NovelToon NovelToon
Cinta Monyet Belum Usai

Cinta Monyet Belum Usai

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Teman lama bertemu kembali / Office Romance / Ayah Darurat / Ibu susu
Popularitas:46.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ly_Nand

Sequel "Dipaksa Menikahi Tuan Duda"
Cerita anak-anak Rini dan Dean.

"Papa..."
Seorang bocah kecil tiba-tiba datang memeluk kaki Damar. Ia tidak mengenal siapa bocah itu.
"Dimana orangtuamu, Boy?"
"Aku Ares, papa. Kenapa Papa Damar tidak mengenaliku?"
Damar semakin kaget, bagaimana bisa bocah ini tahu namanya?

"Ares..."
Dari jauh suara seorang wanita membuat bocah itu berbinar.
"Mama..." Teriak Ares.
Lain halnya dengan Damar, mata pria itu melebar. Wanita itu...

Wanita masa lalunya.
Sosok yang selalu berisik.
Tidak bisa diam.
Selalu penuh kekonyolan.
Namun dalam sekejab menghilang tanpa kabar. Meninggalkan tanya dan hati yang sulit melupakan.

Kini sosok itu ada di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Pelukan Penghilang Lelah

“Ck, baru sebentar di Indonesia sudah dapat hadiah dari cowok.”

Suara sumbang itu jelas terdengar oleh Stasia.

Memang, tidak semua karyawan bersikap ramah padanya. Dua wanita di ruangannya yang awalnya biasa saja, kini berubah sinis. Entah kenapa. Ada yang bilang karena beberapa kali Stasia dipanggil ke ruangan CEO—hal yang jarang sekali dialami pegawai lain. Walau manajer menegaskan itu urusan kerja, tetap saja, iri hati dan komentar miring tidak bisa dihindari.

“Gak usah didengar,” bisik Max dari samping.

Stasia hanya tersenyum tipis lalu menenangkan diri di kursinya. Pandangannya tertuju pada botol minuman elegan dan sekotak souffle cokelat mahal di mejanya. Dari mereknya saja ia tahu itu barang mewah.

Tangannya meraih sticky notes yang menempel di atas kotak kue. Tulisan di sana membuatnya tanpa sadar tersenyum:

“Ada yang bilang kue ini manis, tapi di hidupku kamu yang paling manis.”

Manis sekali. Tapi setelah senyumnya reda, dahinya langsung berkerut. Siapa yang mengirim?

Beberapa menit lamunan itu pecah oleh bunyi notifikasi.

Damar:“Apa kamu menyukainya?”

Stasia mengambil HP untuk memfoto kue dan minuman di hadapannya, lalu mengirim pada Damar.

Stasia: “Apa kamu yang mengirim ini?”

Damar:“Ya. Untuk memastikan calon istriku bekerja dengan nyaman.”

Stasia: “Kamu bikin heboh orang-orang kantor.”

Damar: “Baguslah. Biar mereka tahu kamu sudah ada yang punya.”

Stasia: “Dasar posesif.”

Damar:“Salahmu sendiri sudah masuk ke hati dan pikiranku. Ini konsekuensinya.”

Stasia: “Terserah… aku mau kerja.”

Damar: “Selamat bekerja, sayang. Aku sangat merindukanmu.”

Stasia menggeleng sambil tersenyum, heran bagaimana pria itu bisa bilang rindu padahal baru beberapa menit lalu mereka masih bersama di parkiran.

“Pacarmu?” suara dari samping membuatnya tersentak. Max menatapnya dengan ekspresi penasaran.

“Bekerjalah,” jawab Stasia singkat, menahan senyum kecil.

Max menatapnya sejenak, lalu kembali fokus pada pekerjaannya, sementara Stasia masih berusaha menetralkan dirinya karena terlalu bahagia atas perhatian dari Damar.

Sementara itu, di kantornya, Damar tersenyum lebar sambil memandangi layar ponselnya. Abas, yang sejak tadi berada di sana, hanya melirik sekilas. Dalam hati kecilnya, ia ingin sekali mengabadikan momen langka itu—seorang CEO yang biasanya dingin kini berubah jadi pria penuh senyum.

