NovelToon NovelToon
Pesan Mini Untuk Hati Dokter Beku

Pesan Mini Untuk Hati Dokter Beku

Status: tamat
Genre:Dokter Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir / Romansa / Pembantu / Tamat
Popularitas:46.4k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Dr. Tristan Aurelio Mahesa, seorang dokter jenius sekaligus miliarder pemilik rumah sakit terbesar, dikenal dingin, tegas, dan perfeksionis. Hidupnya hanya berputar di sekitar ruang operasi, perusahaan farmasi, dan penelitian. Ia menolak kedekatan dengan wanita mana pun, bahkan sekadar teman dekat pun hampir tak ada.

Di sisi lain, ada Tiwi Putri Wiranto, gadis ceria berusia 21 tahun yang baru saja resign karena bos cabul yang mencoba melecehkannya. Walau anak tunggal dari keluarga pemilik restoran terkenal, Tiwi memilih mandiri dan bekerja keras. Tak sengaja, ia mendapat kesempatan menjadi ART untuk Tristan dengan syarat unik, ia hanya boleh bekerja siang hari, pulang sebelum Tristan tiba, dan tidak boleh menginap.

Sejak hari pertama, Tiwi meninggalkan catatan-catatan kecil untuk sang majikan, pesan singkat penuh perhatian, lucu, kadang menyindir, kadang menasehati. Tristan yang awalnya cuek mulai penasaran, bahkan diam-diam menanti setiap catatan itu. Hingga akhirnya bertemu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33

Sudah lima hari sejak acara lamaran resmi antara keluarga Tristan dan Tiwi. Rumah keluarga Tian kini terasa lebih sunyi dari biasanya. Bukan karena tak ada orang, melainkan karena Tiwi sedang menjalani masa pingitan — tradisi kecil yang diminta Mama Rani agar calon pengantin wanita lebih tenang, menyiapkan diri menjelang hari pernikahan.

Tiwi duduk di kamarnya, memeluk bantal sambil menatap layar ponselnya. Chat dari Tristan masih terbuka.

Tristan: “Sudah makan siang?”

Tiwi: “Sudah, tapi rasanya hambar. Karena makan sendiri.”

Tristan: “Sabar. Sebentar lagi kamu nggak akan makan sendirian lagi.”

Tiwi tersenyum kecil membaca balasan itu. Gaya bicara Tristan tetap dingin dan pendek, tapi tiap kata yang ia kirim kini terasa berbeda. Ada perhatian halus di balik kalimat singkatnya.

Ia mengetik balasan pelan.

Tiwi: “Kamu nggak bosan ngurus pasien terus? Aku aja di rumah rasanya kayak ayam dikurung.”

Tristan: “Daripada kamu dikurung, nanti aku yang datang menjemput.”

Tiwi: “Nggak boleh. Kata Mama, calon pengantin cowok nggak boleh ketemu dulu.”

Tristan: “Sayang sekali. Padahal aku kangen.”

Tiwi terhenti. Kata kangen itu membuat pipinya memanas. Ia menggigit bibir, menatap layar lama-lama seolah pesan itu bisa menembus hatinya.

Tiwi: “Aku juga… kangen, dikit.”

Tristan: “Sedikitnya aku lebih dari cukup.”

Ia menutup wajah dengan bantal. “Ya ampun, kok Dokter Dingin bisa jadi romantis begini sih?!”

Suara tawa kecilnya memenuhi kamar. Di luar pintu, Mama Rani mengetuk pelan.

“Tiwi, sayang, jangan main ponsel terus. Kamu harus istirahat, nanti kulitnya kusam loh pas hari H.”

Tiwi membuka pintu sedikit, memonyongkan bibir. “Ma, aku nggak main ponsel kok, cuma—”

“Chat sama Tristan, ya?” tanya Mama Rani sambil tersenyum geli.

“Maa! Kok tahu sih!”

