sungguh mustahil bukan?
"Jangan bercanda kak."
"Hahaha. Memang suamimu menyuruh kita keluar. Untuk membawamu berobat, karena yang dia tau, kamu sedang tidak enak badan," papar Dev yang membuat Nay tertegun.
Dev dapat melihat perubahan wajahnya yang duduk di kursi belakang. "Kenapa? Apa kamu tersentuh dengan sedikit perhatiannya?"
"Sejak dulu Mas Bian tidak pernah mengusik apapun yang aku lakukan. Meski terkesan cuek tapi aku yakin dia selalu memperhatikan kebutuhan ku," lirih Nay yang membuat Dev mendengus kesal.
Ckittt!
Suara decitan saat Dev menginjak pedal rem secara mendadak. "Kak, apa yang kamu lakukan? Kamu mau membuat kita celaka!" sentak Nay.
"Pindah!" pintanya.
Melihat sorot mata menusuk. Gadis itu meringsut mundur sampai membentur sandaran kursi.
"Kau mau pindah sendiri atau aku yang akan memangku mu," ancam Dev yang membuat Nay menelan ludahnya kasar.
"Ish, baiklah."
Gadis itu pasrah. Ia tidak mau lagi berulah yang akan membuat Dev kembali terpancing.
Mobil kembali melaju setelah memastikan Nay duduk disamping kemudi dengan nyaman.
Sepanjang perjalanan Dev berusaha menekan emosinya. Mobil membelah keramaian sampai akhirnya berbelok di sebuah danau yang berada di sebuah taman yang cukup sepi.
"Kenapa kita berhenti di sini kak?" Nay merasa ketakutan. "Kau tidak mungkin membunuhku karena sakit hati kan?"
Dev yang sejak tadi memasang wajah kakunya, kini tertawa terbahak. "Hahaha Nay. Apa kamu benar-benar punya pemikiran seperti itu? Tega sekali kamu Nay."
Kekhawatirannya tidak serta merta hilang. Ia sering membaca novel tentang laki-laki psikopat yang membunuh kekasihnya karena sakit hati.
"Kak, jawab dulu. Untuk apa kita datang ke tempat seperti ini?"
"Jadi kamu mau kita pergi ke tempat yang ramai biar orang-orang yang mengenal kita tau tentang hubungan kita, begitu?"
"Kalau aku si tidak masalah. Lagian, aku yakin kamu akan menjadi milikku kembali," tambah Dev.
"Ya sudah. Kamu mau membawaku kemana?" Akhirnya pasrah.
"Kamu tunggu di kursi itu. Aku akan segera menyusul." Menunjuk sebuah ayunan yang berada di tepi danau.
Gadis itu mengangguk. "Jangan tinggalin aku ya!" Dev hanya membalas dengan senyuman.
Nay menapaki rerumputan basah yang kini mulai mengering. Tubuhnya terasa segar karena terpaan angin membelai lembut.
Ia terduduk di atas ayunan kayu yang mengarah tepat ke danau. Suasana sunyi dengan permukaan danau yang cukup tenang.
Nay memejamkan kedua matanya merasakan ketenangan. Saat kembali terbuka, ia melihat sebuah buket bunga tepat di hadapannya.
"Untuk wanita tercantik yang paling ku sayang," kata Dev yang berdiri tepat di sampingnya.
"Kak." Wajah Nay berbinar. Ia mengambil buket bunga tersebut dengan mata yang berkaca-kaca. "Makasih."
Pemuda itu menunjuk pipi kirinya. "Ucapkan rasa terimakasih mu dengan benar."
Nay menciumnya pasrah dengan wajah yang bersemu merah.
"Masih ada lagi." Dev mengeluarkan sekresek makanan ringan yang ia beli bersamaan dengan buket bunga setelah mengantar Bian.
"Apa ini kak?" Nay menutup mulutnya tidak percaya.