“Bas,” suara Damar memecah keheningan. “Apa lagi yang biasanya disukai wanita selain camilan manis?”

Abas menegakkan badan. “Untuk hal itu, saya harus tanya pacar saya dulu, Pak.”

Damar terkekeh. “Baik. Cari banyak referensi. Aku akan kasih kamu bonus setiap kali dia menyukai hadiah yang kamu pilihkan untukku.”

Wajah Abas langsung berbinar. Siapa yang tak suka bonus? “Tentu, Pak. Saya akan carikan banyak ide.”

“Bagus.” Damar kembali menyandarkan punggungnya di kursi. “Sekarang, agenda kita apa?”

“Kita ada janji di Hotel Aksara pukul sepuluh. Pertemuan dengan klien untuk membahas kerja sama penjualan online.”

“Sampai makan siang?”

“Rencananya seperti itu, Pak. Karena setelanya kita langsung bertemu CEO Garuda untuk rencana kolaborasi produk.”

“Ck…” Damar menghela napas panjang. “Padahal aku ingin makan siang dengan calon istriku.”

Abas ragu namun kemudian hati-hati berucap, “Bukannya Nona Stasia tidak ingin terlalu sering Anda panggil ke ruangan?”

Damar menyeringai. “Kalau dia tidak mau ke ruanganku, aku bisa turun makan di kantin. Setidaknya aku bisa memandanginya.”

“Kalau begitu, Anda siap membuat karyawan lain heboh dengan gebrakan Anda, Pak.”

“Apa peduliku?” Damar menjawab santai. “Yang penting aku bisa melihat calon istriku.”

Abas hanya bisa menahan tawa kecil. Dalam hati ia bergumam, ‘Huh… susah memang menghadapi orang yang sedang gila karena jatuh cinta.’

***

Hari itu berlalu cukup normal. Damar sama sekali tidak mengganggu Stasia, sehingga ia bisa menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.

Saat jam pulang tiba, Stasia merapikan barang-barangnya dan bersiap menuju lift bersama Max. Begitu pintu lift terbuka, ternyata di dalam sudah ada Damar. Abas, asisten setianya, tidak tampak.

Sebelum masuk, Max menunduk sopan pada Damar. Seperti biasa, Damar hanya membalas dengan wajah dingin. Stasia dan Max kemudian ikut masuk, berdiri sejajar. Posisi Stasia tepat di tengah, diapit Max di satu sisi dan Damar di sisi lain.

“Mau pulang bareng, Si?” bisik Max pelan, tapi cukup jelas hingga terdengar oleh Damar.

Wajah Damar langsung mengeras. Tangan besarnya bergerak meraih jemari Stasia. Genggamannya terasa erat, seolah mengisyaratkan ketidaknyamanannya.

Stasia panik, tak tahu bagaimana harus menolak tanpa menyinggung. “M-maaf, Max. Aku ada janji,” ucapnya gugup.

Raut kecewa jelas terlihat di wajah Max. “Aku harap lain kali kita bisa pulang bersama.”

Stasia hanya diam. Saat lift berhenti dan pintu terbuka, Max bersiap keluar. Tapi Stasia tetap di dalam.

“Aku ada perlu di lantai lain. Kamu pulang saja dulu,” katanya cepat sambil menyembunyikan genggaman tangan Damar pada tangannya.

Max akhirnya melangkah keluar, masih terlihat kecewa. Begitu pintu lift tertutup, suasana langsung berubah hening. Kini hanya Stasia dan Damar berdua.

Tanpa banyak kata, Damar menarik Stasia mendekat. “Kenapa kamu suka sekali membuatku kesal?” bisiknya, suaranya rendah namun sarat emosi.

Stasia menoleh gugup. “Kenapa kamu harus kesal? Aku tidak melakukan apa-apa padamu.”

“Jadi kamu tidak merasa bersalah?” Damar meraih pinggang Stasia, menahannya agar semakin dekat.

“Dam… jangan begini. Nanti ada yang lihat.” Stasia mencoba melepaskan diri.

Ting.

Pintu lift terbuka di LG, tempat parkir mobil Damar.