“Ya ampun, dari senyum-senyum sendiri aja mama udah bisa tebak.” Mama Rani mencubit pipi anaknya dengan lembut. “Dulu waktu mama pingitan juga gitu, tiap malam nunggu kabar dari papa kamu. Bedanya, zaman dulu belum ada chat. Nunggu surat tiga hari baru datang.”

Tiwi tertawa. “Untung aku hidup di zaman modern, kalau nggak aku udah stres duluan.”

Mama Rani ikut tertawa kecil. “Ya sudah, besok sore ada fitting baju nikah kedua. Desainer dari butik sudah konfirmasi. Kamu harus siap jam empat, ya.”

“Oke, Ma. Tapi boleh nggak aku minta tolong satu hal?”

“Apa?”

“Boleh nggak aku lihat Tristan pas fitting nanti… cuma sebentar?”

Mama Rani berpikir sejenak. “Hmm, sebenarnya belum boleh. Tapi… kalau cuma sekilas, mungkin bisa. Tapi jangan saling ngobrol lama, ya.”

Tiwi langsung memeluk ibunya. “Makasih, Ma! Aku janji nggak lama!”

---

Sore itu, butik besar di pusat kota tampak ramai dengan persiapan. Tiwi tiba lebih dulu, ditemani Naya dan Mama Rani. Ruangan penuh kain sutra dan renda, aroma wangi bunga segar bercampur dengan cahaya lampu lembut.

“Ya ampun, kamu bakal jadi pengantin paling cantik sedunia,” puji Naya sambil menatap Tiwi yang sudah mengenakan kebaya putih krem dengan detail manik kristal. “Kalau Tristan nggak langsung jatuh cinta lagi, aku nggak tahu harus bilang apa.”

Tiwi tersipu. “Beneran nggak norak?”

“Gila! Kamu kayak bidadari turun ke bumi, sumpah.” jawab Naya

Saat itu, pintu butik terbuka. Seorang pria tinggi dengan jas hitam dan ekspresi tenang masuk bersama Mama Tina dan Papa Tristan. Semua mata menoleh. Tiwi yang sedang bercermin langsung menegakkan punggungnya.

Tristan.

Ia tampak lebih rapi dari biasanya kemeja putih, jas abu gelap, rambut disisir rapi ke belakang. Tatapan matanya langsung menemukan Tiwi.

Keduanya terpaku beberapa detik. Seolah waktu berhenti.

“Ya ampun…” gumam Naya lirih. “Itu bukan tatapan dokter dingin lagi. Itu tatapan calon suami yang jatuh cinta berat.”

Tristan melangkah pelan mendekat. Meski ada banyak orang, pandangannya hanya tertuju pada Tiwi.

“Cantik,” katanya singkat.

Tiwi nyaris kehilangan kata. “Kamu juga… eh, maksudnya—kamu nggak dingin hari ini, ya.”

Tristan tersenyum samar. “Mungkin karena kamu yang bikin suasana hangat.”

Mama Rani cepat-cepat berdehem. “Ehem. Ingat ya, kalian cuma boleh saling lihat, bukan saling tatap terus.”

Keduanya tertawa kecil. Suasana butik seketika terasa hangat dan manis.

--

Setelah sesi fitting selesai, Tristan mendekat sebelum pamit. Ia menunduk sedikit, berbisik pelan pada Tiwi. “Aku tahu kamu takut, tapi jangan khawatir. Aku janji hari pernikahan nanti kamu cuma perlu senyum. Sisanya biar aku yang urus.”

Tiwi menatapnya lama, lalu mengangguk kecil. “Oke, Dokter Dingin… aku percaya.”

Malam harinya, di rumah keluarga Ari, Adrian duduk di ruang tamu sambil memandangi berita online yang sedang viral foto lamaran Tristan dan Tiwi yang beredar di berbagai media sosial. Judulnya besar:

“Dokter Tristan, Pewaris Rumah Sakit Harapan Medika, Resmi Melamar Tiwi Putri Pemilik Restoran Viral!”

Adrian menatap layar ponselnya lama. Di foto itu, senyum Tiwi terlihat begitu tulus, begitu bahagia. Sementara Tristan, dengan tatapan tegas, tampak melindungi.