"Hehe, aku hanya ingin mengenang masa-masa indah kita dulu. Kamu selalu membawakan ku makanan saat kita bertemu."
Hati Nay tersentuh untuk yang kesekian kalinya. Inilah yang ia suka dari laki-laki tersebut, hal yang terlihat sederhana yang bisa membuatnya bahagia.
"Makasih kak." Mengambil kantong plastik tersebut. "Ayo duduk." Menepuk ruang kosong di sampingnya.
Nay membuka satu bungkus camilan dan memakannya secara bergantian dengan Dev. "Kamu suka?"
"Heum. Aku memang merindukan saat-saat seperti ini kak," ucapnya jujur. Ada rasa perihatin dalam dirinya.
Dev menggenggam tangan Nay lembut. "Aku janji mulai saat ini tidak akan membiarkanmu sendirian lagi. Aku akan menentang dunia jika ia berani menjauhkan kita lagi."
"Kak. Aku tidak yakin dengan keinginanmu. Apa kita mampu melawan semuanya?"
Tatapan Dev begitu lekat. "Apa kamu meragukan ucapkan ku?"
Nay menggeleng. "Bukan begitu. Aku hanya takut pada kata-kata suamiku yang tidak pernah mau melepaskan ku. Dia bilang, aku hanya bermimpi jika ingin lepas darinya."
"Apa dia berkata begitu?"
Nay mengangguk lemah. "Aku tidak ingin menyusahkan mu. Apalagi dia sampai menyakitimu kak."
"Ayolah Nay. Aku tidak selemah yang kamu pikirkan. Saat ini aku juga mempunyai kuasa. Saat inipun jika kamu mau, aku bisa mengalahkan nya. Maka dari itu kembalilah padaku Nay. Akan ku lawan dunia dan siapapun yang menentang cinta kita," ucap Dev berapi-api.
Nay menggenggam tangan Dev lembut. "Aku percaya kak. Nanti, akan ada saatnya."
"Makasih karena kamu hadir kembali di hidupku. Berkatmu, aku melupakan hari-hari ku yang kesepian." Menaruh kepala di bahu Dev.
Hati Dev terenyuh. Ia bahagia perjuangannya tidak sia-sia selama ini. Meskipun Nay belum kembali seutuhnya padanya, tapi dengannya kembali membuka hati, itu sudah jauh dari hal yang melegakan.
Dev mencium pucuk kepala gadisnya lembut. "Terimakasih juga. Karena kamu baik-baik saja selama ini."
Nay terduduk dengan tubuh yang terayun. Tawanya begitu ceria. Dev yang mendorong ayunan tersebut, sesekali mengecup pipi Nay saat ayunan itu mengarah padanya.
Matahari sudah mulai terik. Mereka tidak menyadari keberadaannya memakan waktu yang cukup lama.
"Kita harus kembali kak. Bukankah Mas Bian menyuruhmu membawaku ke dokter?"
"Lalu? Apa kamu masih memerlukan itu?"
Nay menggeleng. "Tentu saja tidak. Aku baik-baik saja. Jauh lebih baik malahan."
"Kalau begitu kita pulang. Tapi sebelum itu kita harus menarik uang di kartunya. Kalau tidak, dia bisa curiga."
"Lalu uang nya?"
"Kamu pikirkan saja. Mau dikemanakan uang itu."
"Aku akan menyimpannya. Jika sewaktu-waktu aku butuhkan. Ya. Siapa tau nanti aku kabur dari rumah."
"Nay-" potong Dev. "Jikapun kamu keluar dari rumah itu. Aku akan pastikan semua kebutuhanmu terjamin. Aku akan berusaha keras agar membuatmu dan anak-anak kita bahagia."
"Kak!"
Nay mengejar Dev yang sudah berlari menjauh. Sejauh apa keinginan laki-laki tersebut, sampai perihal anak pun sudah ia pikirkan dari sekarang.