Dengan sigap, Damar menarik Stasia keluar, membawanya hingga ke pintu mobil. Bukannya segera membuka pintu, ia justru mengurung tubuh Stasia di antara mobil dan dirinya.

“Dam…” Stasia resah, matanya celingukan memastikan tidak ada orang.

“Kenapa, Sayang?” Damar menatapnya dalam.

“Jangan begini. Nanti ada yang lihat,” ulang Stasia cemas.

Namun Damar tidak melepaskan. Sebaliknya, ia menarik Stasia ke dalam pelukan.

“Aku sangat merindukanmu, Sayang. Tapi justru kamu bikin aku kesal karena dekat-dekat dengan Max.”

“Tapi kami tidak melakukan apa-apa,” Stasia berusaha menjelaskan.

“Tetap saja, aku tidak suka,” jawab Damar tegas.

“Terus… maunya bagaimana?”

“Kita kencan malam ini,” Damar menatapnya penuh tekad.

Stasia mengernyit. “Kencan? Tapi… Ares bagaimana?”

“Kita bawa Ares. Anggap saja quality time keluarga kecil kita.”

“Memangnya kamu mau ajak ke mana?”

“Mmm… ke pasar malam, mau?” senyum Damar mengembang.

Stasia sempat berpikir, lalu menghela napas. “Kalau Ares pasti suka. Tapi… bagaimana kalau lain waktu saja? Aku benar-benar lelah. Ingin istirahat.”

Damar langsung menatap cemas. “Kamu sakit?”

“Tidak. Hanya butuh istirahat.”

“Kalau begitu aku saja yang akan bersama Ares. Kamu bisa istirahat dengan baik.”

“Kamu juga pasti lelah, Dam. Lebih baik kamu juga pulang dan istirahat.”

Damar menggeleng dan mengeratkan pelukannya, lalu menatapnya penuh perasaan. “Tidak. Memelukmu seperti ini saja sudah cukup membuat semua lelahku hilang.”

Stasia menghembuskan nafasnya, pasrah. “Terserah padamu…”

Damar tersenyum puas, jelas hatinya terasa penuh hanya dengan momen bahagianya. Dan tentunya rencana selanjutnya untuk semakin membuatnya dekat dengn Stasia.

1
arniya
nano nano, campur rasa
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Erna Fadhilah
hayo kamu cy tenangin tu singanya biar ga ngamuk karna cemburu😀😀😀
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Erna Fadhilah
alkhamdulillah di posisi yang berat seperti saat ini ada Damar yang selalu menjaga Stacy, pak hadi menyesalpun percuma tp jangan berkecil hati kamu harus ttp jaga Stacy dan Ares dari jangkauan orang jangan
nonoyy
nah kau harus menjaga sisi dam, takutnya si ular betina akan mengincar calon istrimu
arniya
penyesalan.....
nonoyy
nikmati ajaa karmamu hadi dgn kebodohanmu selama ini wkwk
Ade Bunda86
kayaknya Wulan jadi jodonya Andreas deh
Reni Anjarwani
lanjut thor
Erna Fadhilah
kamu tenang aja dulu pak hadi jangan emosi, kamu harus bikin strategi secepatnya kamu alihkan hartamu atas nama Stacy semua agar kalau ada apa-apa sama kamu hartamu jatuhnya ke tangan anak kandungmu bukan anak haram dan ulat bulu
partini
balas lembut tapi mematikan buat kejutan yg dahsyat untuk mereka y penghianat
Erna Fadhilah
pak hadi terlalu percaya pada ulat bulu udah di kasih selakangan jadi ga ingat anak dan istri
nonoyy
sudah telat hadi telat.. menyesal pun tak guna
arniya
kebenaran terbuka lagi
Erna Fadhilah
alkhamdulillah pak hadi merestui Damar sama Stacy, semoga hanna ga ganggu acara Damar dan Stacy
Ade Bunda86
lanjut dulu thor
Erna Fadhilah
ga adam ga Damar sama-sama udah pada ngebet pengen nikahi pasangannya 😁😁😁
Nur Mila
damar ngabet kawin🤣🤣🤣🤣🤣
wo te
udh 2 hri ga up,kmna ja kak 😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!