Mama Arini masuk ke ruangan, melihat putranya termenung. “Kamu masih belum bisa move on, ya?”

Adrian menunduk. “Aku pikir aku bisa, Ma. Tapi pas lihat fotonya tadi… rasanya sesak.”

Mama Arini duduk di sebelahnya. “Nak, cinta itu bukan selalu tentang memiliki. Kadang, cara terbaik mencintai seseorang adalah membiarkannya bahagia walaupun bukan dengan kita.”

Adrian terdiam. Ia menggenggam ponselnya lebih erat. “Aku tahu, Ma. Tapi aku cuma takut… kalau orang itu nggak bisa menjaganya, aku menyesal karena tidak lebih dulu mendekati nya dan kurang serius. Karena aku pikir dia tidak memiliki siapapun jadi santai tapi ternyata begini"

“Percayalah,” ujar ibunya lembut. “Kalau dia benar-benar jodohmu, waktu akan memutar kalian kembali. Tapi kalau bukan, Tuhan akan menghapus rasa itu perlahan.”

Adrian tersenyum getir. “Semoga Tuhan cepat kerja, Ma. Aku capek.”

Tiga hari menjelang pernikahan, Tiwi resmi tidak keluar rumah sama sekali. Mama Rani menjaga semua persiapan agar berjalan sempurna. Tristan mengirimkan pesan tiap pagi, selalu dengan gaya singkatnya:

Tristan: “Minum air putih yang cukup.”

Tristan: “Jangan lupa sarapan.”

Tristan: “Jangan stres, ya.”

Dan satu pesan terakhir yang membuat Tiwi tak berhenti tersenyum sepanjang hari:

Tristan: "Aku hitung hari. Tiga lagi, dan aku bisa menggandeng tanganmu tanpa perlu alasan.”

Di malam yang sama, hujan turun deras. Tiwi berdiri di balik jendela kamarnya, menatap derasnya hujan sambil memegang ponsel. Lalu layar menyala ternyata pesan masuk dari Tristan.

“Dokter Dingin?” sapanya pelan.

Tristan : “Aku baru pulang jaga. Kau masih belum tidur?”

Tiwi : “Belum. Hujannya deras banget. Biasanya kamu tidur jam segini.”

Tristan: “Aku nggak bisa tidur.”

Tiwi : “Kenapa?”

Tristan: “Karena aku kepikiran kamu.”

Tiwi : “Ya ampun, kamu bikin jantungku nggak sehat, tahu nggak?”

Tristan tersenyum samar : “Tenang saja. Aku kan dokternya.”

Percakapan mereka berlangsung lama tentang hal-hal kecil, masa depan, hingga rencana setelah menikah. Dan berakhir, Tiwi menatap layarnya yang gelap dengan mata berkaca-kaca.

“Ya Tuhan, jangan biarkan aku salah orang. Aku udah jatuh cinta beneran kali ini,” bisiknya.

...----------------...

Hari pernikahan pun tiba. Matahari bersinar cerah, angin berhembus lembut membawa aroma bunga melati dari taman rumah. Tiwi mengenakan kebaya putih gading dengan selendang halus, rambut disanggul elegan dihiasi bunga melur segar.

Di ruang lain, Tristan berdiri mengenakan setelan jas putih. Tatapannya tenang, tapi jantungnya berdebar. Papa Tristan menepuk bahunya. “Kamu siap, Nak?”

Tristan tersenyum kecil. “Lebih dari siap, Pa.”

Saat musik pelan mengalun, Tiwi melangkah masuk ke ruangan akad dengan senyum gugup. Mata mereka bertemu. Dan untuk pertama kalinya, tidak ada lagi jarak di antara mereka.

Ijab kabul berlangsung lancar. Dalam satu lafaz mantap, Tristan resmi menjadi suami Tiwi. Tepuk tangan dan ucapan doa memenuhi ruangan.

Tristan menatap cincin di jari Tiwi, lalu menatap wajah istrinya. “Sekarang, kamu resmi jadi milikku.”

Tiwi tersenyum manis. “Dan kamu resmi jadi pengganggu tenangku seumur hidup.”

Semua yang mendengar tertawa kecil. Tapi di antara tawa dan kebahagiaan itu, Adrian berdiri jauh di tepi halaman, mengenakan jas hitam sederhana. Ia menatap Tiwi dengan senyum tenang.

Kali ini, tak ada amarah. Tak ada penyesalan. Hanya doa dalam hati.

“Semoga kamu bahagia, Tiwi. Karena kalau kamu tersenyum, itu sudah cukup buatku.”

Ia berbalik, melangkah menjauh tanpa menoleh lagi. Di belakangnya, langit biru cerah seolah memberkati setiap langkah.

Sementara di dalam ruangan, Tristan menggenggam tangan Tiwi lebih erat, membisikkan pelan di telinganya.

“Aku janji, mulai hari ini kamu nggak akan jalan sendirian lagi.”

Dan Tiwi, dengan mata yang berkilau lembut, menjawab, “Aku tahu… karena kamu, Dokter Dingin, ternyata paling hangat di dunia.”

Bersambung…

1
beybi T.Halim
secangkir kopi meluncur.,menutup cerita indah ini.,gak ada konflik yg berat2 kisahnya mengalir seperrti realita .,terima kasih cerita manisnya dan semangat buat penulisnya💝
Su Wanto
makasih ya thor karya mu menghibur sekali sukses selalu sehat dan semangat 💪💪
syora
anjrittttt gokilllll abisssss😍😍😍😍😍😍
Tiara Bella
akhirnya tamat dan happy ending....makasih Thor ceritanya sangat menghibur....😍
Ayy°{>Anesstasya}~🤍
yah udah tamat Aja 😍😍😍
inda Permatasari: terima kasih kak 🙏
total 1 replies
Supryatin 123
yaahhh sudah tamat aja ceritanya.luar biasa Thor ceritanya.d tunggu cerita selanjutnya.g da bonchap nya kah.lnjut Thor 💪💪
inda Permatasari: terima kasih kak 🙏
total 1 replies
Rohmi Yatun
aaahh udah tamat aja.. makasih Thor.. q suka cerita nya.. ditunggu karya selanjutnya ya🌹🌹🌹👍💪
🔵≛⃝⃕|ℙ$Fahira𝓛𝓲𝓷𝓰𝓧𝓲☕︎⃝❥
ceritanya seru banget, berawal dari sticky note berakhir menjadi keluarga yang bahagia..

Terima kasih kak untuk ceritanya, ngikutin dari awal hingga akhir
🔵≛⃝⃕|ℙ$Fahira𝓛𝓲𝓷𝓰𝓧𝓲☕︎⃝❥
wahhh, udah tamat...

seru banget ceritanya, ⭐⭐⭐⭐⭐⭐ ☕☕☕☕☕

Terima kasih untuk cerita novelnya kak, semoga sukses selalu
inda Permatasari: terima kasih kak 🙏
total 1 replies
Arin
/Heart/
Wulan Sari
yeaaah sudah tamat kah Tiwi dan dokter dingin? tapi happy end kok cip kelg yg bahagia ada pelakor di hempas cip 👍
terimakasih ceritanya salam sukses selalu ya 💪❤️🙂🙏
Supryatin 123
lnjut thor 💪💪💪❤️❤️
Tiara Bella
ceritanya bagus
Reni Anjarwani
lanjut thor
Hari Saktiawan
romantis nya 😍😍😍😍😍
Hari Saktiawan
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 lucunya
🔵≛⃝⃕|ℙ$Fahira𝓛𝓲𝓷𝓰𝓧𝓲☕︎⃝❥
/Facepalm//Facepalm/ permintaannya bikin geleng-geleng kepala/Joyful//Facepalm//Facepalm/
Supryatin 123
calon anak angkat thor.lnjut Thor 💪💪
Supryatin 123
🤣🤣🤣🤣 Lnjut thor 💪💪
Cindy
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!